Nyaman Bersantai dengan Alas Pasir Khas Warga Desa Legung Timur

21 Juli 2018 7:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kampung Pasir Sumenep  (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kampung Pasir Sumenep (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bertandang di Desa Legung Timur, Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Madura, jangan berharap mendapat kursi empuk apalagi sofa. Sebagai gantinya adalah alas alami, yakni pasir yang terasa lembut, hangat sampai-sampai membuat betah.
ADVERTISEMENT
Sensasi itu kumparan dapatkan ketika melakukan kunjungan panen raya garam oleh PT. Garam di desa yang bisa ditempuh selama sejam berkendara dari Kota Sumenep. Kunjungan itu dilakukan kumparan bersama dengan Tim Kemenko Maritim dipimpin oleh Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Mineral, Energi dan Non Konvensional Amalyos Chan.
Sesampainya di desa yang terletak di bagian Timur Pulau Madura tersebut, rombongan disambut keramahan warga setempat yang bertutur lembut. Dalam kesederhanaan mereka menyapa tamu dengan hangat. Kami pun diterima di rumah mereka.
Di rumah-rumah warga, kami bergabung dengan warga menikmati kebiasaan mereka merebahkan diri atau sekadar ngaso beralaskan pasir.
Kunjungan Tim kemenkomaritim ke Kampung Pasir Sumenep (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kunjungan Tim kemenkomaritim ke Kampung Pasir Sumenep (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Kasur atau ranjang beralas pasir telah menjadi salah satu kearifan lokal yang hanya ada di Sumenep, khususnya di LegungTimur ini. Tidur di atas pasir juga sudah menjadi tradisi turun-menurun di sana.
ADVERTISEMENT
Penggunaan pasir sebagai alas tidur ini bukan karena tak mampu membeli alas atau tempat tidur konvensional. Menurut warga setempat, tidur beralaskan pasir diyakini memiliki manfaat untuk kesehatan.
“Tidur di pasir sudah menjadi tradisi turun temurun bagi warga di sini selama ratusan tahun. Bahkan masih ada ibu-ibu melahirkan di atas ranjang pasir dengan dukun bayi," ujar Hanafi, salah satu warga yang menerima kunjungan tim Kemenko Maritim Bidang Sumber Daya Mineral, Energi dan Non Konvensional.
Pasir yang digunakan memang tidak sembarangan. Pasir yang diambil dari Pantai Lombang, yang bisa ditempuh selama kurang lebih 10 menit perjalanan berkendara dari Desa Legung Timur ini sangat halus dan lembut. Pasir ini berwarna putih kecoklatan dan tidak berbau. Warga biasanya memilah pasir yang ada di bawah pohon cemara.
ADVERTISEMENT
Sebelum digunakan, pasir lebih dulu diayak menggunakan alat penyaring. Hal ini bertujuan menyaring material lain seperti kerikil kecil, sisa cangkang hewan laut atau kotoran lain yang menempel.
Timbunan pasir ini diyakini memiliki efek relaksasi sekaligus menyembuhkan penyakit, seperti gatal di kulit hingga keluhan nyeri punggung sampai rematik.
"Pasir ini seolah menyesuaikan suhu, karena bila cuaca panas, pasir ini tetap terasa sejuk dan nyaman," imbuh Hanafi.
Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Mineral, Energi dan Non Konvensional Amalyos Chan Amalyos Chan pun mencoba merasakan langsung duduk dan berbaring di atas ranjang pasir. Dia mengakui pasir begitu lembut dan hangat.
“Pasir ini unik, ketika udara panas, pasir menimbulkan rasa sejuk di kulit, begitupun sebaliknya, jika udara dingin akan terasa menghangatkan," ucap Amalyos pada kumparan.
ADVERTISEMENT
Pejabat asal Padang itu pun cukup takjub dengan seluruh warga kampung yang di setiap rumahnya memiliki fasilitas kasur pasir tersebut. Beberapa masyarakat Kampung Pasir juga menaruh pasir ini di halaman rumah untuk bersantai bersama keluarga dan kerabat.
Seperti halnya, Asdep Amalyos dan rombongan juga dijamu minum kopi Madura bersama di atas pasir halaman kediaman keluarga Hanafi.
Seorang warga kampung Pasir Sumenep  (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang warga kampung Pasir Sumenep (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Tawarkan Ide Kampung Wisata Seperti Jepang
Melihat keunikan tersebut, Amalyos terbesit ide saat berdiskusi bersama membicarakan peluang manis untuk mengembangkan kampung pasir ini. Salah satunya, kampung ini bisa dikembangkan menjadi rumah singgah bernilai wisata bagi tamu luar daerah.
"Sebenarnya bisa didesain seperti kampung unik di (Kyushu) Jepang. Hasil swadaya bisa dimanfaatkan warga sendiri. Jangan ambil pasirnya keluar tapi biar pengunjung yang datang langsung merasakan di tempatnya," ujar Amalyos.
ADVERTISEMENT
Terlebih, tak lama lagi Sumenep telah didaulat sebagai tuan rumah untuk menggelar acara puncak Festival Keraton dan Masyarakat Adat ASEAN (FKMA) pada tanggal 27-31 Oktober 2018 mendatang. Tamu yang datang diperkirakan mencapai lebih dari lima ribu orang.
Hotel yang tersedia di Sumenep belum cukup menampung banyaknya tamu tersebut. Salah satu solusinya ialah mengembangkan rumah singgah di sejumlah kampung di Sumenep.
"Hotel yang sudah ada, tidak cukup. Masyarakat dapat berperan melalui penyediaan homestay. Hasilnya juga bisa dinikmati warga itu sendiri," ujar Amalyos.
Menurutnya, fasilitas rumah singgah bisa disertai dengan sensasi tidur di atas ranjang pasir. Selain itu, tamu yang datang bisa menikmati destinasi yang terintegrasi di dekatnya, yakni Hutan Lindung Cemara Udang dan Pantai Lombang yang cukup asri.
ADVERTISEMENT
"Nanti tentunya akan kita bicarakan secara serius terutama dengan pemerintah setempat," ujar Amalyos.