Panduan Lengkap Mudik 2018: Bermotor Menyusuri Jalur Selatan

8 Juni 2018 15:10 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Penggunaan sepeda motor untuk mudik dilarang karena alasan keselamatan. Meski tidak dianjurkan, para penggunanya kerap menjadikan kendaraan roda dua ini sebagai alternatif transportasi yang murah, efisien, dan praktis.
ADVERTISEMENT
Hanya saja untuk menunjang aspek keselamatan, perlu persiapan khusus selama perjalanan mudik menggunakan sepeda motor tetap aman, nyaman, lancar, dan selamat sampai tujuan.
Seperti membatasi barang bawaan, menggunakan perlengkapan berkendara meliputi helm full face, jaket, sarung tangan, sepatu yang menutupi mata kaki hingga protector pada lutut dan siku.
Pada kesempatan ini, kumparan menjajal bagaimana rasanya mudik menggunakan kendaraan roda dua menyusuri jalur selatan hingga Yogyakarta. Selama dua hari perjalanan dan jarak tempuh hampir mencapai 600 km, banyak cerita yang kami lalui.
Jakarta-Puncak
Salah satu SPBU di Jalan Raya Bogor menjadi check point pertama kami untuk mengisi penuh tangki bahan bakar motor yang kami kendarai. Pengeluran pertama Rp 80 ribu, tangki bbm BMW G 310 GS kami sudah terisi full dengan bahan bakar RON 92. Kemudian perjalanan menuju puncak kami lanjutkan melintasi Bukit Pelangi, Cibubur sebagai jalur alternatif untuk menghindari Gadog dan Kota Bogor yang cenderung padat.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di puncak pass, kami beristirahat kurang lebih 20 menit setelah berkendara kurang lebih 2 jam. Di sana kami menemukan sejumlah ruas jalan yang sedang dibenahi, salah satunya di tikungan setelah puncak pass.
Proyek tebing di puncak antisipasi longsor (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Puncak, Cianjur, dan Bandung
Tanpa menunggu lama, kami langsung tancap gas untuk menuruni puncak menuju Bandung melewati Cianjur dan Padalarang. Di Cianjur, kami harus mengunjungi salah satu bengkel untuk memasang baut plat nomor belakang, pasalnya saat melintas di Cibodas yang padat merayap, salah satu pejalan kaki mengingatkan kami soal plat nomor belakang yang hampir terlepas.
Setelah itu, perjalanan kami lanjutkan. Kondisi permukaan jalan Cianjur hingga Padalarang kami pantau cukup ramah khususnya bagi pengendara motor, dalam artian tambalan jalannya tidak begitu mengganggu. Hanya saja situasinya yang cenderung lengang dan didominasi jalan yang lurus dan lebar harus diwaspadai karena memicu menggeber motor dengan kecepatan tinggi.
ADVERTISEMENT
Tak terasa 2 jam perjalanan berikutnya sudah kami lalui hingga menapakkan ban motor di Bandung. Kondisi jalan Soekarno Hatta yang ramai lancar siang itu menguji kesabaran kami untuk tetap berkendara sebaik mungkin. Apalagi saat memasuki Cicalengka, kondisi lalu lintas semakin padat dengan ramainya angkot serta bis AKAP dan AKDP yang menunggu penumpangnya di bahu jalan.
Bandung-Tasikmalaya
Dari kawasan Bandung kemudian kami menelusuri jalur Nagreg. Di sini kami putuskan untuk beristirahat sejenak melepas penat sembari menyelonjorkan badan setelah hampir 5,5 jam perjalanan.
Oh iya, jangan sampai salah saat menemui percabangan Tasikmalaya dan Garut, ke kiri menuju Tasikmalaya dan kanan menuju Garut. Karena kami menuju arah Jawa Tengah, maka kami pilih jalur Tasikmalaya.
Jalur mudik di Simpang Nagrek. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Tasikmalaya, Ciamis, dan Purwokerto
ADVERTISEMENT
Kondisi jalan yang berbukit dan berkelok-kelok sepanjang Tasikmalaya hingga Ciamis perlu konsentrasi yang optimal karena bidang pandang yang terbatas. Bagi pemudik yang menggunakan motor, kami rasa kondisi jalannya cukup baik, lubang jalan pun minim sepantauan kami.
Perjalanan yang mengasyikan dan mengesankan melalui jalur berkelok-kelok ini kemudian kami cukupkan untuk beristirahat di Ciamis sembari buka puasa. Setelah badan kembali bugar diisi makanan ringan dan minuman yang cukup, ditambah tangki bbm yang juga sudah terisi kembali, perjalanan kami lanjutkan menuju Purwokerto sebagai tempat transit sebelum ke Yogyakarta, total lama perjalanan hari pertama ini 10,5 jam.
Purwokerto-Yogyakarta
Hari kedua dari Purwokerto menuju kampung halaman di Yogyakarta kami tempuh dengan catatan waktu 7,5 jam. Jalurnya dari Purwokerto ke Buntu, Sumpiuh, Tambak sampai Kebumen. Sayang kondisi jalannya tidak semulus saat kami berada di Jawa Barat. Kondisi jalan yang penuh tambalan membuat perjalanan sedikit terganggu.
ADVERTISEMENT
Setelah menapakkan ban di Kebumen, kami kembali mengunjungi SPBU untuk mengisi minum kuda besi kami. Bukan tanpa sebab, karena dari Kebumen hingga Yogyakarta, perjalanan akan kami lanjutkan melalui jalur alternatif jalan Daendels yang minim akan pom bensin, sehingga meminimalisir kehabisan bensin di tengah jalan, kami isi dulu dengan kocek Rp 50 ribu.
Perjalanan mudik jalur selatan menggunakan motor. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Jalur alternatif ini pula kami rasakan kondisinya tidak sebaik sebelumnya, penuh tambalan dan lubang jalan yang menggangu pengendara motor khususnya. Penerangan jalan pun juga tidak begitu banyak, hanya saja banyak rest area, dan rumah ibadah yang dapat digunakan sewaktu-waktu untuk beristirahat.
Hingga petang tiba, akhirnya kami tiba di Wates. Kondisi jalannya berbanding terbalik dengan yang ada di jalur alternatif, begitu halus dan lebar, membuat siapa saja yang melintas tentunya akan semakin rindu dengan kota Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
----
Panduan lengkap mudik lebaran 2018 bisa Anda ikuti di topik Panduan Mudik 2018. Story-story panduan lengkap mudik lebaran 2018 akan kami sajikan pada Jumat, 8 Juni hingga Senin 11 Juni 2018. Selamat mudik, dan tetap berhati-hati di perjalanan!