Perdebatan Sengit Emil dan Ustaz Rahmat soal Al-Safar Simbol Dajjal

10 Juni 2019 14:34 WIB
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di Masjid Al-Safar. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di Masjid Al-Safar. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Ketua MUI Jabar Rahmat Syafei, dan Ustaz Rahmat Baequni menghadiri kegiatan diskusi yang digelar di Masjid Pusdai Kota Bandung, Senin (10/6). Emil - sapaan akrab Ridwan Kamil - datang ke lokasi sekitar pukul 09.30 WIB.
ADVERTISEMENT
Pantauan kumparan, kegiatan tersebut dihadiri pula oleh pendukung fanatik Ustaz Rahmat Baequni. Mereka, yang terdiri dari perempuan dan laki-laki memenuhi pelataran masjid dan rela berdesak-desakan. Jumlahnya ribuan orang.
Diskusi yang membahas polemik soal Masjid Al-Safar di KM 88 Tol Cipularang ini diinisiasi oleh MUI Jabar. Masjid Al-Safar ini sebelumnya viral terkait statemen Rahmat Baequni tentang adanya bentuk segitiga dan lingkaran (mata satu) yang merupakan simbol iluminati atau Dajjal.
Ketua MUI Jabar Rahmat Syafei menjadi penengah diskusi yang membahas apakah masjid tersebut memiliki lambang iluminati yang diidentikkan dengan Dajjal.
Dalam pemaparannya, Ustaz Rahmat Baequni mengatakan bahwa tidak ada fitnah terbesar selain fitnah Dajjal. Adapun fitnah Dajjal, kata dia, terdiri dari sistem kehidupan sehingga tiada satu pun sistem dalam kehidupan yang tidak tersentuh oleh fitnah Dajjal.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, berdasarkan keterangan Nabi Muhammad, Rahmat menyatakan, siapa pun yang mengetahui fitnah Dajjal maka diwajibkan untuk menghindarinya.
"Fitnah Dajjal adalah sistem kehidupan. Demi Allah, tidak ada satu pun sistem kehidupan yang tidak tersentuh oleh fitnah Dajjal," kata Rahmat yang sering memberikan ceramah bertema Dajjal ini.
Rahmat mengatakan, Dajjal mewujudkan keinginannya dengan memasuki berbagai ranah termasuk pula simbol, ritual, bahkan desain arsitektur. Menurut dia, simbol-simbol tersebut bila digunakan di tempat ibadah khususnya masjid maka hukumnya haram karena bisa membatalkan salat.
"Dan Dajjal mewujudkan ambisinya lewat kerja zionisme internasional dan mereka menyatu dalam tiga ranah yaitu simbol, ritual, arsitektur," jelas dia.
"Silakan, simbol-simbol itu dibangun di selain tempat ibadah. Tapi, haram hukumnya simbol itu ada di dalam masjid karena simbol itu akan membatalkan salat kita dan akan menggugurkan tauhid kita. Betul?" kata dia dijawab "betul" oleh pendukungnya.
Masjid Al-Safar di rest area km 88 Foto: Cornelius Bintang/kumparan
Penjelasan Ridwan Kamil
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ridwan Kamil alias Emil memaparkan masjid-masjid terdekat yang mengandung bentuk segitiga dan lingkaran. Misalnya masjid besar di Kota Bandung yang kerap digunakan untuk kajian seperti Masjid Trans Studio terdapat bentuk segitiga dengan lingkaran di tengah atau disebut mata satu.
Bila simbol segitiga dan lingkaran dilarang, Emil menyebut, maka simbol berupa bulan sabit yang digunakan sebagai lambang Pancasila dan logo organisasi FPI pun mesti dilarang. Intinya, dia meminta sikap konsisten.
"Kalau lingkaran segitiga enggak boleh maka kita harus konsisten bintang lima juga dilarang, apa yang terjadi? Maka semua lambang yang ada masjid dan bulan sabit maka harus dilarang. Berarti lambang Pancasila dilarang, lambang FPI dilarang itu kalau konsisten bentuk itu dilarang," kata Emil yang disambut riuh hadirin.
ADVERTISEMENT
"Huuuuu," begitu respons hadirin pendukung Rahmat Baequni.
Kemudian, Emil memberi contoh masjid-masjid lainnya yang berada di Turki bahkan Masjid Nabawi yang mengandung bentuk segitiga dan lingkaran. Dia meminta keadilan agar disamaratakan penilai terhadap masjid karyanya dengan masjid-masjid lainnya.
