Pedagang Baru yang Biasanya Langgar Aturan Jual Beli Atribut Polri

17 Juli 2018 18:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rudi pemilik Toko CV Brawijaya, penjual atribut militer (Foto: Reki Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rudi pemilik Toko CV Brawijaya, penjual atribut militer (Foto: Reki Febrian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Warga sipil yang ingin memiliki seragam kepolisian atau instansi lainnya rupanya tidak terlalu sulit. Hal ini pula yang memicu munculnya polisi gadungan seperti yang baru ditangkap Tim Cakra Police Respons (CPR) terhadap Joseph Anugerah.
ADVERTISEMENT
Ketua Perhimpunan Penjual Perlengkapan ABRI (PPPA) Junaidi menerangkan, untuk membuka usaha penjualan atribut insitusi perlu ada izin khusus. Misalnya melengkapi data seperti Surat Izin Usaha, NPWP, hingga KTP.
Tapi, setelah izin keluar, tidak semua pedagang memenuhi aturan penjualan atribut. Junaidi menyebut, biasanya pelanggaran ini dilakukan oleh para pedagang baru.
“Istilahnya gini, ada Hak untuk berjualan, juga ada kewajiban untuk memenuhi itu semua. Tetapi zaman sekarang orang sudah pengin cari uang, Ya beberapa peraturan tidak dipenuhi. Biasanya itu pedagang baru yang begitu,” ungkap Junaidi di Pasar Senen, pada Selasa (17/7).
Toko Kemala Sari, menjual atribut TNI-Polri (Foto: Reki Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Toko Kemala Sari, menjual atribut TNI-Polri (Foto: Reki Febrian/kumparan)
Sementara salah seorang pedagang Rudi menuturkan, pembeli yang datang memang didominasi oleh anggota insitusi tertentu. Mereka biasanya mampir bila ada atribut yang rusak dan tak punya waktu banyak untuk membeli di koperasi.
ADVERTISEMENT
“Kebanyakan pembeli memang dari Anggota, katakanlah jika mau upacara, tapi tanda pangkat mereka sudah rusak, atau baret mereka sudah buluk,” kata Rudi, di CV Brawijaya, Jalan Kramat Bunder, Pasar Senen.
Toko Kemala Sari, menjual atribut TNI-Polri (Foto: Reki Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Toko Kemala Sari, menjual atribut TNI-Polri (Foto: Reki Febrian/kumparan)
Selain itu, anggota biasanya memilih membeli tidak di koperasi karena harganya lebih mahal dibanding di toko-toko. Dengan konsekuensi, kualitas bahan sedikit lebih rendah dengan yang di koperasi.
“Biasalah, koperasi mereka kan juga untuk hidup sendiri. Ya bisa 2 kali lebih mahal di sana, tapi yang kita jual ini berbeda bahannya. Ada yang khusus memang untuk anggota,” kata Rudi.
Rudi mendapat beberapa barang tersebut langsung dari produsen yang terletak di Bandung. Ia juga menjual mulai dari tanda pangkat kepolisian, sepatu lapangan hingga baret.
ADVERTISEMENT
“Salah satunya untuk kain kami dapat juga dari Sritex, Solo, yang juga membuat seragam untuk tentara. Tetapi kualitasnya jelas lebih bagus yang memang untuk jatah anggota,” tambahnya.