Menteri ESDM Ignasius Jonan Penuhi Panggilan KPK sebagai Saksi 2 Kasus

31 Mei 2019 8:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri ESDM Ignasius Jonan saat tiba di gedung KPK. Foto: Apriliandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ESDM Ignasius Jonan saat tiba di gedung KPK. Foto: Apriliandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri ESDM Ignasius Jonan memenuhi panggilan sebagai saksi. Kehadiran Jonan guna memenuhi panggilan penyidik KPK dalam pemeriksaan untuk dua kasus dan dua tersangka yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Jonan didampingi stafnya tiba di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, sekitar pukul 08.41 WIB. Jonan yang mengenakan kemenja abu-abu itu enggan menjelaskan terkait kedatangannya. Ia memilih diam dan langsung berjalan masuk menuju ruang pemeriksaan KPK di lantai 2.
Keterangan Jonan dibutuhkan untuk penyidikan perkara dugaan suap terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1 untuk tersangka Direktur Utama PLN nonaktif, Sofyan Basir, dan perkara dugaan suap pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) untuk tersangka Dirut PT Borneo Lumbung Energi & Metal, Samin Tan.
Menteri ESDM Ignasius Jonan saat tiba di gedung KPK. Foto: Apriliandika Pratama/kumparan
Ini merupakan panggilan keempat bagi Menteri ESDM itu. Jonan sebelumnya diagendakan diperiksa pada Rabu 15 Mei dan Senin 20 Mei lalu, serta Senin 27 Mei. Namun karena tugas negara, ia mangkir dari tiga panggilan yang telah dijadwalkan penyidik tersebut.
ADVERTISEMENT
Terkait kasus dugaan suap pembangunan PLTU Riau-1, KPK sudah menjerat Sofyan Basir sebagai tersangka. Sofyan diduga berperan aktif dalam mengatur jalannya proyek tersebut. Peran tersebut terlihat dari aktifnya Sofyan terlibat dalam sejumlah pertemuan guna membahas kelanjutan proyek.
Melalui beberapa pertemuan yang dihadirinya, Sofyan diduga berulang kali membahas terkait berjalannya proyek PLTU tersebut termasuk penunjukkan Kotjo untuk menangani proyek PLTU Riau-1.
Sofyan Basir usai diperiksa di gedung KPK. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Dalam kasus ini, KPK menduga Sofyan bersama-sama dengan eks Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan eks Sekjen Golkar Idrus menerima suap dari Pemegang saham PT Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo.
Sementara dalam perkara dugaan suap pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) di Kementerian ESDM, KPK menjerat Samin Tan sebagai tersangka. Penetapan tersangka Samin Tan merupakan pengembangan penanganan perkara dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau-1 (PLTU-MT Riau-1).
ADVERTISEMENT
Samin Tan ditetapkan sebagai tersangka usai penyidik KPK menemukan adanya dugaan pemberian suap kepada Eni senilai Rp 5 miliar.
Pemilik PT Borneo Lumbung Energi, Samin Tan, di KPK, Jakarta, Kamis (28/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Perkara suap yang dilakukan Samin Tan tersebut bermula pada Oktober 2017 saat Kementerian ESDM melakukan terminasi atas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT). Sebelumnya diduga PT BLEM yang dimiliki Samin Tan telah mengakuisisi PT AKT.
Untuk menyelesaikan persoalan terminasi perjanjian karya Itu, Samin diduga meminta bantuan sejumlah pihak termasuk Eni terkait permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.
Atas permintaan Samin, Eni pun menyanggupi permintaan bantuan Samin dengan berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM. Bantuan yang diberikan Eni terkait menggunakan forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM, dimana posisi Eni saat itu sebagai anggota panitia kerja (Panja) Minerba di Komisi VII DPR.
ADVERTISEMENT
Dalam proses penyelesaian tersebut, Eni diduga meminta sejumlah uang kepada Samin, untuk keperluan pilkada suaminya di Kabupaten Temanggung. Uang tersebut disanggupi Samin dengan pemberian uang senilai Rp 5 miliar dalam dua tahap, yakni 1 Juni 2018 sebanyak Rp 4 miliar dan pemberian kedua pada 21 Juni 2018 sebanyak Rp 1 miliar.