Penempatan Napi Bandar di Lapas Overcrowded Mempermudah Bisnis Narkoba

2 Agustus 2018 7:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barbuk jaringan narkoba di Aceh dan Pekanbaru (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Barbuk jaringan narkoba di Aceh dan Pekanbaru (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Penempatan bandar narkoba di Lembaga Permasyarakat (LP) yang melebihi kapasitas dinilai berisiko tinggi dalam peredaran gelap narkotika. Hasilnya tentu akan ada transaksi jual beli narkoba di LP. Peneliti dari Australian National University Leopold Sudaryono menyebut, Lapas Tangerang menjadi salah satu yang mesti diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Leopod mengatakan LP Tangerang menjadi salah satu objek penelitiannya. Ia menyebut di tempat itu hanya memiliki kapasitas untuk 600 orang sedangkan menurutnya ada 1.714 napi bandar narkoba yang ditahan di LP Tangerang.
"Lapas Tangerang adalah salah satu lapas obyek penelitian saya. Ada 1.714 napi kelas bandar/pengedar narkoba yang ditahan disini. Kapasitas lapas hanyalah 600 orang, namun per awal Juli ada 2.817 penghuni alias terjadi kelebihan kapasitas sejumlah 469%," ucap Leopod.
Ia mengatakan lapas itu juga tak dijaga secara maksimal, artinya petugas yang berada di sana tak sesuai dengan jumlah napi yang ditahan. Leopod menilai, hal tersebut menjadi salah satu titik lemah sehingga memudahkan bagi seorang bandar narkoba memanfaatkan celah pengamanan yang tidak maksimal.
ADVERTISEMENT
"Dengan petugas pengamanan berjumlah kurang dari 30 orang pada setiap shiftnya, maka ada hampir 93 pelaku kriminal yang harus diawasi setiap satu orang petugas. Sangat mudah bagi seorang bandar narkoba untuk mencari dan memanfaatkan celah pengamanan dalam kondisi seperti ini," ujarnya.
Menurutnya, sumber utama masalah ini terletak pada kebijakan pemidanaan yang hanya mengandalkan pada pemenjaraan bandar narkoba dengan bentuk hukuman. Hal itu, katanya, membuat pemerintah tak bisa mengawasi secara baik dikarenakan jumlah napi bandar narkoba yang meningkat.
"Kebijakan pemidanaan yang hanya mengandalkan pada pemenjaraan sebagai bentuk hukuman. Ini mengakibatkan jumlah napi di luar kemampuan pemerintah untuk bisa melayani dan mengawasai. Kebutuhan dasar tidak bisa dipenuhi sehingga napi terpaksa mengadakan sendiri bahkan menyuap. Pengawasan sulit dilakukan karena yang diawasi jumlahnya terlalu banyak," kata Leopod.
ADVERTISEMENT
Ia juga menyarankan agar Presiden harus mengeluarkan Perppu pidana alternatif dengan mengadopsi rumusan pidana alternatif yang saat ini telah dibahas dan disetujui dalam pembahasan RUU KUHP. Leopod juga meminta Polri untuk lebih selektif dalam melalukan penahanan terhadap bandar narkoba.
"Polri harus mulai secara selektif melakukan penahanan. Tindak pidana tanpa korban (pelaku adalah korban) seperti penyalahgunaan narkoba ataupun perjudian (non-bandar) dapat dikenakan alternatif penahanan (tahanan rumah/kota/penangguhan penahanan)," tambahnya.
Lebih lanjut ia mengatakan napi harus ditahan sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan dan disesuaikan dengan sistem LP yang memadai. Tidak hanya semata-mata memasukan orang ke dalam penjara saja.
"Revitalisasi pemasyarakatan. Napi harus ditahan sesuai dengan tingkat resikonya terhadap system pemasyarakatan serta perubahan perilaku menjadi lebih baik. Tidak sekedar ditumpuk seperti saat ini," tutupnya.
ADVERTISEMENT