news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Moeldoko Soroti Maraknya Hoaks: Revolusi Mental Jadi Revolusi Jari

11 Februari 2019 12:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Moeldoko Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Moeldoko Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan
ADVERTISEMENT
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menyebut Indonesia saat ini memasuki era ‘revolusi jari’. Moeldoko menanggapi. Pernyataan ini disampaikan Moeldoko dalam menanggapi banyaknya hoaks yang beredar di tengah masyarakat di tahun politik.
ADVERTISEMENT
“Saat ini saya menjuluki ada revolusi jari, di mana sebuah berita ditentukan kecepatannya dalam 30 detik,” ujar Moeldoko saat memberi sambutan di acara Rapat Koordinasi Nasional Kehumasan dan Hukum di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (11/2).
Menurutnya saat ini banyak masyarakat membaca sebuah informasi tanpa memeriksa terlebih dahulu kebenarannya. Padahal setiap orang bisa saja membuat sebuah berita yang mengarah pada kebohongan.
“Pemerintah sudah bekerja dengan luar biasa, tapi dihembuskan berita yang bohong. Padahal upaya itu melalui kerja keras yang luar biasa tapi dipatahkan,” ujarnya.
Hal itulah yang ia namai dengan revolusi jari. Semua orang memiliki akses yang nyaris setara wartawan. Berbekal telepon, orang bisa mengambil foto, mengetik informasi laiknya wartawan. Hanya saja, mereka melupakan verifikasi.
ADVERTISEMENT
"Inilah yang dibilang revolusi jari sangat besar pengaruhnya. Bukan revolusi mental tapi revolusi jari," tutur mantan Panglima TNI itu.
Lebih lanjut, Moeldoko juga mengungkapkan kekesalannya atas banyaknya hoaks yang menerpa Jokowi. Hal itu berimbas pada kebijakan yang dibuat berdasarkan kondisi riil, menjadi lenyap begitu saja.
“Relakah kita pimpinan kita menjadi korban dari sebuah pemberitaan, dianggap tidak melakukan apa pun? Kalau saya tidak rela. Sungguh saya tidak rela. saya pertaruhkan segalanya. apalagi yang berkaitan dengan simbol-simbol negara,” katanya.
Lebih jauh menurutnya, jika fenomena revolusi jari diabaikan, maka taruhannya adalah negara. “Kita tidak bicara politik praktis yang sebentar lagi kita hadapi, tapi kita bicara eksistensi negara,” ujarnya.