Nama Dirut PLN Sofyan Basir Kembali Muncul di Dakwaan PLTU Riau

29 November 2018 12:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Utama PLN Sofyan Basir usai diperiksa KPK, Selasa (7/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PLN Sofyan Basir usai diperiksa KPK, Selasa (7/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Nama Direktur Utama PLN Sofyan Basir turut masuk di dalam surat dakwaan kasus dugaan suap proyek PLTU Riau dengan terdakwa Eni Maulani Saragih. Sofyan bahkan disebut beberapa kali ikut dalam pertemuan yang membahas soal proyek PLTU Riau yang kemudian memunculkan kasus suap.
ADVERTISEMENT
Sofyan sebelumnya juga sudah disebut dalam surat dakwaan Johanes Budistrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources. Pada dakwaan Eni, peran Sofyan tak berbeda jauh dengan yang sudah disebutkan sebelumnya.
Berikut sejumlah pertemuan yang dihadiri oleh Sofyan Basir yang terkait dengan pembahasan proyek PLTU Riau sebagaimana termuat dalam surat dakwaan Eni Saragih:
1. Tahun 2016, Sofyan Basir yang ditemani oleh Supangkat Iwan Santoso selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN itu disebut pernah bertemu Setya Novanto yang masih menjabat Ketua DPR sekaligus Ketua Golkar pada tahun 2016. Pada pertemuan itu, Setnov sempat meminta proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa III kepada Sofyan. Namun, Sofyan menyebut bahwa proyek tersebut sudah ada kandidatnya. Pada akhirnya, Eni berkoordinasi dengan Supangkat Iwan terkait proyek PLTU Riau.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang, atas sepengetahuan Kotjo, mengirimkan surat kepada PT PLN mengenai pengajuan Proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang 2x300 Mega Watt di Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, masuk ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN. Lantaran tidak ada respons atas surat itu, Kotjo lantas menemui Setya Novanto untuk meminta bantuan agar bisa berkoordinasi dengan PT PLN. Setnov pun memerintahkan Eni Saragih mengawal hal tersebut.
2. Pada awal 2017, Sofyan dikenalkan oleh Eni Saragih kepada Johanes Budistrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources. Kala itu, Eni menyampaikan kepada Sofyan bahwa Kotjo adalah pengusaha tambang yang tertarik jadi investor di proyek PLTU Riau.
ADVERTISEMENT
"Sofyan Basir menyampaikan agar penawaran diserahkan kepada Supangkat Iwan Santoso (Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN )," kata jaksa membacakan surat dakwaan Eni di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/11).
Setya Novanto bersaksi di sidang Bimanesh Sutarjo (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Setya Novanto bersaksi di sidang Bimanesh Sutarjo (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Pertemuan itu merupakan tindak lanjut instruksi Setya Novanto kepada Eni untuk mengawal Kotjo untuk mendapatkan proyek PLTU Riau. Kotjo bahkan berjanji akan memberikan fee kepada Eni bila dia mendapatkan proyek itu.
Pada 29 Maret 2016, IPP PLTU Mulut Tambang 2x300 Mega Watt di Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN tahun 2017 sampai dengan 2026. Proyek itu juga disetujui untuk masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).
Pada 15 Mei 2017, PT PLN menunjuk anak perusahaannya, yakni PT PJB, untuk melaksanakan 9 proyek IPP, termasuk di antaranya proyek PLTU Riau. Penunjukan itu disebut berdasarkan Perpres Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Listrik yang dihasilkan oleh IPP tersebut akan dijual kepada PT PLN.
ADVERTISEMENT
3. Juli 2017, Sofyan yang ditemani Supangkat Iwan kembali melakukan pertemuan dengan Kotjo di ruang kerja Dirut PLN. Supangkat, atas perintah Sofyan, menjelaskan mekanisme pembangunan Independent Power Producer (IPP). Yakni, syarat perusahaan yang bisa bermitra dengan PLN jika kepemilikan anak perusahaan PLN minimal 51 persen. Kotjo mengaku siap bekerja sama dengan PLN dan berkoordinasi dengan China Huadian Engineering Co., Ltd. (CHEC) selaku penyedia modal proyek itu.
4. Tahun 2017, Eni dan Kotjo bertemu Sofyan di lounge Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Sofyan menerangkan bahwa Kotjo akan mendapatkan proyek PLTU Riau dengan skema penunjukan langsung. Namun, PT PJB harus memiliki perusahaan konsorsium minimal 51 persen.
Pada 18 Agustus, PT PLN Batubara memutuskan bekerja sama dengan PT Samantaka Batubara, yang merupakan anak perusahaan Blackgold, sebagai mitra untuk memasok batubara terhadap proyek PLTU Riau. Kerja sama ditandai dengan adanya nota kesepahaman.
ADVERTISEMENT
5. September 2017, bertempat di Restoran Arkadia Plaza Senayan, Jakarta Selatan, Kotjo dengan difasilitasi Eni, kembali bertemu Sofyan Basir dan Supangkat Iwan. Dalam pertemuan itu, Sofyan memerintahkan Supangkat Iwan untuk mengawasi proses kontrak PLTU Riau. Eni juga meminta Sofyan dan Supangkat Iwan agar Kotjo bisa segera mendapat proyek itu.
