MSG Kembali Tolak Aplikasi Keanggotaan Kelompok Separatis

15 Februari 2018 14:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Desra Percaya, Dirjen Asia Pasifik & Afrika Kemlu (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Desra Percaya, Dirjen Asia Pasifik & Afrika Kemlu (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Organisasi negara-negara Melanesia atau MSG kembali menolak keinginan kelompok separatis Indonesia untuk bergabung. Dengan ini, keinginan kelompok separatis mendapatkan dukungan dari negara Melanesia menemui jalan buntu.
ADVERTISEMENT
Keinginan bergabung disampaikan kembali oleh kelompok separatis pada KTT Melanesian Spearhead Group (MSG) yang diselenggarakan di Port Moresby, Papua Nugini, pekan ini.
“Pada KTT MSG ke-21 di Port Moresby, aplikasi keanggotaan kelompok separatis di Melanesian Spearhead Group kembali menemui jalan buntu. Atas dasar apapun, jelas tidak ada tempat bagi kelompok separatis,” kata Desra Percaya, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri selaku ketua delegasi Indonesia dalam KTT tersebut, dalam pernyataannya Kamis (15/2).
Ini bukan upaya pertama kali kelompok separatis tersebut mencoba meningkatkan statusnya di MSG. Pada KTT Khusus 2016 di Honiara, Kepulauan Solomon, kelompok separatis tersebut juga telah mengalami kegagalan.
Tidak disebutkan nama kelompok separatis itu dalam pernyataan Desra, namun tahun lalu Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat (ULMWP) pernah mengajukan diri bergabung dengan MSG dan ditolak.
ADVERTISEMENT
Pada pertemuan di Port Moresby ini, sejumlah pemimpin MSG kembali mempermasalahkan keinginan kelompok tersebut untuk menjadi anggota MSG dan menilai bahwa kelompok ini tidak pantas menjadi anggota penuh MSG.
Pembahasan yang dilakukan dalam format Leaders’ Retreat menyepakati guidelines keanggotaan dan mengembalikan aplikasi kelompok separatis tersebut ke Sekretariat. Para pemimpin MSG juga meminta agar Sekretariat MSG merumuskan aturan dan kriteria mengenai keanggotaan.
Prinsip-prinsip pembentukan MSG yang telah direvisi tahun 2015, juga menegaskan bahwa anggota MSG wajib menghormati kedaulatan dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Atas dasar ini, maka aplikasi keanggotaan dari kelompok separatis di MSG tidak akan berhasil.
“Hasil KTT MSG 2015 jelas menegaskan bahwa kehadiran kelompok separatis tersebut di MSG hanyalah sebagai salah satu peninjau mewakili sekelompok kecil separatis yang berdomisili di luar negeri,” kata Desra Percaya.
ADVERTISEMENT
Desra juga mengatakan, pernyataan kelompok separatis yang mengaku sebagai perwakilan resmi masyarakat Papua di MSG, tentunya sangat tidak adil bagi 3,9 juta penduduk Propinsi Papua dan Papua Barat.
“Lebih dari dua juta warga provinsi Papua dan Papua Barat selama ini telah menjalankan hak demokratisnya dengan bebas dan adil. Aspirasi seluruh rakyat kedua propinsi tersebut terwakili dalam sistem demokrasi terbuka yang ada di Indonesia,” tegas Desra.
Pada tahun 2018, Lembaga internasional Freedom House menyatakan bahwa pemilihan umum di Indonesia, termasuk di Papua dan Papua Barat, adalah bebas dan adil.
“Sebagaimana provinsi lainnya, masyarakat di provinsi Papua dan Papua Barat adalah politically free. Kebebasan berdemokrasi, mengelola anggaran dan pembangunan sendiri tersebut diakui dunia internasional,” ujar Desra.
ADVERTISEMENT
Pada rangkaian KTT MSG ini, Indonesia telah menyampaikan komitmennya untuk menjadi mitra yang kuat bagi negara anggota MSG dalam mewujudkan visi MSG 2038 Prosperity for All, suatu rencana 25 tahun untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di sub-kawasan Melanesia.
“Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk mendorong pembangunan, meningkatkan kesejahteraan dan keamanan sub-kawasan Melanesia di bawah keketuaan Papua Nugini di Melanesian Spearhead Group (MSG),” ungkap Desra Percaya.
MSG merupakan organisasi yang beranggotakan negara-negara di sub-kawasan Melanesia, yaitu Papua Nugini, Fiji, Kepulauan Solomon, Vanuatu dan FLNKS dari Kaledonia Baru.
Indonesia telah diterima menjadi Associate Member pada KTT ke-20 MSG di Honiara pada 2015 saat keketuaan Kepulauan Solomon.