Pemimpin Muda Austria: Berhenti Kuliah, Berpolitik, Menang Pemilu

17 Oktober 2017 14:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebastian Kurz. (Foto: REUTERS/Dominic Ebenbichler)
zoom-in-whitePerbesar
Sebastian Kurz. (Foto: REUTERS/Dominic Ebenbichler)
ADVERTISEMENT
Sebastian Kurz menjadi pemimpin baru Austria setelah memenangkan pemilihan umum dengan perolehan angka sekitar 31,6 persen. Namun, yang menjadikan kemenangan kandidat dari Österreichische Volkspartei (ÖVP) atau Austrian People’s Party itu menyilaukan mata publik internasional ialah karena usia Kurz.
ADVERTISEMENT
Kurz dengan usia 31 tahun disebut-sebut bakal menjadi orang paling muda yang memimpin sebuah negara. Ia melampaui rekor Presiden Prancis Emmanuel Macron yang berusia 39 tahun maupun Presiden Korea Utara Kim Jong Un yang dua tahun lebih tua dari Kurz.
Terpilihnya Kurz secara luas memang sering dikomparasikan dengan Macron. Di samping usia muda, cara berkampanye keduanya dinilai tak jauh berbeda. Namun, ketika Macron menggunakan partai yang baru ia dirikan pada 2016 sebagai kuda politik, Kurz justru dianggap membangun ulang citra dan menyegarkan partai tempatnya bernaung.
Mirip dengan Macron, Kurz dipandang sebagai politikus kanan-moderat yang bersedia berkongsi dengan partai dari haluan kiri dan kanan-konservatif, yakni Sozialdemokratische Partei Österreichs (SPÖ, Social Democratic Party of Austria) dan Freiheitliche Partei Österreichs (FPÖ, Freedom Party of Austria).
ADVERTISEMENT
Sampai Kurz diumumkan sebagai kandidat kanselir Austria, Austrian People's Party telah tertinggal jauh dalam jajak pendapat. Posisinya di belakang rekan seniornya di koalisi pemerintahan, Social Democratic Party of Austria dan Freedom Party of Austria.
Maka masuknya nama Kurz dalam bursa kandidat kanselir membuat dia dinobatkan sebagai “anak ajaib” karena mampu membuat partainya memenangi pemilu. Dengan kemenangan lebih dari 30 persen, Kurz memiliki posisi untuk menentukan apakah ia akan melanjutkan “koalisi besar” di parlemen yang telah dibangun dalam hitungan dekade, atau membuat aliansi baru dengan nasionalis garis keras: Freedom Party of Austria.
Pendukung Sebastian Kurz saat kampanye di Vienna (Foto: REUTERS/Leonhard Foeger)
zoom-in-whitePerbesar
Pendukung Sebastian Kurz saat kampanye di Vienna (Foto: REUTERS/Leonhard Foeger)
Kurz saat ini dipandang sebagai figur terbaik yang dapat memberi harapan untuk partai tersebut dalam bersaing di pertarungan politik. Bakat politik Kurz dimanfaatkan oleh partainya yang sebenarnya mengalami kemunduran.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Kurz kerap dikritik lebih dekat pada politik nasionalis garis keras. Dia juga dituduh mengopi kebijakan yang diusung Freedom Party of Austria, dan justru membuat partai kanan-konservatif itu dilirik lebih banyak pemilih.
Seorang analis Thomas Hofer seperti dilansir Express mengatakan, “Kurz telah mengambil isu-isu Freedom Party of Austria dan membingkainya dalam sebuah cara yang lebih dapat diterima secara sosial. Dia telah menarik orang-orang yang semestinya memilih Freedom Party of Austria.”
Posisi Kurz seperti di antara dua bandul kebutuhan politik Eropa. Banyak negara Eropa menilai Kurz sebagai pilihan terbaik untuk mencegah politisi dari Freedom Party of Austria meraih pucuk posisi politik negara. Sebab, dapat diduga jika partai ini menguasai pemerintahan, akan membuat Austria memiliki corak politik garis keras dalam tren bangkitnya kelompok kanan di Eropa.
ADVERTISEMENT
Kurz memang berhasil mendulang suara paling banyak, salah satunya karena menjanjikan kebijakan imigrasi ketat. Isu imigrasi di Austria--sebagaimana tren di banyak negara Eropa lainnya dalam satu dekade terakhir--memang seksi untuk dijajakan sebagai agenda politik.
Sebabnya tidak lain: Austria dan Eropa kebanjiran pengungsi dari wilayah konflik di Timur Tengah. Dan hampir setiap kelompok kanan-konservatif yang dikenal berpendirian ultra-nasionalis selalu tampil paling ngotot untuk mengambil tindakan lebih ketat hingga melarang kehadiran pengungsi.
Sejumlah pengungsi asal Somalia dan Yaman. (Foto: Dok. UNHCR)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pengungsi asal Somalia dan Yaman. (Foto: Dok. UNHCR)
Pada tahun lalu, Kurz disebut telah menempatkan dirinya di garis depan dalam perdebatan di Eropa terkait keberadaan pengungsi. Ia memainkan peran penting dalam menyusun kesepakatan dengan negara tetangga Austria untuk menutup rute Balkan--jalan utama pengungsi untuk menuju Eropa Utara dari Yunani.
