Menyulap Rawa Jadi Lumbung Pangan Baru Indonesia

6 September 2019 11:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Purwanto, petani di lahan rawa Kolam Kiri Dalam, sedang mengatur pintu air yang mengatur arus air dari saluran sekunder ke saluran konektor. Foto: Deshana Ryan Prasastya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
com-Purwanto, petani di lahan rawa Kolam Kiri Dalam, sedang mengatur pintu air yang mengatur arus air dari saluran sekunder ke saluran konektor. Foto: Deshana Ryan Prasastya/kumparan
ADVERTISEMENT
Lahan rawa, sejak lama, identik dengan sesuatu yang gelap dan menyeramkan. Hal ini tidak mengherankan karena rawa selalu punya tempat di cerita fiksi atau legenda sebagai tempat tinggal para monster. Mitologi Yunani dan Romawi mengenal Hydra of Lerna, yang diceritakan dibunuh Hercules di rawa tak jauh dari Danau Lerna. Inggris mengenal legenda Will-o'-the-wisp, hantu yang biasa dilihat di daerah rawa. Sementara Amerika mengenal Lizard Man of Scape Ore Swamp, makhluk rawa yang menyerupai kadal namun bisa berdiri dengan dua kaki layaknya manusia.
ADVERTISEMENT
Masih banyak legenda menyeramkan lainnya mengenai rawa. Kultur pop pun tidak ketinggalan untuk mengangkatnya. Warner Bros dan DC Entertainment pada Mei lalu merilis serial TV Swamp Thing, yang mengangkat cerita salah satu tokoh dalam semesta komik DC Comics — seorang pahlawan super yang menyeramkan yang tinggal di rawa. Sementara Marvel juga punya Man-Thing, karakter monster rawa yang juga pernah diangkat dalam film berjudul sama pada 2005.
com-Ilustrasi Hercules membunuh Hydra of Lerna di sebuah perangko keluaran Yunani tahun 1970 Foto: Lefteris Papaulakis/Shutterstock
Baru belakangan, lahan rawa diketahui ternyata punya peran penting bagi kehidupan manusia. Bagi alam, ia berperan menjaga ekosistem sungai. Bagi perekonomian, ia menyediakan lahan yang bisa dimanfaatkan untuk menyediakan pangan.
Lahan rawa memang sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat. Misalnya di Desa Kolam Kiri Dalam, Barambai, Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Desa yang dulunya merupakan area rawa besar ini menjadi desa tujuan transmigrasi oleh program pemerintah dari 1969-1973 lalu.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, pemerintah menyediakan lahan rawa untuk digarap para transmigran dari Pulau Jawa dan Bali untuk bertani. Tujuannya, pemerataan pembangunan. Selain itu, program ini juga berusaha memanfaatkan lahan rawa yang ternyata begitu besar jumlahnya di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
“Kita semua di sini ini, aslinya transmigran dari Gunungkidul. Tahun 1970 sampai 1971 untuk daerah ini. Dulu daerah ini rawa semua. Ada daratan ini karena ditimbun. Dulu jalan kami bikin sendiri, gotong royong. Enggak ada jalan kayak sekarang,” aku Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kolam Kiri Dalam I, Purwanto.
com-Lahan sawah rawa di Desa Kolam Kiri Dalam, Kalimantan Selatan Foto: Deshana Ryan Prasastya/kumparan
Namun, yang tidak disangka pemerintah ketika itu, adalah bahwa lahan rawa tidak mudah untuk diolah sebagai lahan pertanian. Selain kadar asam yang tinggi pada air dan tanah, karakteristik lahan rawa yang mudah banjir di musim hujan dan kering kerontang di musim kemarau jadi masalah lain. Para petani transmigran dari Jawa, yang sebelumnya tidak bertani di lahan rawa, tidak siap dengan situasi ini.
ADVERTISEMENT
“Kalau dibilang musim kemarau panjang kering kalau musim penghujan tergenang, memang sudah tradisinya di pertanian rawa. Sudah tradisi. Yang jelas kalau di kita dengan adanya (kondisi) itu, ya itu kendala bagi petani. Sangat berpengaruh di pertanian,” aku Purwanto.
