Pemberantas Buta Huruf di Pedalaman Aceh Ingin Dibuatkan Perpustakaan

3 April 2018 13:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nurma, pahlawan buta huruf di Pedalaman Aceh. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Nurma, pahlawan buta huruf di Pedalaman Aceh. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
ADVERTISEMENT
Nurma (35) adalah pengajar ibu-ibu buta huruf di Desa Melidi, Kecamatan Simpang Jernih, salah satu desa yang berada di balik bukit pedalaman Aceh Timur. Pahlawan pemberantas buta huruf ini punya impian untuk bisa membangun perpustakaan desa bagi para ibu-ibu di desanya. Meski hanya tamatan sekolah dasar (SD), Nurma menginginkan perempuan di sana tetap maju seperti di perkotaan.
ADVERTISEMENT
Desa Melidi merupakan salah satu desa terpencil dalam wilayah Aceh Timur. Hampir 80 persen ibu-ibu di sana tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Nurma merupakan salah seorang ibu rumah tangga di Desa Melidi. Bermodal ijazah sekolah dasar ia mengajari ibu-ibu buta huruf. Ibu tiga anak ini, mengajar secara sukarela tanpa dipungut biaya. Bermodalkan sedikit ilmu, Nurma ingin membuat ibu-ibu di kampungnya melek baca-tulis.
Nurma, pahlawan buta huruf di Pedalaman Aceh. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Nurma, pahlawan buta huruf di Pedalaman Aceh. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Proses belajar mengajar sudah berlangsung sejak 8 Januari 2010 silam. Dalam sepekan, ibu-ibu di Desa Melidi belajar sebanyak dua kali, Jumat dan Minggu.
Untuk menumbuhkan minat belajar para ibu-ibu di sana, Nurma menginginkan adanya perpustakaan desa.
“Ibu-ibu ini semua ingin buku bacaan, supaya minat baca lebih kuat lagi. Dengan adanya buku bacaan ibu di sini lebih rajin untuk membaca. Perpustakaan ini adalah impian saya, tapi karena semuanya terbatas saya belum mampu mewujudkannya,” ujar Nurma saat kumparan (kumparan.com) mengunjungi rumahnya pada pengujung Maret lalu.
ADVERTISEMENT
Motivasi Nurma ingin mengajari para ibu yang buta huruf agar seluruh perempuan di Desa Melidi bisa membaca dan menulis, meski mereka berada di dalam pelosok negeri.
“Biar ibu-ibu ini ke depannya tidak ada lagi yang buta huruf. Saya menginginkan semua masyarakat di sini bisa membaca, berhitung, dan menulis. Mampu mengajari anaknya ketika pulang sekolah seperti buat PR. Kalau mereka sudah bisa kan bisa mengajari anak-anaknya di rumah gitu loh,” kata Nurma.
Nurma mengajari ibu-ibu di Desa Melidi dengan ikhlas. Ia tidak menginginkan pendidikan perempuan di sana tertinggal.
“Alhamdulillah semangat belajar ibu-ibu di sini cukup baik, waktu pertama sekali saya mengajar memang mereka tidak bisa sama sekali. Bahkan ada seorang ibu jangankan membaca, pegang pulpen saja kaku seperti anak kelas I SD,” ceritanya.
ADVERTISEMENT
Nurkasih (32) yang ikut belajar mengaku dirinya sangat terbantu dengan kehadiran Nurma di desa mereka. Kak Nur panggilan akrabnya, belum pernah tersentuh pendidikan. Ia tidak sekolah dari sejak kecil lantaran membantu orang tuanya berladang. Selain itu, jarak tempuh ke sekolah jauh sehingga harus menyeberang sungai dan anak perempuan kala itu tidak diizinkan untuk sekolah.
“Anak perempuan tidak dikasih biar abang-abang saja sekolah,” kata Kak Nur.
Nurma, pahlawan buta huruf di Pedalaman Aceh. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Nurma, pahlawan buta huruf di Pedalaman Aceh. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
Setelah ikut belajar bersama Nurma, kini Kak Nur bisa menulis dan membaca meski masih terbata-bata.
“Saya belajar mulai dari mengenal huruf ABC, sekarang sudah lumayan sikit-sikit bisa belajar membaca, hitung. Tidak ada rasa malu karena sama teman-teman di sini semua jadi rasanya semangat gitu,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Desa Melidi berada di antara Gunung Punggung Leusong, Bur Bujang Selamat, Bendahara, Sanggapani, dan Gunung Masjid. Untuk menuju ke sana harus menggunakan transportasi boat kayu melintasi Sungai Hulu Tamiang selebar 100 meter dengan jarak tempuh sekitar 2 jam. Perjalanan di mulai dari pelabuhan Serkil, Bandar Pusaka, Kabupaten Aceh Tamiang. Meski berada di wilayah Aceh Timur untuk menuju Melidi harus melalui Aceh Tamiang, sebab tidak ada jalur penghubung lain menuju ke sana.
Dari pusat ibu kota Banda Aceh menuju Aceh Tamiang berjarak 600 kilometer atau menempuh 8 jam perjalanan. Sementara dari kawasan perkantoran Bupati Aceh Tamiang menuju ke pelabuhan Serkil, mengahabiskan waktu 2 jam perjalanan melewati perkampungan warga dengan hamparan pemandangan pohon sawit di sepanjang perjalanan.
ADVERTISEMENT
Akhir Maret lalu, kumparan mengunjungi dua desa di sana, yaitu Melidi dan Tampur Paloh. Sejumlah persoalan melanda desa setempat, mulai dari tidak adanya arus listrik, fasilitas infrastruktur, kesehatan, pendidikan, jaringan komunikasi, dan transportasi.
Nurma, pahlawan buta huruf di Pedalaman Aceh. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Nurma, pahlawan buta huruf di Pedalaman Aceh. (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan)