Perempuan di Tanjungbalai Divonis 1,5 Tahun karena Penistaan Agama

21 Agustus 2018 23:35 WIB
Terdakwa kasus penistaan agama, Meliana mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan, di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Selasa (21/8).  (Foto: Antara/Irsan Mulyadi)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus penistaan agama, Meliana mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan, di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Selasa (21/8). (Foto: Antara/Irsan Mulyadi)
ADVERTISEMENT
Seorang perempuan di Tanjungbalai, Sumatera Utara, bernama Meiliana, divonis 1,5 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan. Vonis ini terkait kasus penistaan agama yang dilakukan Meiliana karena mempermasalahkan volume suara azan di masjid Al-Makhsum, sekitar tempat tinggalnya.
ADVERTISEMENT
Keluhan Meiliana itu yang kemudian memicu kerusuhan warga di Tanjungbalai, pada 2016 lalu. Majelis Hakim kemudian menyatakan Meiliana terbukti melanggar Pasal 165A KUHAPidana.
"Menyatakan terdakwa Meliana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Menjatuhkan kepada terdakwa pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo di PN Medan, Selasa (21/8).
Menyikapi hasil vonis ini, Meiliana dan kuasa hukum mengaku akan mengajukan banding. Sementara, jaksa penuntut umum mengaku masih pikir-pikir.
Ilustrasi Masjid Rakyat (Foto: Reuters/Dylan Martinez)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Masjid Rakyat (Foto: Reuters/Dylan Martinez)
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, kasus ini bermula pada 22 Juli 2016, saat Meiliana mengeluhkan volume suara azan di Masjid Al-Makhsum, sekitar rumahnya di Jalan Karya Lingkungan I, Tanjungbalai. Keluhan ini ia sampaikan kepada salah seorang tetangganya, Kasini atau Ka Uo.
ADVERTISEMENT
"Kak, tolong bilang sama uwak (paman) itu, kecilkan suara masjid itu kak, sakit kupingku, ribut," kata Meilia sembari menggerakkan tangan kanannya ke kuping kanan.
Keluhan itu, kemudian disampaikan Ka Uo kepada Badan Kemakmuran Masjid (BKM) Al Makhsum. Pada 29 Juli 2016, beberapa BKM A Makhsum mendatangi kediaman Meiliana untuk mempertanyakan permintaan perempuan itu. Saat itu, Meiliana membenarkan permintaan itu.
"Ada kakak bilang kecilkan suara masjid itu?" tanya Haris Tua Marpaung alias Pak Lobe, salah seorang pengurus BKM Al-Makhsum.
"Yalah, kecilkanlah suara masjid itu ya bising telinga saya pekak (enggak bisa mendengar) (karena) mendengar itu,” jawab Meiliana.
Saat itu sempat terjadi adu argumen antara Meiliana dengan pengurus BKM Al Makhsum.
"Jangan gitulah kalau kecil suara volumenya enggak dengar," kata Pak Lobe.
ADVERTISEMENT
“Punya perasaanlah kalian sikit (sedikit)” jawab Meiliana.
“Kakak janganlah gitu bercakap, haruslah sopan sikit," terang Pak Lobe.
Setelah adu argumen para pengurus BKM Al-Makhsum kembali ke masjid untuk melaksanakan salat Isya. Saat itu, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf.
Namun, insiden itu terlanjur menjadi perbincangan masyarakat sekitar. Sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana ke kantor kelurahan setempat agar lebih aman.
Hingga sekitar pukul 23.00 WIB, masyarakat yang semakin ramai mulai melempari rumah Meiliana. Kejadian ini kemudian meluas hingga kerusuhan pecah. Massa mengamuk dan membakar sejumlah vihara dan klenteng di Tanjungbalai. Meiliana lalu dilaporkan ke polisi.
Komisi Fatwa MUI Sumatera Utara kemudian membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana pada 24 Januari 2017. Fatwa itu tertuang dalam surat bernomor 001/KF/MUI-SU/I/2017 tanggal 24 Januari 2017, tentang Penistaan Agama Islam oleh Saudari Meiliana di Kota Tanjung Balai.
ADVERTISEMENT
Penyidik kemudian menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Pada 30 Mei 2018, jaksa penuntut umum menahan Meiliana di Rutan Tanjung Gusta Medan.