Padahal, lahan rawa menyimpan potensi yang besar jika dimanfaatkan untuk kepentingan produktif seperti lahan pertanian. Menurut catatan Kementerian Pertanian, terdapat 33,4 juta hektare lahan rawa di Indonesia. Sekitar setengahnya bisa diberdayakan untuk lahan pertanian. Tidak seluruhnya bisa digunakan sebagai lahan produktif karena bagaimanapun, rawa punya peran yang penting bagi ekosistem alam.
com-Seorang petani sawah rawa tengah mengecek tanamannya Foto: Deshana Ryan Prasastya
Itulah yang kemudian dilirik oleh Kementerian Pertanian mulai 2018 lalu. Lewat program Serasi (Selamatkan Rawa, Sejahterakan Petani) yang dijalankan oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan hendak mengoptimalkan lahan sawah rawa yang sudah ada di penjuru negeri. Targetnya: menjadikan sawah rawa sebagai lumbung pangan baru.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, selama ini sawah rawa umumnya hanya bisa panen sekali dalam setahun. Dengan lahan sawah rawa yang begitu luas, panen hanya sekali setahun dengan jumlah yang terbatas juga, membuat tingkat produktivitas pertanian di sawah rawa selama ini bisa dikatakan rendah. Hal itu yang coba diubah lewat program Serasi.
Salah satu fokusnya adalah pengelolaan jaringan air. Ini merupakan aspek yang sangat penting yang sayangnya selama ini terabaikan di sawah rawa. Jika air dikelola dengan lebih baik, sawah rawa sebetulnya punya potensi untuk bisa panen berkali-kali dalam setahun.
“Pada umumnya, padi itu tidak memerlukan air banyak. Tetapi harus ada kelancaran dalam pengaturan airnya,” terang Purwanto. “Aslinya, tanah di sini itu tanah produktif. Cuma tata kelolanya—termasuk sistem pengairannya—saja yang belum betul.”
com-Ilustrasi petani di sawah rawa mengurus padinya Foto: Deshana Ryan Prasastya
Direktur Jenderal PSP, Sarwo Edhy, menjelaskan, pembenahan sarana dan prasarana merupakan salah satu fokus program Serasi. Termasuk, pembenahan saluran air ke sawah. “Sawah rawa itu, kalau kemarau itu kering dan jika musim hujan itu tergenang air,” katanya. “Sehingga bagaimana supaya hal ini bisa kita atasi, tentunya dengan mengatur tata kelola air.”
ADVERTISEMENT
“Program Serasi ini juga meliputi perbaikan lahan sawah rawa. Sistem tata air kita atur, dan infrastruktur lain yang dibutuhkan kita penuhi seperti alat olah lahan, traktor roda dua, traktor roda empat,” lanjutnya.
Hal itu yang sudah dilakukan di Desa Kolam Kiri Dalam. Pada awal 2019 ini, dalam program Serasi tahap pertama di sana, Ditjen PSP bersama petani sudah melakukan pengerukan saluran sekunder agar air bisa lebih lancar mengalir. Selain itu, juga dibangun gorong-gorong dan saluran konektor untuk mengalirkan air dari saluran sekunder ke sawah. Ditjen PSP juga memberikan bantuan pompa bagi petani.
Dengan pengelolaan air yang lebih baik, harapannya, sawah rawa bisa digarap sepanjang tahun, baik musim kemarau maupun musim hujan. Dengan begitu, petani bisa tidak hanya menanam padi di bulan Januari, Februari, atau Maret saja seperti yang sebelumnya dilakukan para petani seperti Purwanto.
ADVERTISEMENT
“Kami harapkan dengan program optimalisasi lahan rawa ini, kami dapat meningkatkan produktivitas dari dua ton per hektar menjadi 6-7 ton per hektar. Kemudian meningkatkan indeks prestasi dari satu kali panen menjadi dua kali panen, dan dari dua kali panen menjadi tiga kali panen. Sehingga dapat menyejahterakan petani-petani di lahan rawa dan tentunya meningkatkan produksi secara nasional menuju lumbung pangan dunia,” terang Sarwo Edhy.
Kementerian Pertanian memang terus berusaha untuk meningkatkan indeks produksi pertanian. Apalagi, Kementan selama ini cukup berhasil dalam meningkatkan indeks produksi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Indeks Pertanian 2017 yang dirilis pada November 2018 lalu, dalam kurun waktu 2013 - 2017, indeks produksi tanaman pangan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Sementara pada 2013 indeks produksi tanaman pangan hanya 104,41, nilai itu meningkat menjadi 120,12 pada 2017.
ADVERTISEMENT
Program Serasi pun menjadi salah satu strategi Kementan untuk mewujudkan target besar itu. Apalagi, pertumbuhan lahan pertanian di Indonesia sendiri terganjal dengan banyaknya lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian seperti perumahan atau infrastruktur lainnya. Optimalisasi lahan rawa kini dilihat sebagai jawaban untuk memastikan ketahanan pangan Indonesia terus terjaga di masa depan, terutama dengan terus meningkatnya kebutuhan konsumsi masyarakat.
com-Infografis potensi lahan rawa sebagai lahan pertanian baru Foto: Rizki Yuslam Faizal/kumparan
“Kita harapkan lahan rawa ini merupakan andalan masa depan bangsa Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan, dan menuju lumbung pangan dunia di 2045,” pungkasnya.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama dengan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian