Penjelasan Bupati Lampung Selatan soal Korupsi hingga Rp 106,9 M

18 Desember 2018 12:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan menjalani sidang perdana pembacaan dakawaan di Pengadilan Tipikor Bandar Lampung. (Foto: ANTARA FOTO/Ardiansyah)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan menjalani sidang perdana pembacaan dakawaan di Pengadilan Tipikor Bandar Lampung. (Foto: ANTARA FOTO/Ardiansyah)
ADVERTISEMENT
Bupati Lampung Selatan nonaktif, Zainudin Hasan, dijerat dengan empat dakwaan tindak pidana korupsi. Ia disebut menerima uang dari hasil korupsi hingga mencapai Rp 106,9 miliar.
ADVERTISEMENT
Pengacara Zainudin, Robinson, menjelaskan nilai sebesar itu lantaran kliennya didakwa dalam empat kasus berbeda oleh penuntut umum KPK. Zainudin didakwa melakukan suap, gratifikasi, hingga turut terlibat dalam proyek. Tak hanya itu, ia juga didakwa melakukan pencucian uang.
"(Uang mencapai miliaran) kan itu karena dakwaannya kumulatif," kata Robinson di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (18/12).
Zainudin pun telah mengakui sebagian dari empat dakwaan yang ditujukan kepadanya, salah satunya mengenai pembelian aset. Robinson memastikan pembelian sebagian aset itu disampaikan kepada KPK atas kesadaran kliennya sendiri.
"Ada beberapa yang memang dia akui. Makanya, dengan kesadaran sendiri waktu pemeriksaan dia bilang ini-ini. Kalau memang menurut dia dibeli, dibelanjakan dari uang itu (hasil dugaan korupsi), 'Saya kembalikan, saya serahkan ke KPK," tutur Robinson seraya menirukan ucapan Zainudin.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus suap, Zainudin didakwa menerima sekitar Rp 72.742.792.145. Adapun untuk gratifikasi, adik Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan itu disebut mendapatkan seluruhnya sebesar Rp 7.162.500.000.
Bupati Lampung Selatan nonaktif, Zainudin Hasan usai diperiksa KPK, Selasa (30/10). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Lampung Selatan nonaktif, Zainudin Hasan usai diperiksa KPK, Selasa (30/10). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Sementara dari keikutsertakan mengerjakan proyek, Zainudin diduga turut mendapat keuntungan Rp 27 miliar. Jika ditotal, seluruh uang korupsi yang diduga ia terima mencapai sekitar Rp 106,9 miliar.
Dalam dakwaan suap, jaksa menyebutkan bahwa uang yang diterima Zainudin berasal dari rekanan proyek di Pemkab Lampung Selatan dengan commitment fee yang telah ditentukan. Uang diberikan melalui perantara secara bertahap, tidak langsung diberikan kepada Zainudin.
Oleh karena itu, Robinson menegaskan timnya akan membuktikan bahwa tidak sepenuhnya suap Rp 72,7 miliar diterima Zainudin. Robinson menduga ada perantara yang ikut serta menikmati uang tersebut.
ADVERTISEMENT
"Nah, ini harus butuh pembuktian, benar enggak perantaranya itu ngambil ke pengusaha sekian persen. Yang sampai ke Pak Zainudin Hasan, berapa? kan orang itu pasti ada saja," imbuhnya.
Argumentasi yang sama disampaikan Robinson dalam konteks dugaan penerimaan gratifikasi. Sementara untuk keikutsertaan proyek, Robinson menyatakan tidak ada dokumen resmi yang menyebutkan Zainudin merupakan pemilik perusahaan, termasuk memberikan keuntungan kepada Zainudin.
Zainudin Hasan Resmi ditahan KPK (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Zainudin Hasan Resmi ditahan KPK (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Robinson menambahkan, kliennya akan mengakui apa yang telah diperbuat, begitupun sebaliknya."Kalau kooperatif kan dia sudah kembalikan semua aset yang diduga ada kaitannya dengan perkara. Walaupun KPK enggak tahu. Saya dampingi dia kok, dia sampaikan semua ke KPK, walaupun yang belum kedeteksi juga dia sampaikan," ujarnya.
Penerimaan uang ratusan miliar itu terungkap saat jaksa membacakan surat dakwaan Zainudin di Pengadilan Tipikor Lampung.
ADVERTISEMENT
1. Didakwa Terima Suap Rp 72,7 Miliar
Dalam dakwaan, uang diduga suap Rp 72,7 miliar itu merupakan fee dari rekanan yang telah mengerjakan proyek di Dinas PUPR Pemkab Lampung Selatan pada Tahun Anggaran 2016 hingga 2018.
