MK Putuskan Ojek Online Bukan Termasuk Transportasi Umum

28 Juni 2018 17:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peserta aksi demo Ojek Online (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Peserta aksi demo Ojek Online (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi menolak pengujian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang diajukan oleh Tim Pembela Rakyat Pengguna Transportasi Online atau Komite Aksi Transportasi Online (KATO).
ADVERTISEMENT
“Amar putusan mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (28/6).
Para pemohon menguji Pasal 138 Ayat (3) UU LLAJ yang mengatur mengenai transportasi umum. Para pemohon yang terdiri dari pengemudi ojek online, pengurus organisasi serikat pekerja/serikat buruh, karyawan swasta, wiraswasta, wartawan, pelajar/mahasiswa, dan pengguna jasa ojek berbasis aplikasi online (ojek online), meminta agar ojek online dimasukkan ke dalam jenis transportasi umum.
Dalam permohonannya, pemohon mengungkapkan bahwa keberadaan ojek daring merupakan sebuah fakta yang aktual. Pemohon memaparkan keunggulan ojek daring yang tidak hanya menawarkan layanan transportasi, tetapi juga layanan berbelanja serta layanan pemesanan makanan.
ADVERTISEMENT
Pemohon menilai bahwa saat ini pasal yang mengatur soal transportasi umum tidak mengakomodasi jaminan konstitusional para pemohon, baik sebagai pengguna maupun pengendara ojek online tersebut. Sebaliknya, aturan saat ini berpotensi memicu reaksi penolakan terhadap keberadaan ojek daring.
Sidang UU MD3 di Mahkamah Konstitusi (Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang UU MD3 di Mahkamah Konstitusi (Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
Namun dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Mahkamah berpendapat Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ merupakan norma hukum yang berfungsi untuk melakukan rekayasa sosial agar warga negara menggunakan angkutan jalan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan, baik kendaraan bermotor perseorangan maupun kendaraan bermotor umum.
Sementara Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tidak ada kaitannya sama sekali dengan kendaraan bermotor karena pasal ini berkaitan dengan kedudukan yang sama setiap warga negara ketika terjadi pelanggaran hukum.
ADVERTISEMENT
“Sehingga dalil para pemohon yang menyatakan tidak dimasukkannya sepeda motor dalam Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum. Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ justru memberikan perlindungan kepada setiap warga negara ketika menggunakan angkutan jalan, baik angkutan jalan dengan jenis kendaraan bermotor umum maupun perseorangan,” ujar Arief.
Arief melanjutkan terhadap pertentangan antara Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjadi batu uji, menurut Mahkamah, tidak terdapat korelasi antara hak para pemohon atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Karena Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah berkait dengan hak setiap warga negara ketika berhadapan dengan hukum. Misalnya, ketika para pemohon diperiksa oleh penyidik dalam suatu perkara pidana atau ketika para pemohon bersengketa di pengadilan. Dengan demikian menurut hakim MK, Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
ADVERTISEMENT
Terhadap dalil para pemohon yang menjelaskan adanya perlakuan berbeda antara sepeda motor dengan kendaraan bermotor lainnya, MK berpendapat adalah tidak tepat. Sepeda motor tidak diatur dalam UU LLAJ. Sepeda motor diatur dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a UU LLAJ.
“Namun ketika berbicara angkutan jalan yang mengangkut barang dan/atau orang dengan mendapat bayaran, maka diperlukan kriteria yang dapat memberikan keselamatan dan keamanan. Kriteria kendaraan kendaraan bermotor yang diperuntukkan mengangkut barang dan/atau orang pun telah ditentukan dalam Pasal 47 ayat (2) huruf b, huruf c dan huruf d juncto Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ sebagaimana telah diuraikan dalam pertimbangan Mahkamah,” ungkap Arief.