Pengamat Pendidikan: Guru Seringkali Masih Dijadikan Profesi Cadangan

25 November 2017 19:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru dan Murid (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Guru dan Murid (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November selalu dihiasi dengan wacana perbaikan kualitas di bidang pendidikan. Menurut seorang pengamat pendidikan, Ina Liem, kondisi pendidikan saat ini masih jauh dari cita-cita ideal bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ada banyak persoalan yang mesti dibenahi, baik dari segi infrastruktur, kurikulum maupun dari kemampuan tenaga pendidik. Ina berpendapat, salah satu masalah krusial pendidikan di Indonesia ialah minimnya pendidik yang memang memiliki motivasi untuk menjadi pendidik.
“Guru hebat umumnya bukan yang sangat pintar melainkan yang punya motivasi tepat untuk jadi guru. Saat ini motivasi jadi guru masih banyak yang sekedar ingin jadi PNS. Guru juga seringkali masih dijadikan profesi cadangan kalau sudah tidak diterima kerja di tempat lain,” kata Ina kepada kumparan, Sabtu (25/11).
Persoalan tersebut, menurut Ina, disebabkan masih belum adanya upaya serius yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi pendidikan dalam upaya menarik minat masyarakat untuk berkuliah di bidang keguruan. Sehingga, dalam masyarakat, profesi guru belum dipandang sebagai pekerjaan yang menarik, meski pun cenderung disadari sebagai pekerjaan mulia.
Seorang guru sedang mengajarkan muridnya. (Foto: http://kemdikbud.go.id/)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang guru sedang mengajarkan muridnya. (Foto: http://kemdikbud.go.id/)
Ina berpendapat, yang lebih penting saat ini bukan hanya jumlah guru yang banyak, melainkan juga kualitas guru yang direkrut. Atas dasar itulah, Ina tegas bersikap agar tidak semua guru honorer diangkat sebagai guru tetap atau berstatus PNS.
ADVERTISEMENT
"Tidak semuanya harus diangkat jadi guru. Kita tidak hanya butuh banyak guru tetapi juga yang bermutu. Permasalahan selanjutnya adalah guru yang memiliki kapasitas mengajar tinggi, umumnya tidak tertarik jadi guru honorer karena memang penghasilannya kecil sekali. Mereka lari ke swasta, tempat kursus, atau mengajar privat, (karena) penghasilan lebih besar,” ungkapnya.
Kondisi tersebut masih diperparah lagi, kata Ina, dengan banyaknya permasalahan dalam sistem perekrutan guru. Misalnya, mengenai transparansi dan metode seleksi yang dilakukan.
Di samping itu, Ina menilai penggunaan ABPN di sektor pendidikan sebesar 20 persen belum benar-benar digunakan secara tepat. Ia menuding persoalan ini tidak terlepas dari praktik korupsi di dunia pendidikan.
“Jadi yang paling urgen menurut saya justru berantas korupsi di dunia pendidikan dulu. Dana pendidikan 20 persen itu kan besar, kalau bisa transparan, banyak yang bisa dilakukan,” ujar Ina.
ADVERTISEMENT