Penyidik Kasus Terorisme Bisa Dipidana Jika Langgar HAM
ADVERTISEMENT
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
Ketentuan penyidik yang bisa dipidanakan itu diatur dalam Pasal 25 ayat (7) UU Antiterorisme. Pasal itu berbunyi:
Pelaksanaan penahanan tersangka Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia.
Lalu, pasal 25 ayat (8) berbunyi:
Setiap penyidik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Jadi pasal itu dimaksudkan sebagai hukum progresif di mana penyidik dalam proses penegakan hukum tidak bisa sewenang-wenang. Ini juga sebagai jaminan bahwa penegak hukum harus bisa mamastikan hak-hak dari para tersangka,” kata Dossy saat dihubungi, Jumat (25/5).
ADVERTISEMENT
Meski begitu, penyidik sekarang memiliki waktu lebih lama untuk menahan terduga teroris. Di UU yang lama, penyidik hanya bisa menahan terduga teroris dalam waktu 6 bulan dan tak bisa diperpanjang.
Saat ini, penahanan dilakukan dalam waktu 120 hari. Namun, penyidik bisa mengajukan perpanjangan penahanan selama 60 hari ke penuntut umum. Apabila belum cukup, penyidik kembali dapat mengajukan perpanjangan ke ketua pengadilan negeri selama 20 hari.
Namun, Dossy mengaku bahwa UU Antiterorisme yang baru disahkan juga menjamin kompensasi terhadap setiap korban aksi terorisme. Bahkan, kompensasi tersebut berupa materil maupun imateril.
“Begitu pun juga dengan korban. Dalam UU yang baru ini, kita jamin semua kerugian para korban dari segi materil dan imateril. Jadi sesuai apa yang saya sebutkan tadi bahwa UU ini meneyertai prinsip hukum progresif,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Ketentuan terkait dengan kompensasi terhadap korban aksi teror diatur dalam pasal 36 dan 36A. Bahkan, ketentuan ganti rugi ini berlaku surut bagi korban sejak aksi teror bom Bali I.