Menyusuri Desa Tersandera di Papua dengan Bus Antipeluru

21 November 2017 12:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Beberapa desa di Tembagapura, Papua baru saja lepas dari jerat sandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Butuh pasukan khusus untuk mengusir kelompok separatis dari pemukiman warga.
ADVERTISEMENT
kumparan (kumparan.com) Minggu (19/11), berkesempatan melihat dari dekat Desa Kimbely, salah satu desa yang menjadi sasaran penyanderaan kelompok separatis itu.
Butuh perjalanan lintas transportasi untuk sampai di sana. Ketika cuaca baik, warga bisa menggunakan helikopter MI milik PT Freeport Indonesia dari Bandara Mozes Kilangin menuju ke Helipot Aing Bugin di Tembagapura.
Setibanya di Heliport, sebuah bus besar sudah menunggu. Yang membuat bus ini berbeda, yakni seluruh bagian bus didesain antipeluru.
Bus milik Freeport Untuk evakuasi warga Papua (Foto: Antara/Jeremias Rahadat)
Bus ini lebih mirip truk dengan kontainer di belakangnya. Kabin sopir dengan kabin penumpang dibuat terpisah. Kabin penumpang berwarna oranye itu berukuran sekitar 3x6 meter. Bagian luar truk terbuat dari besi tebal yang tahan dengan tembakan.
Interior kabin penumpang tak ubahnya seperti bus pada umumnya. Kursi penumpang didesain 3-2. Satu kabin ini bisa menampung setidaknya 30 penumpang.
ADVERTISEMENT
Yang paling terlihat berbeda ada pada bagian jendela. Seluruh jendela dilapisi dengan komponen antipeluru setebal 2 cm. Hanya tersisa sedikit bagian atas jendela yang tidak terlapisi komponen antipeluru.
Dari celah itulah penumpang bisa melihat pemandangan di luar. Itu pun harus sedikit menaiki kursi.
Timika Papua (Foto: Ahmad Ramadoni/kumparan)
"Seluruhnya antipeluru. Dengan celah itu diperkirakan tidak ada tembakan yang bisa mengenai penumpang kalau kelompok separatis sedang mengganggu. Kalau sampai kena ya sedang sial saja," kata Kapendam Cenderawasih Kolonel (inf) Muhammad Aidi.
Ketika bus berjalan, tak ada lagi yang bisa diperbuat di dalam selain menunggu sampai ke lokasi. Tak ada satu pun pemandangan yang bisa dilihat. Sesekali hanya terlihat pohon-pohon besar yang tampat dari sisi jenderal kecil di bagian atas.
ADVERTISEMENT
Suasana hening dan tegang sangat terasa. Mengingat kapan saja tembakan dari kelompok separatis menyasar ke bus.
Perjalanan dari heliport menuju ke Kimbely ditempuh dalam waktu 30 menit. Padahal jaraknya hanya 5 km. Wajar saja, jalan yang dilalui masih berbatu dengan kemiringan beragam. Bahkan, kemiringan jalan bisa mencapai lebih dari 45 derajat. Sering kali bus bergoyang hebat karena jalan yang terjal.
Timika Papua (Foto: Ahmad Ramadoni/kumparan)
Namun, bus yang kumparan tumpangi bersama rombongan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, hanya sampai pada markas kelompok separatis yang menjadi lokasi penyiksaan warga. Pos ini masih 2 Km lagi dari Kimbely.
Pos ini berada di antara dua tebing tinggi dengan pepohonan tinggi dan lebat. Di lokasi ini pula Jenderal Gatot menganugerahkan kenaikan pangkat luar biasa kepada 58 prajurit yang terlibat dalam operasi pembebasan sandera.
Bus milik Freeport Untuk evakuasi warga Papua (Foto: Antara/Jeremias Rahadat)
Acara berlangsung sangat singkat. Sekitar 30 menit rombongan kemudian meninggalkan lokasi. Beruntung, tak ada satu pun tembakan yang meletus dari kelompok separatis yang kemungkinan masih berada di sekitar Kimbely.
ADVERTISEMENT
Saat akan kembali ke Timika, cuaca buruk melanda Tembagapura. Hujan dan kabut tebal membuat helikopter tidak berani terbang.
Akhirnya, perjalanan kembali ke Timika ditempuh melalui jalur darat. Tak kurang dari 3 jam perjalanan ditempuh untuk kembali ke Timika. Selama itu pula, berada di dalam bus antipeluru melintasi hutan lebat di Tembagapura, Papua.
Sudah tak terhitung bus bergoyang hebat, berhenti sejenak untuk bisa menanjak, atau melewati sisi jurang curam di kanan dan kiri jalan. Lagi-lagi beruntung tidak ada tembakan sama sekali selama perjalanan.
Jelang petang, bus baru tiba di Timika, Papua. Jenderal Gatot kemudian bersiap melanjutkan perjalanan ke Ambon.
Panglima TNI berikan kenaikan pangkat (Foto: Ahmad Romadoni/kumparan)