Panglima TNI Ceritakan Masa Kecilnya Jadi Anak Kolong

29 November 2018 18:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(kiri-kanan) Jenderal TNI Andika Perkasa, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Jenderal TNI Mulyono saling berjabat tangan. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
(kiri-kanan) Jenderal TNI Andika Perkasa, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Jenderal TNI Mulyono saling berjabat tangan. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto sumringah usai menerima bantuan corporate social responsibility (CSR) dari Bank Central Asia (BCA). bantuan itu rumah tinggal prajurit TNI di berbagai wilayah menjadi lebih layak.
ADVERTISEMENT
Dalam sambutannya, Hadi mengenangkan masa kecil. Sebagai anak serdadu, Hadi sempat merasakan sempitnya hidup di rumah dinas prajurit TNI.
“Mulai kecil sejak bayi sebelum menjadi tentara tinggal di rumah dinas, sehingga ada sebutan anak kolong. Kenapa anak kolong? karena kamarnya cuma satu dan tempat tidurnya cuma dua. Akhirnya anak nomor satu tidur di kasur dan anak momer dua tidur di kolong. Itulah asal muasal anak kolong,” kelakar Hadi di Aula Matjan Tutul, Markas Koarmada 1, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat pada Kamis (29/11).
Dengan adanya bantuan CSR dari BCA, Hadi berharap tidak ada lagi istilah tersebut bagi prajuritnya di masa mendatang. Pasalnya, hampir 211 rumah dinas telah diperbaiki dengan bantuan tersebut.
Panglima TNI Hadi Tjahjanto di konferensi pers terkait kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 di JICT 2, Rabu (31/10/2018). (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Panglima TNI Hadi Tjahjanto di konferensi pers terkait kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 di JICT 2, Rabu (31/10/2018). (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Bantuan ini juga diharapkan Hadi bisa menekan beragam masalah yang mungkin dialami prajurit TNI di wilayah tugas. Salah satunya adalah masalah sosial.
ADVERTISEMENT
“Kadang datang ke satu daerah kemudian istrinya tinggal di Jawa. Karena tidak punya rumah di daerah, ngekos. Di kos harus makan keluar dan belanja di luar kenal anaknya yang jualan pecel. Di situlah terjadi masalah, kemudian karena dituntut akhirnya jalan pintas,” canda Hadi.
Ia juga khawatir, para Serdadu yang tinggal di indekos bisa termonitor bandar narkoba. Mereka memanfaatkan kelemahan finansial prajurit tersebut untuk bekerja sama. Akhirnya, timbulah masalah kriminal.
“Masalah ini yang sekarang kami terus berusaha setiap tahun agar bisa mengadakan rumah dinas untuk kebutuhan masyarakat mendasar prajurit. Karena sekarang kami harus mulai berpikir, bagaimana kami bisa penuhi kebutuhan rumah dinas prajurit dengan berbagai cara, termasuk di antaranya terus setiap tahun kami terus adakan secara bertahap sesuai dengan restra (rencana strategis),” tutup Hadi.
ADVERTISEMENT