news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pengusaha Tamin Sukardi Didakwa Menyuap Hakim PN Medan SGD 280 Ribu

13 Desember 2018 19:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa suap Hakim Adhoc Tipikor PN Medan Merry Purba, Tamin Sukardi mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa suap Hakim Adhoc Tipikor PN Medan Merry Purba, Tamin Sukardi mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
ADVERTISEMENT
Pengusaha Tamin Sukardi didakwa menyuap hakim Pengadilan Negeri Medan sebesar SGD 280 ribu. Uang itu diberikan agar hakim mau mengubah putusan perkara Tamin yang tengah disidangkan di PN Medan.
ADVERTISEMENT
"Melakukan atau turut serta melakukan, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim yaitu memberi uang seluruhnya berjumlah SGD 280 ribu," ujar anggota penuntut umum KPK, Tri Mulyono Hendradi, membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (13/12).
Dari sejumlah uang tersebut, SGD 150 ribu diberikan kepada hakim Merry Purba melalui seorang panitera pengganti bernama Helpandi. Sedangkan sisanya yang berjumlah SGD 130 ribu hendak diberikan kepada hakim Sontan Merauke Sinaga.
Perkara berawal saat penuntut umum Kejaksaan Negeri Deli Serdang melimpahkan kasus dugaan korupsi pengalihan tanah negara kepada pihak lain seluas 106 hektare dengan terdakwa Tamin Sukardi.
Untuk menangani perkara itu, Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan menunjuk Sontan sebagai ketua majelis persidangan, sedangkan Merry ditunjuk sebagai hakim anggota.
ADVERTISEMENT
Saat sidang kasus dugaan korupsi pengalihan tanah itu bergulir, Tamin mengajukan permohonan pengalihan status penahanan dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah dengan alasan medis, lalu disetujui oleh majelis hakim. Selanjutnya, pada 10 Juli 2018, Helpandi selaku panitera pengganti mengajukan pengalihan tersebut kepada Merry dan Sontan.
"Kemudian, masing-masing hakim menanyakan kepada Helpandi dengan kalimat 'kok, hanya tanda tangan saja" ujar jaksa.
Terdakwa suap Hakim Adhoc Tipikor PN Medan Merry Purba, Tamin Sukardi usai mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa suap Hakim Adhoc Tipikor PN Medan Merry Purba, Tamin Sukardi usai mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Permintaan status tahanan lalu dikabulkan oleh Merry dan Sontan. Namun, kata jaksa, dalam beberapa kali permintaan tandatangan pengalihan status tahanan, kedua hakim tersebut selalu menjurus ke permintaan uang.
Menindaklanjuti hal itu, kuasa hukum Tamin, Sudarni dan Faridah, menemui Helpandi di PN Medan untuk mengajak makan siang di salah satu mall di Medan. Di sana, Helpandi meneruskan pesan Merry dan Sontan yang kecewa karena tidak ada pemberian uang setelah pengalihan status tahanan dikabulkan.
ADVERTISEMENT
Usai pertemuan itu, Helpandi menemui Sontan di ruang kerjanya dan menyampaikan bantuan agar putusan Tamin juga ikut 'diamankan'.
"Lalu ditanggapi Sontan: Tidak usah, nanti saja lihat tanggal 27, kalau dia merasa terbantu, bolehlah," kata jaksa membacakan pesan Sontan.
"Helpandi juga menemui Merry di ruang kerjanya dan menyampaikan permintaan bantuan yang sama lalu ditanggapi Merry 'Bolehlah," lanjut jaksa
Helpandi lalu menyampaikan agar pihak Tamin menyiapkan uang Rp 3 miliar untuk tiga orang hakim. Atas saran tersebut, Tamin menyanggupi.
Tamin lalu menghubungi seorang perantara bernama Hadi Setiawan untuk memberikan uang tersebut ke majelis hakim. Akan tetapi, setelah kesepakatan lebih lanjut, Tamin akhirnya memberikan uang SGD 280 ribu ke Hadi untuk diteruskan ke hakim.
ADVERTISEMENT
"Setelah menerima uang, Hadi meninggalkan kantor terdakwa Tamin Sukardi," kata jaksa.
Pengusaha Tamin Sukardi (tengah) menjalani sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.  (Foto: Marcia Audita/kumparan.)
zoom-in-whitePerbesar
Pengusaha Tamin Sukardi (tengah) menjalani sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. (Foto: Marcia Audita/kumparan.)
Pada 24 Agustus 2018, Helpandi menemui Merry di lorong ruang kerja Merry. Di sana, Helpandi menyampaikan permohonan kubu Tamin. Mendengar hal tersebut, Merry memerintahkan Helpandi untuk mengaturnya.
"Aman kan, dek? Hati-hati, ya," ungkap jaksa menirukan ucapan Merry kepada Helpandi.
"Ditanggapi Helpandi: Jadi bagaimana kelanjutannya, dengar-dengar dia mau kasih dua atau tiga. Ibu tahu kan permintaan mereka? Selanjutnya Merry mengatakan 'Ya sudah, atur saja, nanti kalau sudah selesai, kita ketemu di Jalan Adam Malik," lanjut jaksa.
Selanjutnya, Hadi memberikan uang SGD 280 ribu tersebut kepada Helpandi untuk diserahkan ke hakim. "Helpandi lalu bertanya, 'yang tengah?' lalu Hadi mengatakan 'Tengah tidak usah. Urusan saya sudah selesai, Ketua PN sudah, pusat sudah. Selesaikan kalau bisa malam ini,"
ADVERTISEMENT
Dalam perjalanan pulang, Helpandi membuka amplop tersebut dan membagi uang itu menjadi dua bagian, yakni SGD 150 ribu untuk Merry dalam amplop cokelat dan SGD 130 ribu untuk Sontan yang dimasukkan ke dalam tas kerja miliknya.
Keesokan harinya, Helpandi memberikan uang itu ke Merry yang tiba dengan mobil Toyota Rush. Uang itu diserahkan ke seorang pria yang mengendarai mobil tersebut. Adapun pemberian untuk Sontan dilakukan ketika putusan dibacakan, yakni 27 Agustus 2018.
Saat putusan dibacakan, hakim Wahyu Prasetyo dan Sontan menyatakan Tamin terbukti bersalah dan dihukum 6 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan. Tamin juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 132.468.197.
Sedangkan Hakim Merry menyatakan perbedaan pendapat. Merry menganggap jaksa tidak terbukti atas gugatan 65 warga terkait kepemilikan tanah SHGU PTPB seluas 106 hektare serta terkait penghapusbukuan aset.
ADVERTISEMENT
Belum sempat uang itu diserahkan ke Sontan, KPK menangkap tangan Helpandi, Merry dan Sontan di Kantor PN Medan. Barang bukti berupa uang SGD 130 ribu pun ikut diamankan.
Atas perbuatannya, Tamin didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 13 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.