Menyambangi Vihara Tua di Ancol yang Larang Babi Sebagai Persembahan

4 Februari 2019 15:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di Vihara Bahtera Bhakti, Jakarta. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Vihara Bahtera Bhakti, Jakarta. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang menyangka, di antara rumah-rumah mewah di Perumahan Pasir Putih Ancol, Jakarta Utara, berdiri tegak sebuah viraha tertua di Jakarta. Namanya, Vihara Bahtera Bhakti, namun lebih dikenal dengan nama Vihara Ancol.
ADVERTISEMENT
Tak hanya lokasinya yang terpencil, petunjuk jalan untuk menuju ke vihara tersebut juga tidak ada. Satu-satunya petunjuk adalah dengan bertanya kepada satpam yang menjaga gerbang perumahan.
Suasana yang tenang dan asri langsung menyambut, begitu kaki melangkah ke area viraha. Seperti vihara pada umumnya, warna merah mendominasi seluruh bangunan hingga corak interiornya.
Humas Vihara Bahtera Bhakti, Apriyanto di Vihara Bahtera Bhakti, Jakarta. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
"Kita duduk saja ngobrolnya," sapa Apriyanto, Humas Vihara Bahtera Bhakti, menyambut kumparan yang baru tiba, Senin (4/1).
Tahun ini, Vihara Bahtera Bhakti akan berusia 592 tahun. Sepanjang perjalanannya, bangunan ini telah berganti nama beberapa kali. Awalnya, ia dikenal dengan nama Klenteng Da Bo Gong, lalu berganti menjadi Klenteng Ancol, dan kemudian menggunakan nama sekarang.
"Dulu dikenal dengan nama Da Bo Gong, penyembah Dewa Bumi. Terus berganti jadi Klenteng Ancol karena letaknya di daerah Ancol. Tahun 1984, kita berubah lagi jadi Vihara Bahtera Bhakti," jelas Apriyanto.
Pengunjung Vihara sedang bersembahyang di Vihara Bahtera Bhakti, Jakarta. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Vihara ini sebenarnya didirikan untuk menghormati Sampo Soei Soe, juru masak kapal Laksamana Cheng Ho. Saat itu, kapal milik Cheng Ho tengah merapat ke tepian sungai Ancol yang bernama Kota Paris.
ADVERTISEMENT
Di Kota Paris inilah, Sampo Soei Soe yang merupakan seorang muslim, jatuh hati kepada seorang penari ronggeng bernama Siti Wati. Siti adalah anak seorang ulama terkenal bernama Mbah Areli Dato Kembang dan Ibu Enneng.
Rasa cintanya kepada Siti, akhirnya membuat Sampo Soei Soe memutuskan menetap di Nusantara setelah meminang pujaan hatinya. Bertahun-tahun kemudian, rombongan orang-orang Tiongkok datang untuk mencari Sampo Soei Soe.
Pengunjung Vihara sedang bersembahyang di Vihara Bahtera Bhakti, Jakarta. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Malang, mereka justru mendapati juru masak Laksamana Cheng Ho itu dalam keadaan tak bernyawa. Untuk menghormatinya, mereka kemudian membangun tempat pemujaan yang kini dijadikan klenteng.
Untuk itu, tak heran jika di dalam vihara terdapat satu ruangan khusus untuk mendoakan Sampo Soei Soe dan istrinya. Lokasi ruangan itu berada di sisi kanan altar utama.
ADVERTISEMENT
Selain itu, vihara ini juga menyediakan ruangan khusus untuk mendoakan orangtua Siti Wati. Ruangan tersebut berada di bagian belakang vihara, tepat di makam Mbah Said Areli Dato Kembang dan Ibu Enneng.
Suasana di Vihara Bahtera Bhakti, Jakarta. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Karena keempatnya adalah seorang muslim, vihara ini pun tak hanya menjadi milik umat Konghuchu, Buddha, atau Tao saja. Beberapa umat Islam, secara rutin juga datang untuk berziarah ke makam.
Pengunjung Vihara sedang bersembahyang di Vihara Bahtera Bhakti, Jakarta. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Vihara itu juga memiliki aturan yang cukup unik. Menurut Apriyanto, umat yang akan bersembahyang di viraha tersebut dilarang memberikan persembahan berupa babi.
"Jadi yang membedakan vihara ini dengan vihara yang lain adalah, kalau di persembahannya, membolehkan babi untuk dipersembahkan. Tapi kalau di kita enggak boleh," tegasnya.
Menjelang Imlek yang jatuh 5 Februari, Apriyanto menyebut, klenteng tersebut akan mulai ramai pada malam hari hingga dini hari. Pengunjungnya pun beragam, tak hanya orang-orang sekitar saja tetapi juga peziarah dari luar kota atau luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Nanti malam pukul 22.00 sampai 01.00 pagi. Beragam yang datang, ada yang dari luar Pulau Jawa, kadang-kadang dari China juga ada," kata Apriyanto.