news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Partai Hun Sen Menang Telak di Pemilu Kamboja yang Dianggap "Cacat"

30 Juli 2018 9:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengikuti pemilu keenam sejak negaranya merdeka dari perang. (Foto: MANAN VATSYAYANA / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengikuti pemilu keenam sejak negaranya merdeka dari perang. (Foto: MANAN VATSYAYANA / AFP)
ADVERTISEMENT
Partai berkuasa Kamboja pimpinan Hun Sen kembali menang telak pada pemilu, Minggu (29/7). Negara-negara Barat memandang pemilu ini "cacat" karena tidak demokratis, bebas, dan adil. Sanksi Barat telah disiapkan untuk Kamboja.
ADVERTISEMENT
Diberitakan AFP, pada Senin (30/7), Partai Rakyat Kamboja (CPP) mengumumkan kemenangan mereka dalam pemilu tersebut. Juru bicara CPP Sok Eysan mengatakan, berdasarkan penghitungan awal Komisi Pemilu Nasional CPP memenangkan 100 dari 125 kursi parlemen yang diperebutkan.
"CPP akan mendapatkan 80 persen suara populer. Ini adalah kemenangan besar bagi kami," kata Sok.
Dengan kemenangan ini, Hun Sen yang telah memimpin Kamboja selama 33 tahun akan kembali terpilih sebagai perdana menteri. Berbicara di Facebook, pemimpin berusia 65 tahun ini menjanjikan stabilitas dan perkembangan ekonomi di Kamboja.
"Kompatriot telah memilih jalur demokrasi dan menggunakan hak mereka," kata Hun Sen yang sudah berkuasa sejak 1985.
Kemenangan besar Hun Sen dianggap sebagai hasil kecurangan dan intimidasi. Memang ada 19 partai kecil yang ikut dalam pemilu, namun pengaruh mereka tidak berarti.
Warga Kamboja memeriksa nama mereka di daftar pemilih di sebuah TPS di Phnom Penh pada 29 Juli 2018. (Foto: AFP PHOTO / Manan Vatsyayana)
zoom-in-whitePerbesar
Warga Kamboja memeriksa nama mereka di daftar pemilih di sebuah TPS di Phnom Penh pada 29 Juli 2018. (Foto: AFP PHOTO / Manan Vatsyayana)
Dua partai, Partai Funcinpec dan Partai Liga Demokrasi masing-masing hanya mendapatkan lima dan enam kursi parlemen. CPP telah memenangkan pemilu sejak 1998 dan tidak ingin menyerahkan tampuk kekuasaan ke partai lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam salah satu langkah yang dikecam dunia, pada tahun lalu Hun Sen membubarkan satu-satunya partai oposisi besar yang memiliki banyak pendukung, Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP), dan memenjarakan pemimpinnya, Kem Sokha, atas tuduhan pengkhianatan.
Menurut mantan presiden CNRP Sam Rainsy yang tinggal di pengasingan, pemilu kali ini adalah kemenangan semu Hun Sen. Kemenangan CPP dianggap menodai demokrasi.
Dari 8,3 juta pemilih yang terdaftar, sebanyak 82 persennya menggunakan hak suara mereka, berdasarkan data komisi pemilu Kamboja. Jumlah ini turun dari 90 persen pada pemilu lokal 2017.
Panitia Pemilihan Umum Nasional Kamboja (NEC) mengosongkan kotak suara untuk menghitung selama pemilihan umum di  di Phnom Penh, Sabtu (28/7). (Foto: AFP PHOTO / Tang Chhin Sothy)
zoom-in-whitePerbesar
Panitia Pemilihan Umum Nasional Kamboja (NEC) mengosongkan kotak suara untuk menghitung selama pemilihan umum di di Phnom Penh, Sabtu (28/7). (Foto: AFP PHOTO / Tang Chhin Sothy)
Seruan boikot pemilu telah disampaikan CNRP. Namun warga mengaku takut dituding pengkhianat jika tidak mencoblos dalam pemilu. Menurut Reuters yang mewawancara para pemilih di ibu kota Phnom Penh, warga terpaksa datang ke tempat pemilihan karena tidak ingin terlibat masalah.
ADVERTISEMENT
Sanksi Barat
Negara-negara Barat telah mengecam praktik demokrasi di Kamboja. Berbagai sanksi telah dilayangkan untuk negara itu. Sanksi tambahan akan segera dijatuhkan kepada Kamboja, salah satunya oleh Amerika Serikat yang tahun lalu melancarkan pembatasan visa untuk para pejabat di negara itu.
"Pemilu yang cacat, tanpa menyertakan partai oposisi utama, adalah kemunduran besar dalam sistem demokrasi yang termaktub dalam konstitusi Kamboja," juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders.
"Amerika Serikat akan melakukan langkah untuk merespons pemilu dan kemunduran lainnya dalam demokrasi dan HAM di Kamboja, termasuk peluasan pembatasan visa yang diumumkan pada 6 Desember 2017," lanjut Sanders.
Uni Eropa juga menyatakan akan melancarkan sanksi tambahan untuk Kamboja. Kanada juga menyampaikan hal yang sama. Kementerian Luar Negeri Kanada mengatakan pemilu Kamboja "diwarnai oleh intimidasi dan manipulasi suara."
ADVERTISEMENT