Menyoal Perundungan Siswa Terhadap Guru yang Jadi 'Tren'

22 Februari 2019 5:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
OS (kiri) siswa kelas kelas 10 jurusan Teknik Otomotif SMK 3 Yogyakarta meminta maaf kepada gurunya Sujiyanto (kanan). Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
OS (kiri) siswa kelas kelas 10 jurusan Teknik Otomotif SMK 3 Yogyakarta meminta maaf kepada gurunya Sujiyanto (kanan). Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
ADVERTISEMENT
Tidakan tidak sopan yang dilakukan siswa kepada gurunya kembali terjadi. Kali ini, salah satu siswa SMK 3 Yogyakarta, OS (17) terekam tengah mendorong gurunya, Sujiyanto (55), karena ponselnya disita saat hendak ujian.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada pemukulan, nggak ada ancaman. Anak itu berusaha minta hp (handphone)," kata Sugiyanto, Kamis (21/2)."Yang lain hp (handphone) dikumpulkan, dia masih main hp saja kemudian saya ambil. Siswa dorong karena minta hp itu".
Setelah video itu viral, OS yang tidak masuk dengan alasan sakit kemudian dijemput paksa oleh pihak sekolah untuk meminta maaf kepada Sujiyanto. OS mengaku sadar, tindakannya itu tidak sopan. Ia pun mengaku menyesal dan meminta maaf kepada gurunya.
“Awalnya pelajaran biasa terus hp (handphone) saya disita karena mau ulangan (ujian)," kata OS. "Saya meminta, saya memaksa. Biasa guyon-guyon (bercanda) sama Pak Suji (Sujiyanto), Pak Suji biasa guyon.”
Aksi bullying terhadap guru bukan hanya terjadi sekali. Sebelumnya, sempat ada beberapa kasus seperti guru setengah baya yang diserang sejumlah murid laki-laki di salah satu SMK swasta di Kendal, Jawa Tengah, awal November 2018 lalu.
ADVERTISEMENT
Nasib Budi, salah satu guru kesenian di SMAN 1 Torjun, Sampang, Madura, justru lebih nahas. Ia tewas setelah dianiaya oleh siswanya sendiri. Belum lagi, cerita seorang guru perempuan di Kalimantan Barat yang dipukuli oleh salah satu muridnya yang tidak naik kelas.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 24 kasus kekerasan oleh anak di sekolah. Kasus tersebut dicatat sejak awal Januari hingga 13 Februari 2019. Daftar ini, juga termasuk tindak kekerasan kepada siswa.
“Pertama, dalam rentang 2 minggu ini, kita dihadapkan berbagai pengaduan sekaligus kontrol di media sosial, media elektronik, dan di berbagai sumber. Kasus Surabaya, kasus Gresik yang cukup kontroversi, anak diduga jadi pelaku bully terhadap gurunya," ujar Ketua KPAI Susanto dalam konferensi pers Catatan KPAI di kantor KPAI, Jakarta, Jumat (15/2).
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto saat konferensi pers tentang KPAI di awal 2019 mencatat banyaknya kasus-kasus anak di bidang pendidikan, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
KPAI merinci, pengaduan kasus ini ada yang dilakukan secara langsung dan melalui media sosial. Dari kasus yang tercatat ini, beberapa di antaranya memang viral di media.
Ketua Komnas Anak Arist Merdeka Sirait menilai tindakan dari siswa-siswa itu merupakan bentuk kenakalan remaja. Ia menyebut, para remaja ini bisa bertindak nekad salah satunya karena pengaruh lingkungan dan orang terdekat.
"Jadi tidak berdiri sendiri itu, atas inisiasi misalnya anak-anak semakin brutal, misalnya dengan mau memaki dan memukul guru. Itu saya kira, bukan tindakan yang berdiri sendiri, tapi ada pengaruh dari di mana dia berada," ucap Arist kepada kumparan, Jumat (22/2).
"Mungkin dia mengimitasi bentuk-bentuk kekerasan yang dialami dan bahkan dia mengalami kekerasan juga dari orang terdekatnya," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Arist berpendapat, hukuman-hukuman seperti hukuman penjara yang diberikan kepada para siswa tersebut sebenarnya tidak menyelesaikan masalah. Maka, menurutnya, yang seharusnya diberikan adalah hukuman berupa konsekwensi yang menimbulkan efek jera.
"Misalnya kalau anak seperti itu, kalau dalam konteks rumah misalnya tidak diberikan jajan lagi, atau kalau dalam lingkungan sekolah dia tidak lagi satu bangku dengan temannya yang ini, dia harus begini, dan sebagai konsekuensi, bukan hukuman," pungkasnya