Pengakuan Mantan Buzzer Politik: Lahan Basah Dekat Fitnah

6 September 2018 9:49 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
lika-liku buzzer. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
lika-liku buzzer. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Suhu-suhu politik mulai memanas setiap kali gelaran pemilihan kepala daerah atau presiden dilaksanakan. Beragam ‘senjata’ dilancarkan guna melenggangkan langkah menuju kursi kuasa.
ADVERTISEMENT
Salah satu ‘senjata’ yang ramai ditembakkan adalah buzzer, mereka yang mendukung calon yang diusung.
Hadirnya buzzer diidentikkan dengan media sosial. Seolah-olah buzzer hanyalah mereka yang menyebarkan berita lewat banyak akun -terutama akun palsu- di media sosial.
Definisi tersebut nyatanya salah kaprah. kumparan mewawancarai seorang mantan buzzer yang terlibat dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 silam.
Sebut saja namanya Rahaja. Dia telah malang melintang menjadi buzzer selama 1,5 tahun.
Menurutnya, buzzer sudah ada sejak dahulu kala, tak perlu susah-susah dilekatkan pada media sosial. Siapa pun yang berupaya mendukung seorang calon pemimpin bisa disebut buzzer. Praktiknya, seperti orang berdemo saja sudah bisa dianggap sebagai buzzer.
Ilustrasi Buzzer (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Buzzer (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Bedanya, masa sekarang buzzer mayoritas menjadikan media sosial sebagai medium menyuarakan opininya.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari sengkarut definisi, Rahaja menjadi buzzer setelah diajak oleh seorang seniornya di kampus. Namun, dia saat itu tak serta merta menjadi buzzer secara murni.
“Sebenarnya itu bagian dari pekerjaan yah. Karena waktu itu kerja di konsultan komunikasi, khususnya bidang politik. Dan buzzer adalah salah satu dari pekerjaannya,” kata Rahaja, Selasa (14/8).
Sebagai buzzer banyak hal yang harus dilakukan Rahaja. Mulai dari memahami isu, menangkal isu, menulis di media sosial dan blog, serta membuat video dan mengunggahnya di Youtube. Dia menjadikan berita-berita dari media terpercaya sebagai referensi dari apa yang dia lempar ke publik.
Tidak hanya sebatas itu saja, Rahaja juga harus menjadikan apa yang dia unggah dibaca oleh banyak khalayak. Oleh sebab itu, dia harus membuatnya trending.
ADVERTISEMENT
Saat bertugas Rahaja cenderung menjadi buzzer tipikal bertahan. Menurutnya ada dua karakteristik buzzer, menyerang dan bertahan. Sebagai tipikal bertahan, Rahaja harus membentengi calon yang dia dukung dari segala isu yang menyerang.
“Bisa sesuka hati sebenarnya cuma kemarin kebetulan lebih seringnya bertahan. Bertahan dengan menyerang orang. Contoh ada isu A, general ya enggak ngomongin DKI. Lagi ada isu A, lagi panas nih, caranya nurunin isu A dengan itu bikin isu baru dan bisa salah satunya dengan nyerang orang,” terang dia.
Bagi Rahaja, buzzer adalah strategi marketing semata. Dia tak pernah tersulut emosi meski harus terlibat saling serang isu. Dia terus bekerja karena urusan profesionalitas semata.
Berdasarkan pengalaman yang dirasakan, momen menjadi buzzer di Pilkada DKI Jakarta adalah hal yang paling berkesan baginya.
ADVERTISEMENT
“Itu adalah peperangan buzzer paling real, paling besar, paling menyenangkan. Karena banyak banget variabel-variabel yang membuat itu semua jadi seru. Seru banget,” kata Rahaja.
Keseruan yang dirasa Rahaja nyatanya juga merupakan hasil dari pilihan pribadinya. Kebetulan Rahaja menjadi buzzer dari tokoh yang dia dukung. Jadi, dia tidak pernah merasa risau kala bekerja menjadi buzzer.
Dia merasa sepaham dan sepemikiran dengan tokoh yang diusung. Dari situ, dia mendapat banyak kenalan yang memberikannya beragam wawasan baru.
Lalu, bagaimana bila tokoh yang didukung tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan?
“Mungkin waktu itu tetap ngerjain ya karena memang basah, yang namanya tahun politik itu kan basah, duitnya di mana-mana tapi mungkin enggak tenang sih ngerjainnya,” kata Rahaja.
ADVERTISEMENT
Bergaji UMR
Selama menjadi buzzer, banyak pengorbanan yang telah dilakukan oleh Rahaja. Dia harus siap bekerja kapan pun pada saat kliennya menelepon, termasuk di hari libur.
Meski begitu, apa yang dilakukan Rahaja juga mendapat imbalan yang setimpal.
“Beda-beda ya, gue pribadi waktu itu di atas 6 (juta). Karena posisi gue cukup lumayan sebenarnya. Per bulan dong,” sebut Rahaja.
lika-liku buzzer. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
lika-liku buzzer. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Gaji yang diterima Rahaja nyatanya berbeda dengan kebanyakan buzzer lainnya. Menurutnya, standar gaji buzzer adalah UMR DKI Jakarta. Selain itu, ternyata juga ada buzzer yang sukarela. Mereka datang dan mengajukan menjadi buzzer tanpa harus dibayar sepeser pun. Mereka bekerja di atas dasar loyalitas semata.
Kini, Rahaja sudah tak lagi menjadi buzzer. Berakhirnya Pilkada DKI Jakarta menandai pula akhir kariernya sebagai buzzer politik. Jadi buzzer mungkin menguntungkan secara finansial, tapi Rahaja memutuskan untuk berhenti dan tak mau lagi.
ADVERTISEMENT
“Seru, cuman kalau kita pragmatis enggak ada karier. Ya dong maksudnya itu kan bukan perusahaan kan itu konsultan komunikasi ya ada batasnya gitu. Kalau gue pribadi ya gue pengen ngejar karier,” pungkas Rahaja yang kini sudah bekerja di sebuah perusahaan BUMN.
-----------------------------------
Simak pengakuan para mantan buzzer selengkapnya dalam konten spesial Lika-liku Buzzer.