Pemprov DKI Tetap Akan Ambil Alih Pengelolaan Air di Jakarta

11 Februari 2019 15:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta Foto: Nabilla Fatiara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta Foto: Nabilla Fatiara/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemprov DKI melalui tim tata kelola air telah menyelesaikan kajiannya mengenai swastanisasi air di Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan Pemprov DKI akan mengambil alih pengelolaan air di Jakarta dari pihak swasta.
ADVERTISEMENT
“Maka posisi Pemprov DKI dalam hal ini, adalah sangat jelas dan tegas yaitu Pemprov DKI akan segera mengambil alih pengelolaan air di Jakarta demi mendukung tercapainya target perluasan cakupan layanan air bersih di Jakarta,” kata Anies di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin, (11/2).
Anies menjelaskan langkah pengambilalihan ini bertujuan untuk mengoreksi kebijakan perjanjian yang dibuat pada tahun 1997. Ia merasa selama waktu itu perkembangan pelayanan air di Jakarta tidak berkembang sesuai dengan harapan.
“Di sini bisa dilihat. Bahwa di tahun 1998, saat swastanisasi dimulai, cakupan awal tahun 1998 adalah 44,5 persen. Itu tahun 1998. Sudah berjalan 20 tahun (2018) dari 25 tahun yang ditargetkan. Dan di dalam 20 tahun, hanya meningkat sampai 59,4 persen,” ujar Anies.
ADVERTISEMENT
“Artinya, waktu 20 tahun hanya meningkat 14,9 persen. Masih tersisa sampai tahun 2023, dan sampai tahun 2023 kekurangannya adalah lebih dari 20 persen. Jadi bayangkan lebih dari 20 persen harus dijangkau di tahun 2023. Sementara selama 20 tahun, swasta baru bisa melaksanakan peningkatan rata-rata 15 persen,” tambahnya.
Selain itu, Anies mengatakan selama ini dengan target yang tidak tercapai itu, Pemprov DKI malah harus membayar keuntungan yang diperoleh swasta. Anies mengungkapkan pengelolaan air oleh pihak swasta memang memiliki masalah dari awal perjanjian seperti mengenai ekslusifitas. Ia mencontohkan saat pemerintah menginginkan penambahan jaringan air atau pipanisasi malah harus menunggu izin swasta dalam hal ini Aetra dan Palyja.
Pam Jaya Foto: pamjaya.co.id
“Negara mau nambah saja harus minta izin kepada swasta. Ini nambah untuk apa? Air untuk rakyat. Itu poin pertama,” ungkap Anies.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Anies menuturkan sebenarnya memiliki pilihan sampai tahun 2023 baru mengambil alih pengelolaan air. Namun, ia tidak ingin menunggu terlalu lama pengelolaan swasta apalagi tidak mencapai target yang diinginkan.
“Tapi kalau membiarkan sampai tahun 2023, artinya rakyat DKI tidak akan merasakan penambahan yang serius karena dengan waktu yang habis tahun 2023, hampir pasti swasta tidak mau melakukan investasi lagi. Karena tahun 2023 akan selesai (kontraknya),” terang Anies.
Anies berharap agar proses ini segera selesai. Untuk itu, Anies menginstruksikan tim tata kelola air yang dibentuknya agar mengawal proses pengambilalihan ini.
“Yang nanti akan melakukan proses ini nanti PDAM atau PAM Jaya. Karena memang selama ini, perjanjian kerja samanya pun adalah antara PDAM Jaya dengan pihak swasta. Tapi policy kita adalah mengambil alih seluruhnya.
ADVERTISEMENT
Namun kebijakan ini justru bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Kementerian Keuangan. PK dari Kemenkeu ini terkait putusan MA nomor 31 K/Pdt/2017 tentang swastanisasi air pada 22 Maret 2018.
Dalam putusan PK tersebut dikatakan PT Aetra Air Jakarta, PT PAM Lyonnnase Jaya (Palyja) bisa mengelola kembali swastanisasi air di DKI Jakarta.
Hingga kini putusan itu masih dalam proses minutasi sehingga amar putusan masih belum diterbitkan.
Menurut Anies, putusan PK itu tidak berkaitan dengan kebijakan Pemprov DKI. Anies menjelaskan, kebijakan Pemprov DKI ini justru sejalan dengan konstitusi, sumber daya alam digunakan sebesar-besarnya untuk rakyat.
" Ya bedanya kalau dulu kita melaksanakan keputusan MA. Kalau sekarang, kita melaksanakan kemauan kita. Dan kemauan kita sebetulnya sejalan dengan Keputusan MA yang belum di-PK. Dan ini lebih benar lagi. Begini. Ini perintah konstitusi. Sebenarnya konstitusi mengatakan bahwa ini dipakai sebesar-besarnya untuk rakyat," kata Anies.
ADVERTISEMENT
"Tahun 1997, pemerintah mendelegasikan itu kepada swasta. Dua puluh tahun kemudian, ternyata tidak mencapai target. Karena itu sekarang kita akan ambil kembali. Jadi kita mengambil kembali dulu pendelegasian yang diberikan kepada swasta. Jika saja swasta itu berhasil, ceritanya lain. Tapi hari ini kenyataannya tidak berhasil," kata Anies.