Fee diberikan kepada Zainudin melalui Hermansyah Hamidi selaku Kepala Dinas PUPR periode April 2016 hingga September 2017, Anjar Asmara selaku Kepala Dinas PUPR periode Desember 2017 hingga Juli 2018, serta Agus Bhakti Nugroho dan Syahroni selaku pejabat pada Dinas PUPR.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," demikian tertulis dalam surat dakwaan Zainudin Hasan sebagaimana telah dibacakan JPU KPK di Pengadilan Lampung, Senin (17/12).
ADVERTISEMENT
Zainudin didakwa melakukan aksinya bersama-sama dengan Hermansyah, Anjar, Agus dan Syahroni. Zainudin didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
2. Didakwa Terima Gratifikasi Rp 7,1 Miliar
Terkait gratifikasi Rp 7,1 miliar, Zainudin menerimanya dari rekening milik Gatoet Soeseno sebesar Rp 3.162.500.000. Gratifikasi berasal dari PT Baramega Citra Mulia Persada dan PT Johnlin. Serta turut mendapatkan dari Sudarman senilai Rp 4 miliar, yang berasal dari PT Estari Cipta Persada.
Diduga uang itu diberikan karena Zainudin turut serta membantu perusahan-perusahaan itu dalam mewujudkan kepentingan perusahaan yang telah memberikan gratifikasi kepada Zainudin.
ADVERTISEMENT
Jaksa menyebut penerimaan uang berlawanan dengan kewajibannya sebagaimana diatur Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999. Jaksa juga menyatakan Zainudin tidak melaporkan kepada KPK sampai dengan batas waktu 30 hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU Tipikor.
Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan saat akan diperiksa KPK, Jumat (27/7). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan saat akan diperiksa KPK, Jumat (27/7). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Dalam kasus ini, Zainudin didakwa melanggar Pasal 12 huruf i Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
3. Didakwa Terima Keuntungan Rp 27 Miliar karena Ikut Proyek
Zainudin didakwa ikut serta dalam pengadaan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan hingga mendapatkan keuntungan Rp 27 miliar.
Keuntungan Zainudin berasal dari Krakatau Karya Indonesia (PT KKI) yang dikelola oleh Boby dan Ahmad Bastian. Zainudin diduga membuat pengaturan agar Boby dan Ahmad mengerjakan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan yang sumber dananya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBD Lampung Selatan Tahun Anggaran 2017 senilai Rp 38,936 miliar dan DAK 2018 senilai Rp 77,373 miliar.
ADVERTISEMENT
Menurut jaksa, keuntungan yang diperoleh oleh Zainudin dari perusahaan yang digunakan oleh Boby untuk tahun 2017 adalah sebesar Rp 9,9 miliar. Namun hanya keuntungan Rp 9 miliar yang digunakan oleh Zainudin untuk dibelikan membeli aset Asphalt Mixing Plant (AMP).
Aset itu dikelola oleh Boby. Sedangkan dana Rp 900 juta diberikan kepada Ahmad. Sementara keuntungan untuk tahun 2018, Zainudin mendapatkan sebesar Rp 18 miliar. Sehingga total keuntungan yang dinikmati Zainudin Rp 27 miliar.
Dalam kasus ini, Zainudin didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
4. Didawakwa TPPU Rp 54,4 miliar
Terkait dakwaan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dari total uang sekitar Rp 106,9 miliar itu, Zainudin didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebesar Rp 54.492.887.000.
ADVERTISEMENT
Menurut jaksa, uang puluhan miliar itu oleh Zainudin ditempatkan di rekening atas nama Gatoet dan Soeseno, lalu dibelanjakan atau dibayarkan untuk pembelian 7 unit mobil, saham di rumah sakit AIRAN, perbaikan dan perawatan kapal Krakatau, pembelian AMP PT KKI, renovasi rumah pribadi Zainudin, pembelian dan renovasi pabrik beras CV Sarana Karya Abadi. Serta pembelian vila, pembelian beberapa bidang tanah dan rumah toko.
"Tidak sebanding dengan penghasilan dan harta kekayaan yang dimiliki terdakwa sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2018 sehingga asal usul perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah karena menyimpang dari profil penghasilan terdakwa sebagai Bupati Lampung Selatan," tegas jaksa.
Dalam kasus TPPU, Zainudin didakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, c, dan e Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
ADVERTISEMENT