Pengacara Anggap Kasus BLBI Syafruddin Termasuk Perdata: Wajar Bebas

1 Oktober 2019 18:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung (tengah), saat keluar dari rutan KPK, Selasa (9/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung (tengah), saat keluar dari rutan KPK, Selasa (9/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengacara Syafruddin Arsyad Temenggung, Ahmad Yani, menilai keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan kasasi kliennya di kasus BLBI sebagai keputusan yang wajar.
ADVERTISEMENT
Meski ia tak aktif dalam tim hukum Syafruddin, Yani sepakat dengan salah satu anggota majelis hakim, Syamsul Rakan Chaniago, yang menilai perbuatan Syafruddin itu bukanlah tindakan pidana, melainkan perdata.
“Kalau diminta pandangan saya wajar dia bebas, memang di situ ada unsur keperdataannya tinggi mereka,” ujar Yani saat menggelar konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (1/10).
Pengacara Syafruddin Arsyad Temenggung, Ahmad Yani, tampak masuk ke rutan Klas 1 Jakarta Timur, Cabang Rutan KPK, Jakarta Selatan, Selasa (9/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
“Kenapa? Karena ada yang namanya perjanjian MSAA. Tanpa perjanjian MSAA, jangan-jangan Sjamsul Nursalim itu tidak bayar, sama dengan obligor lain dia tidak mau patuh dan bayar,” sambungnya.
Sjamsul Nursalim ialah pemilik BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia) yang mendapat Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun kemudian bermasalah di kemudian hari dalam pembayarannya.
Untuk menyelesaikan persoalan hukum tersebut BDNI diwajibkan mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian Master Settlement Aqcusition Agreement (MSAA).
ADVERTISEMENT
BDNI yang mengikuti MSAA itu menjaminkan aset berupa piutang petambak sebesar Rp 4,8 triliun. Utang itu ternyata dijamin oleh dua perusahaan yang juga milik Sjamsul, PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Sjamsul menjaminkan hal tersebut sebagai piutang lancar.
Lantaran Sjamsul dianggap sudah menyelesaikan kewajibannya, Syafruddin Arsyad Temenggung kemudian menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang menjelaskan bahwa Sjamsul sudah menyelesaikan kewajiban PKPS (Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham).
Belakangan, KPK mengendus adanya unsur korupsi dalam penerbitan itu. Sjamsul diduga tidak mengungkap informasi yang sebenarnya (misrepresentasi) ke BPPN terkait aset petambak. Sjamsul menyebut utang petambak ke BDNI lancar. Namun yang terjadi sesungguhnya utang petambak ke BDNI yang diserahkan ke BPPN merupakan kredit macet.
ADVERTISEMENT
Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hak tagih utang dari para petambak plasma tersebut hanya sebesar Rp 220 miliar. Meski demikian, sisa utang BDNI yakni sebesar Rp 4,58 triliun belum dibayarkan. Angka itu pula yang disebut dalam dakwaan sebagai kerugian negara.
Dalam kasus ini, KPK sudah menjerat Syafruddin. Ia pun sudah diajukan ke persidangan.
Terkait dakwaan itu, hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta dan Pengadilan Tinggi DKI sudah menyatakan Syafruddin bersalah. Ia pun dihukum 13 tahun penjara dan kemudian diperberat menjadi 15 tahun penjara.
Namun, Syafruddin lepas di Mahkamah Agung. MA mengabulkan kasasi Syafruddin dan menilai perbuatannya bukan pidana.
Vonis kasasi tidak diambil dengan suara bulat. Tiga hakim mempunyai pendapat yang berbeda. Ketua majelis hakim Salman Luthan yakin Syafruddin korupsi. Anggota hakim Syamsul Rakan Chaniago yakin perbuatan Syafruddin termasuk perdata. Sementara anggota hakim Mohamad Askin yakin perbuatan Syafruddin termasuk ranah administrasi.
ADVERTISEMENT
Lantaran mayoritas hakim meyakini perbuatan Syafruddin bukan korupsi, maka Syafruddin pun dilepaskan. Vonis kasasi dibacakan pada 9 Juli 2019.
Belakangan, muncul dugaan bahwa sebulan sebelum vonis, Ahmad Yani sempat bertemu dengan hakim Syamsul. Hal itu mencuat dari putusan MA yang menjatuhkan sanksi kode etik terhadap Syamsul.
Ahmad Yani membantah pertemuan itu membahas perkara. Ia mengaku pertemuan itu terjadi secara tak sengaja. Mantan anggota DPR dari PPP pun berdalih sudah tak menjadi pengacara Syafruddin dalam tahap kasasi.