PDIP: Tudingan Setya Novanto Strategi Agar Lolos dari Jeratan Hukum

23 Maret 2018 11:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahmad Basarah, Wasekjen bidang pemerintahan (Foto: Intan Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Basarah, Wasekjen bidang pemerintahan (Foto: Intan Novian/kumparan)
ADVERTISEMENT
PDIP membantah keras pernyataan mantan Ketua DPR Setya Novanto yang menyebut dua politikus PDIP, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menerima uang korupsi e-KTP.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi Hukum DPR RI Fraksi PDIP Ahmad Basarah mengatakan, pernyataan Novanto tersebut didasarkan keterangan orang lain yaitu Made Oka Masagung. Oleh karena itu, Basarah menilai ucapan Setnov tersebut sangat gegabah dan provokatif.
“Pernyataan yang secara hukum gegabah dan strategi untuk menjadikan majelis hakim dan penuntut umum tidak fokus untuk membuktikan kesalahan terdakwa Setya Novanto,” kata Basarah dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/3).
Keterangan ini diragukan, lanjut Basarah, karena Setnov tidak secara langsung melihat, mendengar, dan mengalami sendiri peristiwa tersebut.
Ia hanya mendasarkan pada pernyataan orang lain yang juga tersangka kasus e-KTP. Sehingga, Basarah mengatakan pernyataan Novanto itu tidak dapat diklasifikasikan sebagai saksi dan alat bukti dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP.
ADVERTISEMENT
“Dalam hukum acara pidana kesaksian Setya Novanto ini disebut sebagai Terstimoniun de auditu yaitu kesaksian karena mendengar dari orang lain yang tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti langsung,” ujar Basarah yang akan segera dilantik jadi pimpinan MPR ini.
Lebih lanjut, Basarah mengatakan, keterangan Setnov bukanlah alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Artinya, menurut dia, penuntut umum dan persidangan tetap mempunyai kewajiban membuktikan kesalahan terdakwa dengan alat bukti yang lain.
“Dengan demikian keterangan terdakwa tidak dapat dianggap sebagai kebenaran materiil tanpa dikuatkan dengan alat bukti yang lain,” terang Basarah.
Menurut Basarah, pernyataan Setnov juga tidak bisa dipercaya begitu saja. Sebab, selama ini ia dianggap orang yang tidak kooperatif dalam menghadapi proses hukum yang dihadapinya.
Pramono Anung dan Puan Maharani (Foto: Yudistira Amsal, Garin Gustavian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pramono Anung dan Puan Maharani (Foto: Yudistira Amsal, Garin Gustavian/kumparan)
“Kredibilitas terdakwa yang demikian tentu akan menyebabkan keterangan yang diberikannya di persidangan termasuk tiba-tiba menyebut pihak lain menerima aliran dana, hanyalah bagian strategi untuk lolos dari jerat hukum dan mengaburkan perkara yang menjeratnya,” tutup Basarah.
ADVERTISEMENT
Setnov membeberkan beberapa nama yang menerima aliran dana korupsi e-KTP. Nama-nama tersebut ia beberkan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/3). Empat nama anggota PDIP yang disebutkan, yakni Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Olly Dondokambey (Gubernur Sulawesi Utara), Puan Maharani (Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) dan Pramono Anung (Sekretaris Kabinet).