Penjelasan Lurah Purbayan soal Nisan Salib yang Dipotong di Yogya

20 Desember 2018 18:15 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang wartawan mengunjungi Pemakaman Umum Jambon Purbayan yang geger dengan kabar dipotongnya nisan salib. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang wartawan mengunjungi Pemakaman Umum Jambon Purbayan yang geger dengan kabar dipotongnya nisan salib. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
Lurah Purbayan, Suradi, mengaku tidak bisa berbuat apa-apa saat sejumlah warga memotong nisan salib di makam Albertus Slamet Sugihardi. Menurut dia, pemotongan itu sudah atas kesepakatan bersama.
ADVERTISEMENT
“Jadi gini dalam satu kelompok masyarakat ada rukun warga, ya kesepakatannya bagaimana," ujar Suradi, di Balai Kota Yogyakarta, Kamis (20/12). "Boleh dimakamkan di sini tapi nggak boleh ada simbol-simbol boleh atau nggak. Kalau nggak boleh ya bisa di pemakaman pemkot.”
Suradi mengatakan, berdasarkan Peraturan Daerah Yogyakarta Nomor 7 tahun 1996 tentang Tempat Pemakaman, ada dua jenis pekuburan. Pertama, tempat pemakaman umum yang dikelola oleh pemerintah dan untuk masyarakat umum tanpa melihat agama.
Kedua, tempat pemakaman bukan umum yang dikelola oleh badan sosial atau badan keagamaan. Untuk pemakaman di Jambon, Purbayan, Yogyakarta bukanlah pekuburan yang dikelola oleh pemerintah atau badan sosial keagaamaan.
Suradi mengatakan pemakaman tempat Albertus dikebumikan itu merupakan kuburan yang dikelola oleh pengurus kampung. Dengan demikian, kesepakatan soal siapa saja yang boleh dikubur di sana berdasarkan konsensus warga.
ADVERTISEMENT
“Kalau dalam suatu kampung sudah sepakat masak harus dipaksakan,” ujar dia. Kesepakatan yang dimaksud dalam hal ini adalah tidak adanya simbol agama di Pemakaman Jambon.
Suradi menampik adanya kelompok agama tertentu yang radikal di kelurahannya. Selama tujuh bulan bertugas sebagai lurah, kata dia, masyarakat yang ada di Kelurahan Purbayan hidup rukun.
“Saya tidak mencium itu (kelompok radikal) saya di Purbayan memang baru tujuh bulan tapi adem ayem," ujar dia. "Wong pendahulu saya juga menyampaikan di Purbayan adem ayem ya saya tenang saja. Saya tidak mencium kelompok ini, itu.”