PDIP Kritik Anies soal Biaya Pendamping Musrenbang Rp 150 Ribu/Hari

28 Agustus 2018 20:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua fraksi PDIP Gembong Warsono (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua fraksi PDIP Gembong Warsono (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menandatangani Pergub Nomor 81 Tahun 2018 tentang Satuan Biaya Khusus untuk Kegiatan Rembuk Rukun Warga dan Musrenbang dalam Rangka Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Keputusan ini mendapat kritik dari DPRD DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai, pelaksanaan Musrenbang sudah berjalan dengan baik dan lancar meski tak ada pendamping. Karena itu, dia menilai keputusan ini hanya menjadi pemborosan anggaran.
“Saya jadi enggak ngerti jalan pikiran Gubernur. Artinya gini, kalau masalah pemborosan anggaran kesannya enggak baik. Tapi soal bagaimana mempermudah input Musrenbang kan sudah template, kan selama ini enggak ada soal kok,” kata Gembong di DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Selasa, (28/8).
Anies Baswedan di Musrenbang Jakarta Utara (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anies Baswedan di Musrenbang Jakarta Utara (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
Seperti diketahui setiap pendamping pada kegiatan rembug RW dan Musrenbang mulai dari RW, kecamatan sampai provinsi mendapatkan uang saku atau transpor Rp 150.000 per hari setiap rapat.
Gembong mengatakan, selama ini sudah ada skala prioritas dalam setiap RW yang bisa membantu serapan anggaran Pemprov DKI. Sehingga dia mempertanyakan keputusan Anies mengangkat pendamping Musrenbang.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya di template Bappeda itu sudah jelas. Makanya aku enggak ngerti tujuan gubernur angkat pendamping,” ujar Gembong.
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta itu curiga, pendamping yang nantinya ditunjuk oleh Anies adalah tim suksesnya. Untuk mencegah hal itu, Gembong menyarankan yang diberi pelatihan untuk pendamping adalah masing-masing Ketua RW.
“Kalau bicara kebutuhan warga, pasti RW yang lebih tahu. Kan kita enggak tahu nanti yang diangkat siapa. Jangan-jangan tim suksesnya Anies semua. Boleh kita curiga. Jangan-jangan Timses yang selama ini belum dapat tempat dimasukin ke situ, dibayarin APBD. Pemborosan tidak jelas,” tutur Gembong.
“Mending ke depan para Ketua RW diberi pelatihan oleh Bappeda, bukan orang-orang baru. Karena yang tahu masalah itu RW, entah itu ketuanya atau sekretarisnya yang penting pengurus inti RW,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu Gembong akan memeriksa anggaran yang digunakan untuk biaya pendamping karena baru diajukan di APBD Perubahan. Gembong mengungkapkan apabila penggunaan anggaran memang tidak jelas, maka pihaknya berhak mempertanyakan hal itu.
“Kita lihat nanti di Komisi A, itu Bappeda kan? Kita plototin dululah. Kami objektif ya, selama mempercepat pembangunan untuk masyarakat kita enggak ada soal. Tapi kalau penghamburan yang notabene enggak jelas kami boleh bertanya juga,” tutup Gembong.
Dalam Pergub Nomor 81 Tahun 2018 dijelaskan pendamping yang dimaksud adalah seseorang atau kelompok masyarakat dari unsur anggota masyarakat yang memiliki tugas melakukan asistensi atau pendampingan proses identifikasi permasalahan, penentuan kebutuhan dan perumusan usulan solusi permasalahan serta telah mendapatkan pelatihan dari fasilitator yang ditugaskan oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT