PBB Mendata 206 Perusahaan yang Bantu Israel Bangun Permukiman Yahudi

1 Februari 2018 10:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Permukiman Yahudi  (Foto: Reuters/Ronen Zvulun)
zoom-in-whitePerbesar
Permukiman Yahudi (Foto: Reuters/Ronen Zvulun)
ADVERTISEMENT
Kantor urusan HAM PBB, UNHRC, telah mengidentifikasi 206 perusahaan yang membantu Israel dalam membangun permukiman Yahudi ilegal di tanah Palestina. Identifikasi perusahaan-perusahaan ini sontak bikin Israel kebakaran jenggot.
ADVERTISEMENT
Diberitakan Reuters, Rabu (31/1), UNHRC mengatakan mayoritas perusahaan itu, sebanyak 143 perusahaan, berdomisili di Israel atau di permukiman Yahudi, 22 lainnya dari Amerika Serikat. Sisanya berasal dari 19 perusahaan, termasuk Jerman, Belanda, Prancis, dan Inggris.
Ratusan perusahaan itu andil untuk konstruksi, pengawasan, transportasi, perbankan dan operasi finansial seperti kredit pemilikan rumah di permukiman Yahudi ilegal. PBB belum menyebutkan nama-nama perusahaan tersebut dengan alasan data mereka belum lengkap benar.
"Mereka memainkan peran penting dalam pembangunan, perawatan, dan perluasan permukiman Israel," kata laporan PBB.
"Perusahaan-perusahaan itu berkontribusi pada perampasan tanah oleh Israel, memfasilitasi perpindahan populasinya ke Wilayah Pendudukan Israel, dan terlibat dalam eksploitasi sumber daya alam Palestina," lanjut PBB lagi.
Permukiman Yahudi  (Foto: Reuters/Ronen Zvulun)
zoom-in-whitePerbesar
Permukiman Yahudi (Foto: Reuters/Ronen Zvulun)
Pembangunan permukiman selain ilegal karena melanggar hukum internasional soal batas wilayah Palestina dan Israel yang ditetapkan pada 1967, juga pelanggaran hak asasi warga Palestina, seperti kebebasan beragama, bergerak, pendidikan, dan akses untuk tanah, air, dan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Pernyataan PBB ini bikin Israel khawatir. Pemerintah Israel takut jika nama-nama perusahaan itu dibeberkan dan masuk daftar hitam akan jadi sasaran boikot dan divestasi. Menurut Israel, perusahaan itu melakukan pekerjaan yang sah dan tidak melanggar hukum.
"Israel tidak ingin melihat kantor HAM PBB di garis depan gerakan BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi)," kata Duta Besar Israel di PBB Aviva Raz Shechter.
Rencananya laporan PBB itu akan melalui debat di sesi rapat Dewan HAM PBB pada 26 Februari-23 Maret mendatang.