Orang Tua Korban Bantah Anaknya Berkebutuhan Khusus

18 Juli 2017 17:02 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Preskon Kasus Bully di Univ Gunadarma (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Preskon Kasus Bully di Univ Gunadarma (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pihak Universitas Gunadarma telah melakukan investigasi guna menyelidiki kasus bully yang dialami Farhan, mahasiswa fakultas Sistem Informasi yang viral di sejumlah media sosial. Penyelidikan tidak hanya melibatkan pihak Gunadarma saja, tapi Kementerian Sosial juga dilibatkan dalam kasus ini.
ADVERTISEMENT
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Nahar, menuturkan pihaknya telah mengirim petugasnya untuk ikut melakukan investigasi terkait kasus bullying ini. Hal yang menjadi pertanyaan Nahar adalah apakah kasus ini merupakan kekerasan terhadap anak atau kekerasan terhadap anak berkebutuhan khusus.
Namun, jika memang kasus ini merupakan kekerasan terhadap disabilitas, Nahar menganjurkan pihak keluarga melakukan tes unutk membuktikan apakah Farhan memang anak berkebutuhan khusus atau tidak
"Kalau seandainya dia penyandang disabilitas, harus dibuktikan dulu. Keluarganya tidak mau (Farhan) disebut disabilitas. Tapi belum ada tes," kata Nahar di Universitas Gunadarma, Depok, Selasa (18/7).
Soal apakah Farhan memang anak berkebutuhan khusus, Nahar telah berbincang langsung dengan kedua orang tua Farhan. Orang tua Farhan membantah anaknya berkebutuhan khusus dan tidak ada data yang menunjukkan jika Farhan memang berkebutuhan khusus.
ADVERTISEMENT
"Setelah kami mendengar dari orang tuanya langsung kemarin malam, dia menyatakan anak kami bukan anak berkebutuhan khusus. Pada saat mengumpulkan data belum ada indikasi MF (Farhan) merupakan anak berkebutuhan khusus," tuturnya.
Preskon Kasus Bully di Univ Gunadarma (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Preskon Kasus Bully di Univ Gunadarma (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Orang tua Farhan juga menegaskan putra mereka diterima di Universitas Gunadarma melalui tes masuk. Bahkan nilai-nilainya pun terbilang cukup bagus seperti nilai teman-temannya yang lain.
"MF diterima di Gundar melalui tes masuk. Jadi secara akademik MF lulus tes masuk. Evaluasi belajarnya cukup bagus dan rasanya sama dengan nilai teman-teman lainnya," ujar Nahar.
Kedua orang tua Farhan baru mengetahui putranya diduga anak berkebutuhan khusus lewat media. Hal tersebut membuat keduanya terpuruk. Ibu Farhan pun bahkan menangis karena tuduhan tersebut.
"Orang tua menyatakan anakny tidak (bukan) anak berkebutuhan khusus. Tapi di medsos diberitakan autis. Kondisi di mana saat investigasi terlihat ibunya menangis karena di medsos dikatakan anaknya autis," tuturnya.
Korban bullying di kampus Gunadarma. (Foto: Instagram/thenewbikingregetan)
zoom-in-whitePerbesar
Korban bullying di kampus Gunadarma. (Foto: Instagram/thenewbikingregetan)
ADVERTISEMENT
Di kesempatan yang sama, dr. Ati yang juga merupakan bagian dari tim investigasi kasus ini menuturkan dia tidak bisa menilai apakah Farhan adalah anak berkebutuhan khusus berdasarkan penampilan fisik saja. Diperlukan serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui hal tersebut. Pemeriksaan juga harus dilakukan atas permintaan dari keluarga atau dari yang bersangkutan.
"Apakah dia bisa menjawab dengan lancar, apa bisa bicara menatap langsung lawan bicara, dan beberapa set-set tes lainnya. Interpretasi tesnya itu lama. Enggak mungkin dalam satu dua hari terdiagnonis berkebutuhan khusus atau tidak. Terkait dengan pemeriksaan itu sendiri, kita disini berupaya mencari kebenaran apakah dia anak berkebutuhan khusus atau tidak kami perlu izin dari orang tuanya. Dari kampus akan melakukan itu, tapi atas izin orang tua," kata Ati.
ADVERTISEMENT
Pemeriksaan akan dilakukan jika orang tua Farhan bersedia anaknya diperiksa atau tidak. Pemeriksaan akan menunggu kondisi kedua orang tua yang masih dalam keadaan terpuruk.
"Kami nanti akan mengkomunikasikan kepada mereka apa mereka siap untuk dihadirkan atau tidak. Kita juga artinya harus hati-hati ketika menghadirkan orang tuanya karena orang tuanya masih dalam keadaan terpuruk. Kita harus sounding dulu kapan siap? Siap atau enggak, kami enggak bisa maksa," ujarnya.