Penjelasan 261 Lulusan SKD CPNS yang Somasi MenPAN-RB

15 Agustus 2019 14:48 WIB
Sejumlah peserta mengikuti ujian seleksi CPNS 2018. Foto: ANTARA FOTO/Jojon
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah peserta mengikuti ujian seleksi CPNS 2018. Foto: ANTARA FOTO/Jojon
ADVERTISEMENT
261 lulusan seleksi kompetensi dasar (SKD) calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018 mengirimkan somasi kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin karena tak kunjung diangkat sebagai PNS, meski mereka merasa sudah memenuhi syarat.
ADVERTISEMENT
Mereka melayangkan somasi diwakili oleh kuasa hukumnya, yang tergabung sebagai Forum Komunikasi Lulusan SKD Seleksi CPNS 2018, Pitra Romadoni Nasution. Pitra menjelaskan, ratusan kliennya ini telah lulus SKD dan memenuhi syarat.
Mereka ditetapkan berstatus P1/TL, atau telah berstatus memenuhi nilai ambang batas SKD dan telah mengikuti SKB, namun tidak diluluskan.
"Simpang siur, seolah-olah kesalahan mereka tidak mengikuti prosedur. Ini mereka statusnya P1/TL bukan P2. Yang dikatakan P1/TL itu telah memenuhi syarat SKD dan SKB," kata Pitra saat dihubungi, Kamis (15/8).
Pengacara Pitra Romadoni. Foto: Dwi Herlambang/kumparan
Sebanyak 261 orang ini berasal dari berbagai daerah dan instansi. Pitra menuturkan kliennya merasa dirugikan, padahal mereka sudah memenuhi ambang batas SKD namun tetap tidak diluluskan. Yakni dengan minimal skor 80 untuk tes intelegensia umum (TIU), tes karakteristik pribadi (TKP) 143, dan tes wawasan kebangsaan (TWK) 75.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, telah terjadi diskriminasi hak terkait Peraturan MenPAN-RB Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2018.
Mereka juga telah berkali-kali menemui instansi terkaitnya untuk meminta penjelasan, namun tak kunjung mendapatkan kepastian maupun solusi. Para lulusan yang tak diangkat sebagai CPNS ini lalu dipertemukan dalam satu grup WhatsApp, kemudian bersama-sama melakukan protes ke KemenPAN-RB.
Pitra lalu membandingkan salah satu kliennya dengan kasus drg Romi Syofpa Ismael, yang beberapa waktu lalu sempat ramai karena tak diangkat sebagai CPNS lantaran disabilitas. Ia membandingkan dengan peringkat ketiga atas nama Siti Fatimah, yang memiliki nilai SKD lebih tinggi dari Romi.
ADVERTISEMENT
Dari hasil seleksi, skor SKD dengan bobot 40 persen, drg Romi mendapatkan skor 270,00, sedangkan Siti Fatimah 396,00.
Hasil seleksi SKD dan SKB CPNS 2018 milik drg. Romi Syofpa Ismael (atas). Foto: Dok. Istimewa
Hasil seleksi SKD dan SKB CPNS 2018 milik Siti Fatimah. Foto: Dok. Istimewa
"Kami membandingkan dengan drg Romi, kenapa ada diskriminasi hak? Padahal klien kami ada yang lebih tinggi dari drg Romi tapi enggak diangkat?" ucap Pitra.
Selain itu, pada Januari 2019 lalu DPR juga telah melaksanakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II. Akan tetapi, mereka tidak mendapat tanggapan seperti yang diinginkan.
"Ini sudah dilaksanakan RDP pada 22 Januari 2019 antara Komisi II DPR RI dengan MenPAN-RB dan BKN. Diberikan afirmasi terhadap para CPNS ini yang telah memenuhi syarat, sesuai dengan memenuhi tahapan. Tapi tidak dilaksanakan, terbengkalai, nasib mereka jadi enggak jelas," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
Ia juga menyayangkan pernyataan Deputi Bidang SDM Aparatur KemenPAN RB, Setiawan Wangsaatmaja, yang menyebut 261 orang ini tak lolos SKB.
"Kita sangat menyayangkan statement itu. Apakah ini mewakili MenPAN atau pribadi? Karena enggak mungkin MenPAN berstatement seperti itu," tuturnya.
Untuk itu, Pitra meminta pihak KemenPAN-RB untuk membaca terlebih dahulu persoalan termasuk nilai yang diperoleh kliennya. Pihaknya juga siap mendatangkan ke-261 orang ini untuk memberikan keterangan agar tidak terjadi diskriminasi hak.
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael, yang kelulusannya dianulir dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Foto: Retno Wulandhari/kumparan
"Berkaca dari kasus drg Romi. Jangankan drg Romi. Kalau bicara nilai masih banyak yang lebih tinggi drg Romi. Dia statusnya sudah P1/TL. Saya minta Bapak Menteri, tolong perhatikan dan mengundang para CPNS 261 orang ini agar dicari solusi yang terbaik. Menimbang drg Romi juga sudah diangkat jadi PNS, agar tak terjadi diskriminasi hak," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, jika ke depannya somasi tersebut tak kunjung ditanggapi, maka mereka tak segan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan negeri (PN).
"Akan kirim somasi kedua sampai tiga kali. Kalau memang tidak ditanggapi, mohon maaf akan saya lakukan gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan negeri, akan saya gugat untuk dapat kepastian hukum," ungkap Pitra.
Terkait apakah mereka akan mengikuti kembali seleksi seperti yang disarankan Setiawan, pihaknya tak mau berkomentar banyak dan memilih fokus dalam menagih nasib mereka.
Sejumlah peserta mengikuti Seleksi Kompetensi (SKD) menggunakan sistem Computer Assited Tes (CAT) CPNS secara serantak. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
"Belum dipikirkan (ikut tes tahun ini), yang kita fokus bagaimana nasib mereka saat ini. Kita menagih atas kelulusan, jangan ditelantarkan. Kita berkaca drg Romi harus disamakan, persamaan hak. Statusnya P1/TL telah memenuhi, bukan P2," tutupnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Setiawan menyampaikan bahwa CPNS harus melalui tahapan SKD dan SKB untuk lolos menjadi PNS.
"Penerimaan CPNS itu terdiri dari dua tahap yaitu SKD dan Seleksi Kompetensi Bidang. Jadi CPNS harus lolos dua tahapan tersebut agar dapat diangkat menjadi PNS, bukan hanya lolos SKD saja," kata dia dalam keterangannya.
Iwan --panggilan Setiawan-- justru meminta 261 orang yang meng-somasi MenPAN-RB untuk kembali mengikuti seleksi CPNS tahun 2019 ini.
"Mereka dapat mengikuti tes CPNS 2019 dengan menyertakan nilai SKD yang ada sehingga dapat langsung ke tahapan SKB," ucap Iwan yang juga Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) CPNS 2018.
"Namun jika mereka ingin memperbaiki nilai SKD dapat juga mengikuti SKD 2019 nanti akan kami lihat nilai mana yang tertinggi," imbuhnya.
ADVERTISEMENT