Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Ditunda Hingga Mei

26 Februari 2019 17:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPP Partai Gerindra Rahayu Saraswati di peluncuran kumparan Pemilupedia di Hotel The Westin, Jakarta Selatan, Senin (17/12/2018). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPP Partai Gerindra Rahayu Saraswati di peluncuran kumparan Pemilupedia di Hotel The Westin, Jakarta Selatan, Senin (17/12/2018). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Proses perumusan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU PKS) tampaknya bakal ditunda hingga Pemilu 2019 usai --pencoblosan 17 April. Perumusan regulasi itu tertunda hingga Mei 2019 karena ada RUU lain yang lebih dahulu masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi VIII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengatakan, selain RUU PKS ada beberapa undang-undang lain yang sudah menunggu disahkan dan sudah masuk dalam Prolegnas. Bahkan ada RUU Praktik Pekerjaan Sosial yang menunggu disahkan sejak 2014.
"Kemungkinan besar akan dibahas setelah pileg dan pilpres atas beberapa alasan. Kemungkinan besar akan dilakukan di bulan Mei, karena memang ada beberapa RUU, salah satunya RUU Praktik Pekerjaan Sosial yang juga masih menunggu," kata Sara, sapaan Saraswati, dalam diskusi 'Progres RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)?' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/2).
Sejauh ini, kata Sara, tim Panja RUU PKS masih melakukan rapat dengar pendapat bersama sejumlah tokoh masyarakat. Ia menuturkan tokoh agama hingga psikolog diikut sertakan dalam perancangan UU.
ADVERTISEMENT
"Bahkan juga dengan Komnas Perempuan dan forum pengaduan layanan selaku perancang dari RUU ini," kata dia.
Sara menepis anggapan RUU PKS hampir mendekati pengesahan. Saat ini, Komisi VIII masih membahasnya dengan menampung masukan dari masyarakat melalui sejumlah fraksi.
"Secara pembahasan belum dilakukan. Jadi ini yang harus kita jelas terlebih dahulu, sehingga semua masukan dari masyarakat masih sangat bisa diterima dan ditampung melalui fraksi-fraksi," tutur Sara.
Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Imam Nahei, menuturkan RUU PKS dirancang untuk memberi perlindungan terhadap kekerasan seksual bagi siapa pun. Ia pun menepis sejumlah anggapan yang menyebut RUU PKS mendukung perzinahan.
"Sesungguhnya Komnas HAM membantu DPR untuk merancang sudah dilibatkan tokoh-tokoh agama ada NU, PBNU, Muhammadiyah, dan tokoh agama lain. Sehingga, kalau dianggap pro-zina tidaklah. Justru RUU ingin menggali nilai-nilai agama untuk melindungi kekerasan seksual," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Imam, kejahatan seksual berbeda dengan kekerasan seskual. Dampak kekerasan seksual memiliki dampak berkepanjangan.
"Pemulihan paling utama itu karena panjang sekali, berbeda dengan kekerasan fisik pemukulan kemudian kekerasan yang lain, itu dampaknya cepat hilang. Tapi kekerasan seksual ini karena memang berkaitan dengan kesehatan reproduksi perempuan dia bisa hamil punya anak, bahkan dan seterusnya.itu dampaknya bisa panjang," ucapnya.