Pemimpin Hong Kong: Saya Akan Berhenti Jika Punya Pilihan

3 September 2019 10:34 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam saat melakukan konferensi pers. Foto: AFP/ANTHONY WALLACE
zoom-in-whitePerbesar
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam saat melakukan konferensi pers. Foto: AFP/ANTHONY WALLACE
ADVERTISEMENT
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam menyatakan akan berhenti dari jabatannya jika dia mempunyai pilihan untuk berhenti. Sayangnya, menurut Lam, opsi tersebut tidak pernah menghampirinya.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Lam terekam dalam rekaman suara yang bocor ke publik. Ia menyampaikan pernyataan itu ketika sedang mengadakan pertemuan dengan sekelompok pengusaha.
Lam mengatakan pada pertemuan tertutup tersebut bahwa dia memiliki ruang yang sangat terbatas untuk menyelesaikan krisis berkepanjangan di Hong Kong-- yang kini telah menjadi masalah keamanan dan mengancam kedaulatan China di Hong Kong.
"Jika aku punya pilihan," ujar Lam dalam bahasa Inggris, seperti dilansir Reuters, Selasa (3/9).
"Hal pertama (yang akan saya lakukan) adalah berhenti, setelah itu membuat permintaan maaf sedalam-dalamnya," kata Lam.
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam berbicara di sebuah konferensi pers di Hong Kong, Cina (15/6). Foto: REUTERS/Athit Perawongmetha
Nada bicara Lam dalam rekaman berdurasi 24 menit itu berkebalikan dengan wajah keras yang ia tampilkan ketika berada di depan publik. Kadang-kadang, dia terdengar tersedak ketika mengungkapkan dampak krisis di Hong Kong tersebut kepada kehidupan pribadinya.
ADVERTISEMENT
"Bagi Kepala Eksekutif yang menyebabkan kekacauan besar di Hong Kong ini tidak bisa dimaafkan, sekarang ini sangat sulit bagi saya untuk keluar," ujar Lam.
"Aku tidak boleh terlihat di jalanan, di mal, tidak bisa pergi ke salon. Aku tidak bisa melakukan apa-apa karena keberadaan ku akan tersebar di media sosial." kata Lam.
Seorang pria menggunakan ponsel untuk mendengarkan konferensi pers Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam (15/6). Foto: REUTERS/Jorge Silva
Lam merasa dirinya cukup terkekang dan tidak bisa berbuat banyak untuk segera mengakhiri demonstrasi berkepanjangan di Hong Kong.
"Ruangan untuk kepala eksekutif yang sayangnya harus melayani dua tuan yang diatur oleh konstitusi, yaitu pemerintah rakyat pusat (China) dan rakyat Hong Kong, ruang politik untuk bermanuver sangat, sangat terbatas," ujar Lam.
Namun, Lam mengatakan Beijing belum memberlakukan batas waktu untuk warga berdemonstrasi. Beijing akan membiarkan rakyat Hong Kong terus rusuh, bahkan jika itu akan menyebabkan perekonomiandi wilayah itu ikut hancur.
ADVERTISEMENT
"Saya dapat meyakinkan Anda bahwa Beijing tidak memiliki tenggat waktu, mereka tahu ini akan terus berlanjut," katanya.
"Mereka mau bermain lama, jadi anda tidak punya solusi jangka pendek. Hong Kong dibiarkan menderita, mereka kehilangan pariwisata, ekonomi, IPO mereka dan sebagainya, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa," ujar Lam.
Kepala Eksekutif Hongkong, Carrie Lam. Foto: AFP/ANTHONY WALLACE
Lam juga mengatakan China tidak berniat untuk mengerahkan pasukan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) untuk meredam warga Hong Kong, apalagi untuk mengulang insiden penumpasan berdarah di Tiananmen, Beijing.
"(China) sama sekali tidak punya rencana," ujar Lam.
Menurut Lam, Beijing menyadari betul potensi kehancuran reputasi negaranya yang akan timbul jika mereka mengerahkan pasukan ke Hong Kong untuk memadamkan protes.
"Mereka tahu bahwa harganya akan terlalu besar untuk dibayar, mereka peduli dengan profil internasional negara itu," kata Lam.
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam (tengah) saat melakukan konferensi pers. Foto: AFP/ANTHONY WALLACE
Lam terpilih sebagai pemimpin kota Hong Kong pada Maret 2017. Pada saat itu, dia bersumpah untuk menyatukan masyarakat di Hong Kong.
ADVERTISEMENT
Hong Kong telah diwarnai dengan puluhan aksi demonstrasi yang telah berlangsung sejak Juni. Pada awalnya, demonstrasi bertujuan untuk memprotes rencana pemerintah yang ingin menerapkan RUU Ekstradisi.
RUU tersebut telah ditangguhkan, namun tidak serta merta mengakhiri unjuk rasa. Demonstrasi kian berkembang dan tuntutannya meluas menjadi reformasi demokrasi.