Partai Berkarya Bantah Berkantor di Gedung Granadi yang Disita Negara

19 November 2018 22:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Partai Berkarya (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Partai Berkarya (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Gedung Granadi di Jalan HR Rasuna Said milik Keluarga Cendana telah disita oleh negara. Penyitaan dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan gugatan Kejaksaan Agung terhadap Yayasan Supersemar.
ADVERTISEMENT
Ketum Partai Berkarya, Hutomo Mandala Putra atau kerap dipanggil Tommy Soeharto merupakan salah satu pihak yang ikut menempati gedung tersebut.
Namun, anggota Majelis Tinggi Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang menyatakan posisi Tommy sebagai Presiden Komisaris Humpuss Group yang menjadi salah satu pihak penyewa di Gedung Granadi.
"Soal penyitaan Gedung Granadi terkait kepemilikan Yayasan Supersemar sudah lama disampaikan dan diributkan media sejak Juli 2018. Kedua belah pihak yang bersengketa sedang melakukan konsolidasi melalui jalur hukum," kata Badaruddin dalam siaran persnya, Senin (19/11).
Ia juga mengklarifikasi kabar yang beredar soal Gedung Granadi merupakan kantor DPP Partai Berkarya. Menurutnya, Kantor DPP Partai Berkarya berada di Jalan Antasari Nomor 20, Cilandak, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Badaruddin juga meminta agar penyitaan itu tidak dikaitkan dengan Ketum Partai Berkarya, Tommy Soeharto. Sebab, Tommy disebut tidak ada sangkut paut antara Yayasan Supersemar dengan kasus tersebut.
"Tidak ada sangkut paut dengan sengketa Yayasan Supersemar. Posisi Hutomo sebagai Presiden Komisaris Humpuss Group yang berkantor di Granadi adalah penyewa, sama statusnya dengan penyewa lainnya," ujarnya.
"Yayasan Supersemar juga penyewa dan pemilik saham minoritas di pengelolaan Gedung Granadi. Dimana pemilikan gedung dikelola oleh badan hukum PT (Perseroan Terbatas) bukan yayasan," lanjutnya.
Ia menambahkan, Partai Berkarya bukan milik keluarga tapi partai milik semua pencinta Soeharto. Sebab, ia menuturkan partai ini didirikan untuk meneruskan semangat dan cita-cita Trilogi Pembangunan yaitu stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. "Partai Berkarya bukan partai Korupsi, Kolusi dan Nepotisme," pungkasnya
ADVERTISEMENT
Yayasan Supersemar diwajibkan membayar Rp 4,4 triliun kepada negara setelah Kejaksaan Agung menggugat lembaga bentukan Presiden kedua RI Soeharto itu lewat jalur perdata.
Dalam gugatannya, Kejaksaan Agung menyebut ada penyelewengan dana yang dikumpulkan Yayasan Supersemar dari BUMN. Dana yang seharusnya diberikan ke para penerima beasiswa, malah disalurkan ke beberapa perusahaan.