Nestapa Edi: Ombak Tsunami 10 Meter di Palu Hancurkan Rumah Saya

5 Oktober 2018 9:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal Sabuk Nusantra 39 yang terdampar ke daratan akibat gempa dan tsunami di desa Wani, Pantai Barat Donggala, Sulawesi Tengah. (Foto:  ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal Sabuk Nusantra 39 yang terdampar ke daratan akibat gempa dan tsunami di desa Wani, Pantai Barat Donggala, Sulawesi Tengah. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
ADVERTISEMENT
Gempa berkekuatan 7,4 magnitudo di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, dan memicu tsunami yang mengancurkan ratusan rumah di pesisir pantai Talise, Palu Utara, Jumat (28/9) lalu, membuat seluruh bangunan di sekitarnya porak-poranda.
ADVERTISEMENT
Pantauan kumparan, Jumat (5/10), saat menuju pusat titik gempa, tampak rumah di Kelurahan Mamboro, Palu Tengah, Palu, Sulteng, rata dengan tanah. Tidak ada satu rumah pun yang berdiri kokoh. Begitu pula dengan rumah ibadah.
Suasana jalan di Palu Utara pasca gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo dan tsunami yang menghancurkan bangunan di wilayah tersebut. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana jalan di Palu Utara pasca gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo dan tsunami yang menghancurkan bangunan di wilayah tersebut. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Seorang pengungsi, Edi (30), mengatakan, saat tsunami menerjang, ia langsung melarikan diri ke perbukitan yang tak jauh dari belakang rumahnya. Mereka lalu bertahan di sana selama 2 hari.
“Saya cuma bawa pakaian di badan, mobil taksi, rumah, pakaian semuanya hancur,” kata Edi.
Sesampainya di perbukitan, Edi melihat cukup jelas bagaimana gelombang tsunami menyapu rumah-rumah warga. Yang dia ingat, tsunami itu berwarna hitam pekat.
Edi (30) saksi mata saat melihat gelombang tsunami berwarna hitam. (Foto: Mirsan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Edi (30) saksi mata saat melihat gelombang tsunami berwarna hitam. (Foto: Mirsan/kumparan)
“Ombak mungkin sekitar 10 meter, warnanya hitam, bergulung, enggak ada barang yang bisa diselamatkan, mobil taksi saya dibawa, lari pakai sarung, tidak pakai celana dalam, satu hari satu malam enggak ada pakaian,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Edi menuturkan, hingga saat ini, masih terdapat 60 kepala keluarga bertahan di atas bukit. Meski sudah mendapat bantuan, dia menilai masih sangat terbatas dan belum bisa memenuhi kebutuhan para pengungsi. Edi pun mengharapkan uluran bantuan masyarakat dari luar Kota Palu.
“Sangat berharap sekali kami, tolong disampaikan,” pintanya.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga terpaksa mengambil air dari pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang bocor. Sesekali mereka berdiri di pinggir jalan, melambaikan tangan lalu meminta bantuan pada pengendara atau relawan yang melintas.
Tercatat hingga Kamis (4/10) pukul 14.00 WIB, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan korban jiwa akibat bencana ini mencapai 1.424 orang. Dengan rincian, 144 korban jiwa di Donggala, 1.203 jiwa di Palu, 64 jiwa di Palu, 64 jiwa di Sigi, 12 jiwa di Parigi Moutong, dan 1 orang di Pasangkayu, Sulawesi Barat.
ADVERTISEMENT