ADVERTISEMENT
Langkah itu membuat Kurz berselisih pendapat dengan Jerman dan Belgia. Namun, pemuda ini teguh pendirian. Bahkan belum lama ini Kanselir Jerman Angela Merkel disebut telah mengakui langkah Kurz dalam membantu mengendalikan krisis pengungsi di Eropa.
Sepanjang kampanyenya, Kurz secara konsisten mengingatkan pemilih atas perannya menutup rute Balkan untuk pengungsi yang memasuki Eropa tahun lalu, juga mendorong pemberlakuan pelarangan burqa yang rencananya mulai berlaku bulan ini, seperti dilansir The Guardian.
Namun, Kurz tetap bersikap waspada terhadap tuduhan kedekatannya dengan Freedom Party of Austria. Dalam debat di televisi, Kurz berulang kali mengkritik pemimpin partai itu, Heinz-Christian Strache, atas hubungannya dengan partai-partai yang disebut ingin “menghancurkan Uni Eropa”.
Kurz telah mendesak agar pemerintah Austria berikutnya, yang mengambil alih kepresidenan Dewan Uni Eropa pada 2018, agar pro-Eropa. Pada titik ini, Kurz sebenarnya masih tergelincir pada sentimen Eropa-sentris yang berarti tidak serta-merta mengulurkan tangan terhadap kehadiran para pengungsi.
ADVERTISEMENT
Menurut Kurz, imigran bisa menjadi modal atau potensi dalam kompetisi internasional, bukan sekadar sumber penyakit sosial sebagaimana diperhitungkan kelompok ultranasionalis.
Dalam pidatonya di Wina, Minggu (15/10), Kurz mengatakan akan “berjuang dengan semua kekuatan dan berkomitmen penuh bagi negaranya” untuk “membuat sebuah dunia baru” dan “perubahan negara ke arah positif”.
Sebastian Kurz. (Foto: REUTERS/Dominic Ebenbichler)
zoom-in-whitePerbesar
Sebastian Kurz. (Foto: REUTERS/Dominic Ebenbichler)
Nama Kurz yang mentereng “sebagai yang termuda” sebenarnya bukan hanya ketika ia didapuk menjadi seorang kepala negara. Sejumlah jabatan politik lain sempat diampu Kurz dan sering pula disebut sebagai yang termuda di posisinya tersebut. Misalnya, ketika ia menjabat Menteri Luar Negeri Austria pada usia 27 tahun sejak 2013 hingga saat ini.
Kurz lahir dan dibesarkan di ibu kota Austria, Wina, pada 27 Agustus 1986. Setelah menyelesaikan ujian akhir di Bundesgymnasium dan Bundesrealgymnasium Erlgasse pada 2004, ia mengikuti wajib militer. Kurz kemudian mengenyam pendidikan tinggi studi hukum di Universitas Wina.
ADVERTISEMENT
Ketertarikan Kurz terhadap politik dan kansnya di situ sudah tampak pada 2009 ketika ia dipercaya sebagai pemimpin pemuda sayap partai Austrian People’s Party. Posisi itu membuat ambisi Kurz untuk meraih kegemilangan karier politik tak mampu ditahan. Sehingga pada 2011 ia memilih berhenti dari studinya untuk mengabdikan diri sepenuhnya pada karier politik.
Kurz tampaknya sadar betul bahwa konsekuensi berhenti dari studi itu mampu ia konversikan dengan capaian karier berpolitik. Hanya dua tahun sejak mengundurkan diri dari kampus, dia berhasil menduduki jabatan sebagai Menteri Luar Negeri sejak 2013.
Capaian tersebut tentu mengejutkan banyak orang. Dengan usia muda dan keputusan berani untuk berhenti dari pendidikan tinggi, Kurz malah bisa membuat sejawat seusianya ataupun tokoh-tokoh yang lebih senior untuk menaruh hormat padanya.
ADVERTISEMENT
Kurz menjadi menteri luar negeri termuda di Eropa. Berusia 27 tahun pada 2013, Kurz tampak mencolok berdiri bersama menteri luar negeri dari negara Eropa lain saat itu. Misalnya, Frank-Walter Stenmeir sebagai Menlu Jerman yang berusia 57 tahun, Menlu Prancis Laurent Fabius yang sepuluh tahun lebih tua dari Steinmeier, juga Menlu Rusia Sergey Lavrov yang berusia 63 tahun.
Ada yang menyebut ambisi Kurz dipengaruhi oleh preseden sejarah Austro-Hungaria pada masa silam. Pada 1809, Klemens von Metternich menjadi menlu negara tersebut pada usia 36 tahun. Jabatan itu bahkan ia ampu sampai 1848.
Kesuksesan Kurz menjadi pimpinan partai di usia 31 juga kerap membuat publik menghubungkan kariernya dengan pengalaman William Hague yang menjadi pemimpin partai konservatif Inggris pada usia 36 tahun.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pengalaman dan langkah politik Kurz selama ini membuatnya diperhitungkan. Tidak seorang pun di Austria menjadikan usia atau ketiadaan gelar pendidikan tingginya sebagai bahan olok-olok. Sosok Kurz sebagai politisi malah tak jarang disebut memiliki popularitas tertingggi di antara politikus lain di Austria.
Seseorang memang tak dapat sekadar diterka dan dinilai dari penampilan dan gelarnya.