Pelaku Teror Libatkan Anak Dijatuhi Pidana Tambahan 1/3 Masa Kurungan

25 Mei 2018 14:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barbuk kendaraan akibat teror bom Surabaya (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Barbuk kendaraan akibat teror bom Surabaya (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
DPR secara resmi telah mengesahkan RUU Antiterorisme menjadi UU dalam sidang paripurna yang digelar pada Jumat (25/5). Namun, terdapat pasal yang menarik terkait pidana tambahan bagi aksi terorisme yang melibatkan anak-anak.
ADVERTISEMENT
Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 16A yang berbunyi:
Setiap orang yang melakukan tindak pidana terorisme dengan melibatkan anak, ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).
Anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi Golkar, Dave Laksono menjelaskan, pasal 16A muncul sebelum terjadi aksi teror bom bunuh diri di Surabaya yang melibatkan sejumlah anak-anak. Dia mengatakan, pasal tersebut muncul pada saat pembahasan awal di Pansus RUU Antiterorisme.
“Pasal itu muncul sejak lama, sejak awal pembahasan di pansus. Karena kita berkaca kepada aksi-aksi terorisme di dunia internasional yang banyak melibatkan anak-anak. Sehingga kita masukan pasal itu,” kata Dave saat dihubungi, Jumat (25/5).
Dave mengatakan, pansus ketika itu berpandangan bahwa aksi terorisme yang libatkan anak-anak bisa saja terjadi di Indonesia. Dan nyatanya, hal itu terjadi pada aksi teror bom Surabaya beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
“Awalnya kita pikir mungkin ini (aksi teror libatkan anak-anak) bisa terjadi di Indonesia. Dan nyatanya terjadi juga kan. Itu semangat pansus dari munculnya pasal 16A itu,” ungkap Dave.
Kasus pelibatan anak dalam pemboman di Surabaya oleh Dita Oepriarto dan Tri Murtiono mengundang banyak kecaman. Bahkan Aman Abdurrahman yang disebut-sebut sebagai pemimpin kelompok terorisme Jemaah Ansharut Daulah (JAD) menyebutnya sebagai tindakan keji.
“Mengajak anak-anak dalam peledakan bom tidak mungkin muncul dari orang yang memahami Islam. Itu tindakan keji,” ucap Aman saat membacakan pleidoi sebagai terdakwa kasus bom Thamrin, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (25/5).
Aman menilai pelaku teror di Surabaya merupakan orang sakit jiwa. "Orang yang melakukan tidak tahu syariat Islam, sakit jiwanya dan frustrasi hidupnya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT