Pengacara Aqua Marine Dituntut 3 Tahun Penjara

14 Desember 2017 21:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Akhmad Zaini di Pengadilan Tipikor (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
zoom-in-whitePerbesar
Akhmad Zaini di Pengadilan Tipikor (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengacara Akhmad Zaini dituntut penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta rupiah subsidair 3 bulan kurungan. Ia dinilai terbukti bersalah menyuap Tarmizi selaku panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebesar Rp 425 juta.
ADVERTISEMENT
Suap itu diberikan agar Tarmizi mengupayakan pengurusan perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kami, penuntut umum dalam perkara ini menuntut, agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Akhmad Zaini secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata jaksa Kresno Anto Wibowo membacakan tuntutan Akhmad Zaini di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (14/12).
Perkara ini berawal pada saat Eastern Jason Fabrication Service, Pte, Ltd (EJFS) menggugat PT Aqua Marine Divindo Inspection (AMDI) secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 4 Oktober 2016. PT AMDI digugat ganti rugi sebesar 7,6 juta dolar AS dan 131 ribu dolar Singapura karena dinilai telah melakukan wanprestasi.
ADVERTISEMENT
Ketua majelis hakim perkara itu adalah Djoko Indarto dengan anggota hakim Agus Widodo dan Sudjarwanto, sementara Tarmizi sebagai panitera pengganti. PT AMDI melalui Direktur Utamanya Yunus Nafik kemudian menunjuk Akhmad Zaini sebagai kuasa hukum dalam menghadapi gugatan tersebut. Yunus juga meminta Akhmad menggugat balik EJFS sebesar 4,99 juta dolar AS. Bahkan Yunus bersedia menyiapkan uang Rp 1,5 miliar untuk biaya pengurusan perkara.
Yunus meminta kepada Akhmad agar pihaknya bisa memenangkan gugatan tersebut. Yunus bahkan menyebut masa depan PT AMDI bergantung pada perkara tersebut. "Sebab apabila gugatan PT EFJS dikabulkan, maka PT AMDI rugi (collapse)," ujar jaksa.
Pada sekira bulan Maret-Mei 2017, Akhmad pun kemudian menemui Tarmizi supaya menyampaikan kepada majelis hakim agar PT AMDI dibantu. Tarmizi mengaku akan menyampaikannya. Akhmad lalu memberikan uang sebesar Rp 25 juta kepada Tarmizi melalui transfer ke rekening milik Tedy Junaidi, tenaga honorer di PN Jaksel. Uang itu pun dipakai Tarmizi untuk keperluan pribadinya pada saat liburan Idul Fitri.
ADVERTISEMENT
Bulan Juni 2017, Tarmizi meminta Akhmad menemuinya lalu menanyakan soal keseriusan PT AMDI dalam sidang gugatan. Kala itu Tarmizi mengaku sudah mendapat kepercayaan dari hakim ketua perkara tersebut, Djoko Indiarto. Akhmad lantas menyampaikan bahwa pihaknya siap memberikan sejumlah uang untuk memenangkan perkara.
Kemudian pada 16 Juli 2017, Tarmizi sempat menghubungi Akhmad lalu mengatakan bahwa dia bersama rombongan keluarga dan teman-temannya akan pergi ke Surabaya. Akhmad pun memesankan kamar di Hotel Garden Palace untuk Tarmizi.
"Fasilitas lainnya berupa hotel/vila di daerah Batu Malang, serta membelikan oleh-oleh, dan fasilitas mobil selama 3-4 hari kepada Tarmizi dan rombongan. Biaya sewa mobil dimaksud sebesar Rp 5 juta yang dibayar PT ADMI atas persetujuan Yunus Nafik," ujar jaksa.
ADVERTISEMENT
Di Hotel Grand Palace Surabaya, Akhmad mengadakan pertemuan dengan Tarmizi, meminta agar Tarmizi dapat mempengaruhi majelis hakim agar mengabulkan tiga paket permohonan dari PT AMDI.
Permintaan ini kemudian disanggupi Tarmizi dan ia meminta disiapkan uang sebesar Rp 750 juta untuk keperluan meyakinkan majelis hakim memenangkan PT ADMI. Yunus kemudian hanya menyetujui penyerahan uang sebesar Rp 350 juta namun ditolak Tarmizi. Pada akhirnya disepakati uang yang diberikan adalah Rp 400 juta.
"Terdakwa memberitahukan kepada Tarmizi bahwa PT ADI hanya mampu memberikan uang sebesar Rp 300 juta dan ditambah dengan uang dari terdakwa sebesar Rp 50 juta, sehingga jumlahnya sebesar Rp 350 juta. Akan tetapi, Tarmizi menolaknya," kata jaksa.
Pada tanggal 16 Agustus 2017, Akhmad menyerahkan cek senilai Rp 250 juta dari PT AMDI dan uang tunai dengan transfer sebesar Rp 100 juta kepada Tarmizi.
ADVERTISEMENT
"Namun karena jumlah yang telah diberikan tersebut masih kurang dari nilai yang disepakati, maka Tarmizi mengatakan kepada terdakwa bahwa putusan perkara masih akan ditunda hingga janji dipenuhi PT ADI sesuai nilai kesepakatan," ujar Jaksa KPK.
Pada tanggal 21 Agustus 2017, Akhmad kembali menemui Tarmizi di ruang panitera PN Jaksel. Tarmizi mengembalikan cek yang telah diberikan sebelumnya karena cek tersebut tidak dapat dicairkan di bank. Sehingga Tarmizi meminta agar uang ditransfer ke rekening Tedy Junaedi.
Akhmad kemudian mencairkan cek tersebut lalu mentransfer uang sebesar Rp 300 juta ke rekening bank BCA atas nama Tedy Junaedi sebagaimana permintaan Tarmizi.
Perbuatan Akhmad itu diatur dan diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT