Meski Diprotes, Malaysia Kukuh Setujui Undang-undang Anti-Hoaks

3 April 2018 0:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bendera Malaysia. (Foto: Dok. Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Malaysia. (Foto: Dok. Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah Malaysia mendesak undang-undang terkait hukuman penjara maksimal enam tahun bagi pembuat hoaks, segera disahkan. Desakan itu terus mengalir meskipun banyak pihak terang-terangan mengecam.
ADVERTISEMENT
Dilansir AFP, undang-undang ini dikhawatirkan menjadi alat penghalang perbedaan pendapat menjelang penyelenggaraan pemilihan umum yang tidak lama lagi akan digelar. Perdana Menteri Najib Razak disebut-sebut sedang berjuang memenangkan masa jabatan ketiga di kepala koalisi yang telah memimpin Malaysia selama lebih dari enam dekade.
Undang-undang itu nyatanya telah memicu kemarahan luas dari aktivis, kelompok pers kebebasan dan pihak oposisi. Mereka yakin undang-undang tersebut hanya untuk menindak perbedaan suara daripada melindungi masyarakat dari informasi hoaks.
Brad Adams, direktur Asia di Human Rights Watch, mengecam keras rancangan undang-undang itu. Baginya ini adalah upaya terang-terangan oleh pemerintah untuk mencegah semua berita yang tidak disukai, baik tentang korupsi atau pemilihan umum.
Pihak lain menyebut, undang-undang ini adalah upaya menyetop kritik terhadap skandal seputar dana 1MDB (1Malaysia Development Berhad)-perusahaan pembangunan strategis yang dimiliki pemerintah Malaysia-yang menyangkut Perdana Menteri Najib Razak.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya nanti, undang-undang ini ditujukan untuk media asing dan lokal. Bagi mereka yang menerbitkan hoaks, pada mulanya akan dihukum 10 tahun penjara dan denda 500 ribu ringgit atau setara Rp 1,7 miliar. Namun setelah banjir kritik mengalir, hukuman penjara diturunkan menjadi 6 tahun.
"Undang-undang ini tidak dimaksudkan untuk membelenggu kebebasan berbicara, tapi untuk menghentikan penyebaran berita hoaks," ungkap Menteri Azalina Othman.
Tetapi, para dewan legislatif dari oposisi berkata lain. Undang-undang ini justru berpotensi membatasi kebebasan berbicara.
"RUU ini adalah senjata untuk menutup kebenaran, sehingga apa yang salah dapat ditegakkan sebagai kebenaran, dan apa yang benar dapat dibalikkan sebagai salah," kata Lim Guan Eng dari Partai Aksi Demokratis.
ADVERTISEMENT
"Ini adalah hal yang sangat serius untuk negara kita," tambah dia.
Dalam senat sendiri, undang-undang tersebut masih diperdebatkan, namun mayoritas menginginkan untuk disahkan. Bila ditinjau, lebih dari setengah anggota senat diisi oleh anggota Barisan Nasional yang merancang undang-undang ini.
Sebelum berlaku nantinya, undang-undang ini juga harus mendapatkan persetujuan dari kerajaan.