Ombudsman soal Gejala Homoseksual di Lapas: Masalah Sistemik Negara

9 Juli 2019 9:38 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ombudsman Foto: Wahyuni Sahara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ombudsman Foto: Wahyuni Sahara/kumparan
ADVERTISEMENT
Kecenderungan homoseksual di Lapas Jawa Barat yang disebabkan overcapacity atau kapasitas berlebih menjadi sorotan. Tidak tersalurkannya kebutuhan biologis warga binaan ini dinilai perlu untuk segera dicarikan solusi.
ADVERTISEMENT
Terkait hal ini, Ombudsman RI menyerahkan penyelesaian masalah ini kepada pemerintah. Anggota Ombudsman, Adrianus Meilala, menilai masalah ini merupakan masalah sistemik negara.
“Enggaklah, itu masalah sistemik negara,” ucap Profesor Adrianus Meilala, anggota Ombudsman saat dihubungi kumparan, Selasa (9/7).
Adrianus kemudian menjelaskan ada dua tipe homoseksual. Tipe pertama adalah homoseksual laten yang secara genetik atau pilihan tidak dapat diubah. Sementara tipe kedua adalah homoseksual sosial.
Jika melihat apa yang terjadi di Lapas Jawa Barat, Adrianus berpendapat warga binaan berpotensi mendapat gejala homoseksual sosial.
Anggota Ombudsman, Adrianus Meliala. Foto: Darin Atiandina/kumparan
“Homoseks sosial karena situasi. Di mana kebutuhan biologis macet dan di sekitarnya yang ada hanya kaum sejenis. Jika kebutuhan tersalurkan, bisa saja normal kembali,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
“Itu konteks mengapa di lapas banyak homo sosial," sambungnya.
Sebelumnya, publik digegerkan dengan pernyataan Kanwil Kemenkumham Jabar Liberti Sitinjak yang menyebut terdapat gejala homoseksual (gay dan lesbian) akibat overcapacity di lapas. Permasalahan ini langsung mendapatkan perhatian dari Komisi III DPR RI.
Mereka menilai perlu adanya tindakan untuk mencegah hal tersebut. Salah satunya adalah dengan menghadirkan bilik asmara untuk menyalurkan kebutuhan biologis warga binaan.
"Kalau baca RUU Pemasyarakatan nanti kita siapkan yang namanya bilik bercinta, kita atur sedemikian rupa, kita atur hubungan warga binaan dengan keluarganya tidak putus, itu makanya mungkin masalahnya memang begitu kompleks," kata anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan, Senin (8/7).