Orang Tua vs Guru SD Cabul di Sukabumi

29 November 2018 9:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Perlawanan Korban Pencabulan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perlawanan Korban Pencabulan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Setiap guru memiliki cara masing-masing dalam mengajar dan menjalin kedekatan dengan anak didiknya. Ada yang lebih suka memberikan hadiah sebagai bentuk apresiasi, mendengarkan keluhan murid, hingga sesekali mengajak murid bergurau.
ADVERTISEMENT
Sayangnya tak ada batasan yang jelas dalam hal ini, sehingga terkadang justru memberi peluang tindakan negatif, seperti pencabulan. Guru pun dapat mengelak dituduh cabul dan meracuni murid-muridnya yang masih di bawah umur dengan anggapan bahwa apa yang dilakukannya tergolong wajar.
Seperti yang baru-baru ini terjadi di salah satu SD di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. 5 Siswi menjadi korban pelecehan seksual oleh seorang guru olahraga yang dianggap baik di sekolah.
Guru berinisial US (55) itu mengawali modusnya dengan memberi perhatian berlebih kepada sejumlah siswi. Dia kerap mencium hingga mengenyut bibir murid-murid perempuan. Namun karena kepolosan siswinya, mereka menilai guru tersebut baik.
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Kebaikan US selama ini membuat siswinya nyaman. Hal itu dijadikan US kesempatan untuk melancarkan aksinya. Ada beberapa cara yang dia lakukan seperti mengajak membersihkan kamar mandi, dan mencium bibir anak tersebut di kamar mandi. Menurut keterangan orang tua, para korban tak hanya dicium bibir oleh pelaku, tapi juga mengalami tindakan seksual lainnya.
ADVERTISEMENT
"Pengakuannya suka dicium-ciumin pipi sama bibirnya. Terus dikenyut-kenyut. Kejadiannya ada yang di kelas, ada yang di WC. Awalnya anak-anak enggak ada yang bilang. Anak saya juga enggak bilang, tapi setelah ada satu yang cerita ke orang tua, akhirnya semua jadi tahu," ujar salah seorang orang tua siswi yang menjadi korban saat mendatangi Polresta Sukabumi, Kamis (15/11).
Hal tersebut dibenarkan oleh Kasat Reskrim Sukabumi Kota, AKP Budi Nuryanto. Jumat malam (16/11), 10 saksi dan 5 korban siswi dipanggil untuk dimintai keterangan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Sukabumi.
"Jadi ada beberapa cara yang dilakukan oleh si tersangka yang pertama dia diajak ke kamar mandi untuk membersihkan kamar mandi, kemudian dicium bibirnya, kemudian diajak ke salah satu ruangan kelas untuk membersihkan ruangan kemudian dicium bibirnya, masuk juga ke ruang perpustakaan, terus di ruangan kesehatan," urai Kasat Reskrim Sukabumi Kota, AKP Budi Nuryanto saat ditemui kumparan di Polres Sukabumi Kota, Jumat (23/11).
Warga memasuki area Polres Sukabumi. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga memasuki area Polres Sukabumi. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Usai memeriksa saksi dan korban, polisi meminta keterangan pelaku. Menurutnya, siswa yang menjadi korban berusia sekitar 8 hingga 11 tahun. Kini pelaku masih diperiksa di unit PPA dan kasusnya masih berjalan.
ADVERTISEMENT
Terkait hal ini, kepala sekolah Yuyu Yuningsih (55), mengaku sudah mendapat laporan sejak Oktober silam. Kepada Yuyu, US mengakui perbuatannya namun mengelak disebut melecehkan murid-murid perempuan. Dia berdalih memberikan rewards juga sebagai ungkapan kasih sayang kepada murid yang unggul dalam adu cepat lari.
"Dia mengaku tidak ada maksud lain, apalagi melakukan pelecehan seperti yang dituduhkan orang tua siswa," tutur Yuyu.
Kendati US membantah, Yuyu tidak tinggal diam. Saat itu ia pun melaporkan adanya laporan dari orang tua siswa kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi pada Senin, 29 Oktober 2018. Dua hari kemudian, Rabu (31/10), Dinas Pendidikan mengeluarkan surat keputusan (SK) pemindahan tugas.
Namun, surat pemindahan tugas itu belum berlaku, karena hingga kini US masih berstatus tersangka. Ia juga terancam hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
Proses pemeriksaan tersangka pelecehan seksual di Polres Sukabumi. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Proses pemeriksaan tersangka pelecehan seksual di Polres Sukabumi. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Pendampingan dari P2TP2A untuk para korban
ADVERTISEMENT
Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sukabumi Kota prihatin terhadap 5 anak yang menjadi korban pelecehan seksual US. Menurutnya kasus seperti ini bukan terjadi pertama kali. Ada banyak kasus serupa yang terjadi seperti di salah satu sekolah di Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
P2TP2A mendampingi ke 5 anak tersebut untuk mendapatkan keadilan. P2TP2A ini juga menyediakan psikolog yang berupaya memberikan terapi psikologis anak-anak tersebut supaya tidak trauma.
"Karena kita juga di P2TP2A ada psikolog, jadi nanti dari psikolog itu satu anak dengan yang lainnya juga akan penanganan yang berbeda gitu," ujar Elis Nurbaeti Ketua Harian P2TP2A Sukabumi, Jumat (23/11).
Ketua Harian P2TP2A Sukabumi, Elis Nurbaeti. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Harian P2TP2A Sukabumi, Elis Nurbaeti. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Elis mengkhawatirkan apa yang dilakukan US kepada anak-anak tersebut akan mempengaruhi masa depannya dan menyebabkan trauma. Elis juga mengimbau bagi anak dan perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual diharapkan berani buka suara dan mencari keadilan.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, P2TP2A berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya agar memberikan efek jera. Ia juga meminta aparat hukum mengimplementasikan hukum perlindungan korban pelecehan seksual dengan baik agar semua kasus pelecehan seksual yang dilaporkan oleh banyak korban dapat selesai dengan tuntas.
Pasalnya, selama ini P2TP2A menilai implementasi hukum perlindungan korban pelecehan seksual masih belum berjalan dengan baik. Ia menakutkan bila implementasi perlindungan anak dan perempun masih belum berjalan dengan baik akan menimbulkan banyaknya kasus pelecehan seksual.
"Kalau saya lihat regulasinya sudah baik cuma memang kita sering kecewa dengan implementasinya. Ada beberapa ya mungkin di daerah masih terjadi misalnya ketika ada pelecehan seksual, dan di situ masih ada upaya-upaya damai misalnya, padahal kan itu sudah tidak boleh dilakukan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Simak perjuangan para penyintas kekerasan seksual lainnya di konten spesial dalam topik Korban Cabul Melawan.