Muhammadiyah Surati DPR, Minta Pengesahan RUU Pesantren Ditunda

19 September 2019 8:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pusat Dakwah Muhammadiyah. Foto: Jihad Akbar/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pusat Dakwah Muhammadiyah. Foto: Jihad Akbar/kumparan
ADVERTISEMENT
Menjelang masa akhir jabatan DPR periode 2014-2019, sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) akan disahkan. Salah satunya adalah RUU Pesantren.
ADVERTISEMENT
Namun, RUU ini rupanya mendapat pertentangan dari sejumlah ormas Islam yang digawangi Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang meminta RUU ini ditunda pengesahannya. Mereka menyurati Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta agar RUU Pesantren ditunda.
"Setelah mengkaji mendalam RUU Pesantren, dengan memperhatikan aspek filosofis, yuridis , sosiologis, antropologis, dan perkembangan serta pertumbuhan pesantren dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka kami menyampaikan permohonan kiranya saudara Ketua DPR RI berkenan menunda pengesahan RUU Pesantren menjadi undang-undang," dikutip dari surat diteken 10 ormas Islam yang diterima kumparan, Kamis (18/9).
10 Ormas Islam itu adalah Muhammadiyah, Aisyiyah, Al-Wasliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Persatuan Islam (Persis), Dewan Dakwah Islamiyah (DDI), Nahdlatul Wathan (NW), Mathla'ul Anwar, Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), Ponpes Darunnajah.
ADVERTISEMENT
"Kedua, materi RUU Pesantren diusulkan untuk dimasukkan ke dalam revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional."
Alasan Muhammadiyah dan para ormas itu meminta RUU Pesantren ditunda pengesahannya karena RUU Pesantren belum mengakomodir aspirasi ormas Islam serta dinamika pertumbuhan dan perkembangan pesantren.
Pengembangan pesantren dianggap sudah masuk dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Alasan lain, jika RUU Pesantren disahkan, khawatir memunculkan tuntutan baru dari pemeluk agama lain dan berpotensi memicu pertentangan.
RUU Pesantren juga dinilai hanya mengakomodir dan mengatur pesantren yang berbasis kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola pendidikan muallimin, belum akomodir keberagaman pesantren.