Nelayan Didakwa Suap Gubernur Kepri Rp 157 Juta Terkait Izin Reklamasi

2 Oktober 2019 18:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang nelayan bernama Abu Bakar didakwa menyuap Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) nonaktif, Nurdin Basirun. Suap diberikan agar Nurdin mau menandatangani izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Provinsi Kepri.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut memberi sesuatu," ujar jaksa KPK, Yadyn, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/10).
Jaksa menilai Abu Bakar menyuap Nurdin sebesar Rp 45.000.000 dan SGD 11.000 atau Rp 112.691.150 (1 SGD: Rp 10.244). Suap diberikan bersama pengusaha Kock Meng, melalui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Edy Sofyan, dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Budy Hartono.
"[Suap diberikan] dengan maksud supaya penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yaitu agar Nurdin menandatangani izin prinsip pemanfaatan ruang laut yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar jaksa.
ADVERTISEMENT
Suap yang bersumber dari Kock Meng itu tak diterima Nurdin secara langsung. Melainkan melalui Abu Bakar lalu diteruskan ke Budy dan Edy Sofyan dalam tiga termin.
Yakni, Rp 45 juta untuk termin pertama, SGD 5.000 untuk termin kedua, serta SGD 6.000 untuk termin ketiga. Bila dikonversi ke rupiah, total Nurdin memperoleh suap sebesar Rp 157.684.000.
Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun usai diperiksa di Gedung KPK. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Termin pertama, kata jaksa, diberikan untuk kepentingan perizinan di dua lokasi berbeda, yakni Tanjung Piayu, Batam (luas 50.000 m²), dan perairan Kelurahan Sijantung Jembatan Lima Barelang, Batam (luas 20.000 m²).
Kock Meng, melalui orang kepercayaannya, Johanes Kodrat, awalnya memberikan Rp 50 juta kepada Abu Bakar. Namun, uang itu dipotong Abu Bakar sebesar Rp 5 juta sebagai biaya operasionalnya. Sehingga, uang yang diteruskan kepada Budy dan Edy untuk Nurdin adalah Rp 45 juta.
Kock Meng (kedua dari kanan), pengusaha yang dicegah KPK terkait kasus Izin Reklamasi di Kepri. Foto: Dok. Batamnews
Perizinan pun terwujud setelah nota dinas ditandatangani Nurdin dan Edy Sofyan. Menurut jaksa, suap digunakan Nurdin untuk melakukan kunjungan ke pulau.
ADVERTISEMENT
Sementara suap termin kedua diberikan untuk pengajuan izin lain dengan luas 10,2 hektare (ha) di Tanjung Piayu, Batam. Serupa dengan izin sebelumnya, Budy lagi-lagi meminta Abu Bakar untuk menyediakan biaya sebesar Rp 50.000.000.
Beberapa hari setelah permintaan uang itu, Abu Bakar memberikan amplop cokelat kepada Budy. Amplop berisi uang sebesar SGD 5.000 yang bersumber dari Kock Meng.
Budy lalu menghubungi Edy untuk memberikan uang tersebut. Edy memberi kabar bahwa ia sedang berada di Tanjungpinang menemani Nurdin yang sedang kunjungan kerja.
Mendengar jawaban itu, Budy menemui Edy ke Pelabuhan Pelantar I Tanjungpinang. Setelah bertemu, Budy langsung memberikan amplop itu ke Edy untuk diteruskan ke Nurdin.
Sedangkan suap termin ketiga diberikan untuk memuluskan perizinan di Tanjung Piayu dan perairan Kelurahan Sijantung Jembatan Lima Barelang, Batam, agar masuk dalam rencana perda RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil).
ADVERTISEMENT
Suap sebesar SGD 6.000 disiapkan agar perizinan Kock Meng dan Abu Bakar masuk dalam proyek reklamasi 42 lokasi yang direncanakan dalam Perda.
Perbuatan Abu Bakar dianggap melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Adapun Nurdin Basirun, Kock Meng, Edy Sofyan dan Budy Hartono sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kasus mereka belum disidangkan di Pengadilan Tipikor.