Jangan sampai, sambung Emil, yang hadir bersama ibundanya, Masjid Al-Safar menjadi bahan perbincangan yang dibahas berulang-ulang. Bahkan, hingga menimbulkan beragam hujatan yang tertuju kepada dirinya.
"Saya minta keadilan saja kalau Al-Safar difatwakan seperti itu saya minta fatwanya masjid Nabawi fatwanya bagaimana karena sama jangan tidak adil. Karena Al-Safar ada Ridwan Kamilnya dipeyeum, dibahas-bahas, tapi tempat suci umat Islam tidak pernah disentuh," tutur sarjana arsitektur lulusan ITB dan master dari Universitas California, Berkeley, AS, ini.
ADVERTISEMENT
"Masjid Raya Jakarta, kenapa tidak heboh? Mungkin karena arsitekturnya bukan (karya) Ridwan Kamil jadi tidak ramai, tidak picemooheun," ungkap dia yang kembali ditanggapi riuh oleh audiens.
Masjid Raya Jakarta merupakan masjid terbesar di Jakarta setelah Istiqlal, yang juga mengadopsi bentuk segitiga dan lingkaran.
Emil juga menjelaskan sebenarnya bentuk di Masjid Al-Safar yang viral itu bukan segitiga, tapi trapesium.
Emil menegaskan, dia tidak sepakat tiap masjid atau bangunan ditemukan simbol yang dianggap non-muslim maka disimpulkan melanggar syariat. Sebab, kata dia, mungkin hal itu disebabkan oleh ketidaktahuan.
Oleh sebab itu, Emil menyebut, kehadiran MUI Jabar di kegiatan tersebut ialah untuk memberikan pandangan terkait fatwa sehingga tidak menimbulkan kekeliruan-kekeliruan lainnya di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
"Saya belum bersepakat kalau di tiap masjid atau tiap bangunan ditemukan simbol non-muslim dan kita menghakimi itu melanggar syariat. Tunggu dulu, mungkin karena ketidaktahuan atau tidak disengaja," papar Emil.
"Ini bulan Syawal dan baru selesai Ramadhan. Kualitas akhlaknya harus ditingkatkan. Kita lagi tabayun menerangkan, tidak usah berteriak-teriak karena niatnya kan mencari ilmu," tutur dia.
Emil pun menyampaikan, jika iman warga kuat maka tidak akan terpengaruh dengan simbol apa pun karena niatnya ibadah kepada Allah.
"Kalau iman kita kuat mau kita melihat apa pun bentuk geometri tidak akan melemahkan iman kita kalau iman kita kuat karena niat kita ibadah kepada Allah. Mari kita jadikan Jabar menjadi dakwah Islam terbaik," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Simpulannya saya meyakini tentang hari akhir karena ada dalam rukun iman saya mendukung dakwah Ustaz Rahmat Baequni. Karena saya juga sama-sama muslim dan mukmin," lanjut dia.
Masjid Al Safar di KM 88 Tol Cipularang. Foto: Dok. Jasa Marga
Tak Perlu Fatwa
Sementara itu, Ketua MUI Jabar Rahmat Syafei menyatakan, terkait persoalan Masjid Al-Safar tidak diperlukan fatwa apa pun. Kalaupun perlu, maka harus melalui kajian yang matang dengan melibatkan berbagai kalangan.
Rahmat pun menegaskan, kegiatan di Masjid Pusdai merupakan ajang silaturahmi sekaligus bertukar pandangan.
"Ini tidak perlu fatwa-fatwa, kalaupun perlu harus dikaji, tidak bisa di awang-awang. Makanya di MUI ada komisi pengkajian dan komisi fatwa itu kalau diperlukan fatwa," ucap dia.
Terkait dengan pernyataan Rahmat Baequni dan Emil, Rahmat Syafei mengatakan, dalam Islam terdapat banyak pandangan dan penilaian. Oleh sebab itu, masing-masing orang perlu bersikap menghargai dan menghormati sehingga tetap tercipta keadaan yang damai.
ADVERTISEMENT
"Pandangan Pak Rahmat itu jelas tidak sedikit pendukungnya, begitu pula yang berbeda paham banyak. Kalau begitu apa kita? Saling menghormati dan menghargai," kata Rahmat Syafei.