Penjelasan Yusril soal Hasil Pilpres Bisa Dibatalkan karena Kecurangan

25 Juni 2019 11:10 WIB
Ketua tim kuasa hukum TKN, Yusril Ihza Mahendra selaku pihak terkait menyampaikan keterangan pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Ketua tim kuasa hukum TKN, Yusril Ihza Mahendra selaku pihak terkait menyampaikan keterangan pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Ketua Tim Hukum 01, Yusril Ihza Mahendra, kembali mengklarifikasi pernyataannya yang viral terkait sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa ‘hasil pilpres bisa dibatalkan jika terjadi kecurangan, jadi bukan persoalan angka’.
ADVERTISEMENT
Pernyataan itu muncul dalam poster-poster aksi massa pendukung Prabowo di MK, dan viral di media sosial terutama Instagram.
Lewat akun instagram pribadinya, Yusril menegaskan pernyataannya itu disampaikan saat menjadi saksi ahli di Pilpres 2014. Namun pendapat itu tidak lagi relevan dan tidak tepat jika digunakan kembali di tahun 2019.
“Pendapat saya itu tahun 2014 sebelum adanya UU Pemilu 2017 yang membagi kewenangan pelanggaran Pemilu kepada Bawaslu, PTUN, Gakumdu, dan terakhir MK,” tulis Yusril dikutip dari postingannya, Selasa (25/6). (Yusril mempersilakan mengutip pernyataannya di medsos).
Selain itu, Yusril menilai pendapatnya sebagai kuasa hukum Prabowo-Hatta saat itu, tidak berlaku lagi karena pada saat itu majelis hakim menolak seluruh permohonan gugatan sengketa pilpres yang diajukan tim pemohon alias Prabowo-Hatta.
ADVERTISEMENT
“Pendapat ahli yang dikemukakan dalam sidang berfungsi sebagai alat bukti. MK menolak permohonan Prabowo Hatta seluruhnya. Itu berarti termasuk pendapat saya tidak dapat lagi dipergunakan karena telah ditolak oleh MK. Dari sudut akademik, itu berarti saya harus mengubah pendapat saya tahun 2014 dengan pendapat yang baru,” kata Yusril.
“Dari sudut hukum pembuktian, pendapat itu tidak boleh lagi dijadikan rujukan dalam mengajukan permohonan yang baru. Bahwa pendapat ahli itu berubah, bukanlah berarti mencla mencle atau munafik," lanjutnya.
Dari segi akademis, Yusril mengatakan membantah atau mengkoreksi pendapat itu hal biasa yang terjadi. Perubahan ini, menurut Yusril, terjadi karena hukum harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan dinamika kondisi dan situasi.
“Hari ini saya bisa lulus PhD karena mempertahankan sebuah disertasi. Lima tahun kemudian saya mengajukan disertasi kembali yang membantah atau mengkoreksi pendapat saya sendiri. Itu biasa dalam dunia akademik,” kata Yusril.
Tim kuasa hukum TKN, Yusril Ihza Mahendra (kedua kanan), pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Yusril juga memberi contoh dari adaptasi hukum ini juga diterapkan oleh pendiri Mahzab Syafi’i yakni Imam Syafii.
ADVERTISEMENT
“Pendapat Imam Syafii tentang masalah hukum yang ditulisnya di Madinah beliau ubah ketika beliau pindah ke Baghdad. Itu disebabkan karena penduduk Madinah sangat homogen, sementara penduduk Baghdad sangat heterogen. Perbedaan komposisi penduduk dapat mengubah suatu pendapat hukum. Itu benar kalau dikaji secara sosiologi hukum,” kata Yusril.
Yusril mengatakan masalah-masalah seperti ini memang tidak mudah dicerna oleh orang awam. Itu sebabnya, Yusril mengaku mendapat bully-an dari berbagai pesan di WhatsApp.
"Ya, saya menghadapi hal seperti itu tiap hari. Maka sering saya baca di berbagai Group WA yang mengatakan saya 'Profesor Bego'. Saya pikir UI tak akan mengangkat orang bego jadi Guru Besar,” tegas Yusril.
ADVERTISEMENT