Pada 14 September 2017 di kantor pusat PLN, dilakukan penandatanganan kontrak induk (heads of agreement) oleh Iwan Agung Firsantara selaku Direktur Utama PT PJB, Suwarno selaku Plt Direktur Utama PT PLN Batubara, Wang Kun selaku perwakilan CHEC, Philip Cecile Rickard selaku CEO Blackgold, dan Rudy Herlambang selaku Direktur Utama PT Samantaka Batubara.
Mereka sepakat membentuk konsorsium untuk mengembangkan proyek PLTU Riau dengan komposisi saham PT PJB sebesar 51 persen, CHEC sebesar 37 persen, dan Blackgold 12 persen. Sementara Samantara menjadi penyedia suplai batubara untuk proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada 6 Oktober 2017, PT PLN menerbitkan Letter of Intent terkait PLTU Riau yang ditandatangani Supangkat Iwan Selaku Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN dan disetujui oleh Dwi Hartono selaku perwakilan konsorsium penggarap proyek tersebut. Isinya mengenai masa kontrak selama 25 tahun dengan tarif dasar USD 5,4916 per-kWh.
Selain itu, juga disetujui pembentukan perusahaan proyek yang akan menjadi penjual berdasarkan Power Purchased Agreement (PPA). Namun, pihak CHEC belum menyetujui syarat dalam PPA itu dan tidak menandatanganinya.
6. November 2017, Eni dan Kotjo bertemu Sofyan dan Supangkat Iwan di Hotel Fairmont Jakarta. Dalam pertemuan itu, Kotjo menyebut bahwa CHEC keberatan dengan persyaratan kesepakatan Power Purchased Agreement (PPA) menuju joint venture agreement (JVA). CHEC yang akan menjadi penyedia dana mayoritas proyek PLTU merasa keberatan terkait masa pengendalian JVA.
ADVERTISEMENT
CHEC dan Blackgold ingin masa pengendalian JVA selama 20 tahun setelah commercial operation data (COD). Namun, PT PLN dan PT PJB menginginkan jangka waktu itu selama 15 tahun. Adanya perbedaan itu membuat kesepakatan belum tercapai.
Tersangka kasus dugaan suap PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK. (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka kasus dugaan suap PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK. (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
7. Mei 2018, Eni mempertemukan Kotjo dengan Sofyan Basir di rumah Dirut PLN itu. Dalam pertemuan yang turut dihadiri Supangkat Iwan Santoso. Dalam pertemuan itu Sofyan Basir menanyakan mengenai PPA yang masih belum selesai. Menurut Supangkat Iwan, Kotjo dan CHEC belum sepakat soal syarat jangka waktu pengendalian JVC.
Kala itu, Sofyan menyampaikan bahwa bila CHEC tidak sanggup memenuhi persyaratan itu, Kotjo disarankan mencari perusahaan lain. Kotjo pun mengaku akan mengupayakan agar CHEC sepakat dengan JVC selama 15 tahun setelah COD.
ADVERTISEMENT
8. Juni 2018, Kotjo bersama Eni Saragih dan Idrus Marham menemui Sofyan Basir. Dalam pertemuan itu, Sofyan Basir sepakat akan mendorong agar PT PLN (Persero) dan PT PJB menandatangani amandemen perjanjian konsorsium. Namun dengan catatan, CHEC sepakat waktu pengendalian JVC selama 15 (lima belas) tahun setelah COD.
Pada 7 Juni 2018 di kantor Pusat PLN, Eni memfasilitasi pertemuan antara Rudy Herlambang dengan Supangkat Iwan. Dalam pertemuan itu, dilakukan penandatanganan amandemen perjanjian konsorsium oleh PT PJB, CHEC, dan Blackgold. Dalam amandemen itu, mereka setuju memasukan Pasal 3.3 yang menyatakan para pihak sepakat dan memahami bahwa untuk pengelolaan perusahaan proyek harus dilaksanakan dalam bentuk pengendalian bersama dan tunduk kepada hal-hal khusus.
Eni pun kemudian meminta agar proses kesepakatan PPA untuk dipercepat. Eni juga menanyakan kepada Kotjo soal sikap CHEC terkait kesepakatan PPA yang kemudian dijawab dengan kalimat "insyaallah aman".
Mantan Wakil Ketua Komisi VII, Eni Maulani Saragih, tersangka kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, usai diperiksa KPK, Rabu (26/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Wakil Ketua Komisi VII, Eni Maulani Saragih, tersangka kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, usai diperiksa KPK, Rabu (26/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
9. Juli 2018, Eni Saragih bertemu Sofyan Basir di House of Yuen Dining and Restaurant Fairmont Hotel. Eni Saragih menyampaikan kepada Sofyan agar kesepakatan PPA PLTU Riau harus jelas sehingga ada finalisasi kesepakatan kembali dengan Kotjo. Eni pun mengatakan sudah ada jika Kotjo sudah berkoordinasi dan hasilnya CHEC bersedia memenuhi syarat PPA. Keesokan harinyam Eni melaporkan hasil pertemuan itu kepada Idrus Marham serta menyampaikan akan adanya pembagian fee setelah proses kesepakatan proyek PLTU Riau selesai.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Eni didakwa menerima suap sebesar Rp 4,75 miliar dari Kotjo. Suap itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau.