Pemuda Pancasila Usai Temui Jokowi: Kita Tak Dukung Salah Satu Capres

5 November 2018 13:38 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi terima audiensi Pemuda Pancasila di Istana Merdeka, Minggu (5/11/2018). (Foto: Jihad Akbar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi terima audiensi Pemuda Pancasila di Istana Merdeka, Minggu (5/11/2018). (Foto: Jihad Akbar/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemuda Pancasila menyatakan tak akan mendukung Jokowi-Ma'ruf maupun Prabowo-Sandi di Pilpres 2019. Ketum Pemuda Pancasila Yapto S Soerjosoemarno menegaskan pihaknya membebaskan para anggotanya untuk memilih.
ADVERTISEMENT
"Kita enggak ada (dukung salah satu capres), kan bebas, anggota saya ada di mana-mana. Anggota saya ada yang di Gerindra. Ada yang di PPP, ada yang di Golkar dukung beliau (Jokowi)," kata Yapto di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (5/11) usai beraudensi dengan Presiden Jokowi.
Menurutnya, jika PP menentukan arah dukungan, sama halnya dengan membantu memecah belah masyarakat. Terlebih ia menilai karena perbedaan pilihan itu, masyarakat saat ini seperti berkubu-kubu.
"Jadi kita membebaskan. Kalau kita menentukan, saya ikut membantu masyarakat Indonesia untuk pecah belah," ucap Yapto
Ketua Umum Pemuda Pancasila Yapto S Soerjosoemarno usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin (5/11/2018). (Foto: Jihad Akbar/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Pemuda Pancasila Yapto S Soerjosoemarno usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Senin (5/11/2018). (Foto: Jihad Akbar/kumparan)
"Saya tidak mau Pemuda Pancasila pecah. Biarkan mereka mempunyai pilihannya masing-masing," tambahnya.
Yapto mengatakan PP saat ini berupaya agar masyarakat tidak terpecah belah karena pemilu, dimulai dari anggotanya. Ia meminta anggota PP untuk menyadari sangat berharganya persatuan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, menurut Yapto, konflik yang ada adalah konflik berpikir bukan bertempur. Jika ada perbedaan pendapat terkait sebuah masalah, Yapto menilai yang terpenting yakni mencari penyelesaiannya.
"Yang penting kita menyelesaikan masalah ini atau tidak. Bukan masalah siapa yang salah, kita keroyok. Kita bukan demokrasi murni, kalau demokrasi murni yang satu bilang A, yang satu bilang B. Yang menang A, yang B dimusnahkan," jelasnya.
Terkait dengan ramainya kubu-kubu dan konflik di masyarakat, ia mengatakan sebenarnya sudah ada sejak dulu. Bedanya, pada zaman dulu menciptakan konflik disebar melalui selebaran atau orang per orang. Beda dengan saat ini, konflik meruncing karena adanya media sosial.
Untuk menghindari konflik, ia menilai perlu adanya kesadaran masyarakat agar mengecek informasi yang didapatkan.
ADVERTISEMENT
"Rasa sok tahu ini harus kita hilangkan, ya kan? Sok tahu presiden begini, sok tahu presiden begitu. Itu dengernya dari apa? Dari hoaks, dari medsos?" ungkapnya.
"Kalau kita yang bener, denger ini, oh sini enggak? Kita nanya, nelpon ke keluarganya segala macam. Bukan kita menggunakan kesempatan, wah syukur dia mati, ini bakal cerita, mampus dia. Bukan begitu," tegas Yapto.