Mercusuar Willem III: Saksi Bisu Perkembangan Pelabuhan Semarang

18 Agustus 2019 17:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mercusuar Willem III di Kota Semarang, saksi bisu aktivitas keniagaan yang dibangun Pemerintahan Belanda pada 1879. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mercusuar Willem III di Kota Semarang, saksi bisu aktivitas keniagaan yang dibangun Pemerintahan Belanda pada 1879. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
ADVERTISEMENT
Keberadaan Menara Suar atau Mercusuar sangat penting bagi para pelaut. Mercusuar, berperan penting untuk menuntun kapal-kapal yang akan bersandar di pelabuhan.
ADVERTISEMENT
Di Semarang, tentunya masyarakat tahu sebuah mercusuar kokoh, yang letaknya di salah satu sisi Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, tepatnya berada dekat Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Klas I Tanjung Emas.
Menara setinggi lebih kurang 30 meter itu, adalah Mercusuar Willem III. Bangunan bercat putih itu dibangun oleh Belanda pada 1879 dan selesai tahun 1884. Penamaannya seiring dengan masa kerajaan pimpinan Willem III.
Pengamat sejarah Kota Semarang, Rukardi Achmad, menceritakan kisah pembangunan Mercusuar Willem III, sekaligus perkembangan dari pelabuhan di Kota Semarang.
Mercusuar Willem III di Kota Semarang, saksi bisu aktivitas keniagaan yang dibangun Pemerintahan Belanda pada 1879. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Rukardi mengatakan, Semarang yang dikenal sebagai kota pelabuhan ini memiliki beberapa versi tempat.
Salah satunya kawasan Bergota pada zaman Kerajaan Mataram Kuno disebut sebagai area Pelabuhan di Semarang.
ADVERTISEMENT
"Ada juga yang mengatakan pelabuhan di Semarang adalah yang saat ini merupakan kawasan pengasapan ikan di Semarang Utara," katanya, Minggu (18/8).
Lama berselang, lokasi pelabuhan lama dirasa kurang representatif untuk aktivitas yang lebih besar, pemerintah Belanda memindahkan pelabuhan ke kawasan Boom Lama, Semarang Utara.
Namun beberapa lama kemudian, kawasan tersebut juga kurang memadai untuk mengakomodir hilir mudik kapal yang semakin ramai.
"Waktu itu Belanda membangun kawasan pelabuhan yang berfungsi sebagai pencatat lalu-lintas kapal, kalau saat ini seperti jalan tol," ungkap Rukardi.
Pada tahun 1830-an Belanda mulai memikirkan pelabuhan baru yang lebih representatif. Belanda memutuskan membangun kanal, dengan menyodet Kali Semarang dari semula berkelok-kelok menjadi lurus sehingga membuat perjalanan menjadi singkat.
ADVERTISEMENT
"Di depan Mercusuar Willem III, adalah kali atau sungai buatan yang (baru) dibuat oleh Belanda sekitar tahun 1850 hingga 1860-an dan beroperasi penuh pada 1870-an," terangnya.
Kali baru tersebut dibuat dengan lebar 23 meter dan panjang sekitar 1,3 kilometer. Di situlah cikal bakal pelabuhan baru dan pusat aktivitas perkapalan di Semarang.
Menyusul pembangunan pelabuhan, maka dibangunlah mercusuar Willem III. Namun kali baru tersebut tidak berfungsi lama.
"Sekitar tahun 1910-an, pelabuhan di kawasan yang kini dikenal dengan Jalan Bandarharjo dinilai sudah tidak representatif lagi," katanya.
Padahal, Semarang jadi titik penting pemberangkatan hasil perkebunan dari daerah sekitar seperti Salatiga, Ambarawa, dan Kendal, untuk menjadi komoditas ekspor ke Eropa.
"Kali tersebut mulai ditinggalkan lantaran pendangkalan yang terjadi sangat cepat," ujarnya.
Mercusuar Willem III di Kota Semarang, saksi bisu aktivitas keniagaan yang dibangun Pemerintahan Belanda pada 1879. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Berbagai upaya pengerukan dilakukan namun tidak membuahkan hasil. Hanya perahu-perahu kecil yang bisa melintasi kali tersebut.
ADVERTISEMENT
Pantai di Semarang hanya memiliki kedalaman sekitar 2 meter. Akibatnya, mau tak mau kapal-kapal besar dari luar negeri hanya bisa bersandar di tengah laut.
"Dari situ barangnya diangkut pakai kapal yang lebih kecil untuk dibawa ke Pelabuhan Semarang," katanya.
Belanda yang belum kehabisan akal, kemudian menggeser wilayah pelabuhan Tanjung Emas ke sebelah Timur.
Oleh pemerintah Belanda saat itu, berbagai upaya dilakukan demi mempertahankan keberadaan pelabuhan.
Terutama dalam mengatasi pendangkalan karena lumpur dan membuat dam. Namun seiring berjalannya waktu membuat pelabuhan tidak lagi representatif.
"Sampai akhirnya, Belanda tidak sanggup lagi," ujarnya
Barulah sejak 1985 hingga saat ini pelabuhan Tanjung Emas, dikelola PT Pelindo III sampai sekarang.
Keberadaan Mercusuar Willem III jadi saksi aktivitas keniagaan. Keberadaannya menuntun kapal-kapal besar yang membawa hasil perkebunan dari Indonesia ke Eropa.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, Mercusuar masih berfungsi. Suar dari menara ini, sanggup dipancarkan hingga sejauh 20 mil.
"Mercusuar ini sekaligus juga menjadi saksi bisu perkembangan Semarang sebagai kota niaga yang sibuk," kata Rukardi.