Para Penghayat Kepercayaan Kini Bisa Menikah dengan Tenang

24 Juli 2019 13:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joko Widodo memberikan keterangan pers di stasiun MRT Senayan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo memberikan keterangan pers di stasiun MRT Senayan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2019, salah satunya menambahkan tentang pengakuan dan ketentuan pencatatan perkawinan bagi penghayat kepercayaan. PP ini merupakan Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
ADVERTISEMENT
Pencatatan perkawinan ini ditujukan bagi warga yang bukan penganut agama yang diakui di Indonesia. Aturan ini sudah diteken oleh Presiden Jokowi tertanggal 23 Mei 2019.
Aturan soal pencatatan perkawinan penghayat kepercayaan tertuang dalam Bab VI yakni 'Tata Cara Pencatatan Perkawinan bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa'. PP ini juga bisa diakses lewat laman jdih.setneg.go.id
"Perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dilakukan di hadapan pemuka penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa," bunyi Pasal 39 ayat (1).
Alat musik tradisional Sunda. Foto: Ridho Robby/kumparan
Pemuka penghayat tersebut harus berasal dari organisasi yang telah terdaftar pada kementerian. Pemuka penghayat ini nanti akan mengisi dan menandatangani surat perkawinan.
"Pencatatan perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dilakukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau UPT Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah dilakukan perkawinan dihadapan pemuka penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa," tulis Pasal 40 ayat (1).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, tak ada perbedaan dokumen-dokumen yang harus diisi dan diserahkan ke pejabat Pencatatan Sipil. Pasangan suami istri diminta melampirkan dokumen berupa: surat perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pas foto, akta kelahiran, dan dokumen perjalanan luar negeri suami dan/atau istri bagi orang asing.
Setelah proses verifikasi dan validasi, pejabat pencatatan sipil akan menerbitkan akta perkawinan selayaknya pasangan lainnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya mengabulkan permohonan uji materi yang dilayangkan penganut penghayat kepercayaan, terkait sejumlah pasal diskriminatif dalam UU Nomor 23 Tahun 2006. MK mensahkan pencatuman kolom penghayat kepercayaan di e-KTP dengan nomor putusan perkara 97/PUU-XIV/2016.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan kata ‘agama’ dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk ‘kepercayaan’,” ucap Hakim MK Arief Hidayat dalam sidang putusan, 7 November 2017.
ADVERTISEMENT