Ombudsman: Penegak Hukum di NTT dan Sulsel Kurang Patuh Administrasi

5 Maret 2019 15:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyerahan hasil survei Ombudsman kepada lembaga terkait. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penyerahan hasil survei Ombudsman kepada lembaga terkait. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ombudsman RI merilis survei kepatuhan hukum terhadap lembaga penegak hukum di 10 provinsi di Indonesia. Kesepuluh provinsi tersebut meliputi Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Yogyakarta, Riau, Sumatera Barat, dan Maluku.
ADVERTISEMENT
Adapun lembaga penegak hukum yang masuk dalam survei tersebut meliputi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksanaan, Pengadilan Negeri, dan Lembaga Pemasyarakatan. Dalam survei ini, Ombudsman mengambil empat sampel berkas perkara dari setiap provinsi yang mencakup empat penegak hukum tersebut.
"Kegiatan survei ini tidak memasuki ranah substansi penegakan hukum dan bagaimana aparat penegak hukum menemukan kebenaran materiil atas tindak pidana umum yang menjadi wewenangnya. Sebaliknya, survei ini menilai sejauh mana pemenuhan tertib administrasi dokumen perkara tindak pidana umum diselesaikan atau dilengkapi oleh aparat penegak hukum," kata komisioner Ombudsman Adrianus Meliala di Gedung Ombudsman, Selasa (5/3).
Dari survei itu, Ombudsman menyoroti dua daerah yang dinilai paling kurang patuh administrasi dari segi unsur kelengkapan dokumen, yakni NTT dan Sulsel.
ADVERTISEMENT
"Kedua daerah itu cenderung berada pada zona kepatuhan sedang dan rendah," kata Adrianus.
"Karena dia muncul terus, kalau enggak (zona) kuning (sedang), merah (rendah). Seakan-akan memang secara umum, kualitas penegak hukum mulai dari polisi, penuntutan, peradilan, hingga Lapas itu semua kurang patuh dari sisi kelengkapannya (dokumen)," kata Adrianus.
Data ketersediaan dokumen dan pemenuhan unsur dokumen di proses pemasyarakatan (lapas). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Data ketersediaan dokumen dan pemenuhan unsur dokumen di proses penuntutan (kejaksaan). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Contoh borang ketersediaan dokumen dan pemenuhan unsur dokumen dalam survei Ombudsman. Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Data ketersediaan dokumen dan pemenuhan unsur dokumen di proses peradilan (pengadilan). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Data ketersediaan dokumen dan pemenuhan unsur dokumen di proses penyidikan (kepolisian). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Untuk penilaian terhadap ketersediaan dokumen di tahap penuntutan (kejaksaan) misalnya, NTT menempati posisi delapan dengan angka 75 persen. Diikuti Sulsel dengan angka 60,71 persen di posisi sembilan. Data itu juga berlaku pada unsur pemenuhan dokumen di tahap penuntutan, di mana NTT hanya berada pada posisi delapan dengan 25 persen, sedangkan Sulsel di posisi bontot dengan angka 4,17 persen saja.
Tidak hanya itu, di sektor peradilan, kedua provinsi itu juga menempati zona merah, dengan hanya mendapatkan nilai 50 untuk pemenuhan unsur dokumen di provinsi NTT dan nilai 33,93 untuk Sulsel.
ADVERTISEMENT
Adrianus menyebut, survei ini dilakukan agar para penegak hukum lebih dapat memperhatikan proses administrasi terutama mengenai kelengkapan dokumen. "Ini kan untuk perkara tindak pidana umum, agar tertib proses administrasi yang dilakukan. Harapannya survei ini bisa membantu," pungkasnya.