Perindo Copot Jabatan Bupati Dirwan Sebagai Ketua DPW Bengkulu
ADVERTISEMENT
Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud resmi menyandang status tersangka dalam kasus suap proyek pembangunan jalan dan jembatan. Merespons hal itu, Partai Perindo mencopot jabatan Dirwan sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Perindo Provinsi Bengkulu.
ADVERTISEMENT
"Ini kan langsung menunjuk plt (pelaksana tugas). Artinya, Pak Dirwan sebagai ketua (DPW) sudah tidak lagi (menjabat). Itu sudah pasti diberhentikan. Memutuskan melepas jabatannya," kata Sekjen Perindo Ahmad Rofiq saat dikonfirmasi, Kamis (17/5).
Rofiq mengatakan, Perindo telah menunjuk Yurman Hamedi sebagai Plt Ketua DPW Perindo Bengkulu untuk menggantikan Dirwan. Perindo tetap memberikan kesempatan kepada Dirwan untuk kembali menjabat sebagai Ketua DPW, jika tak terbukti bersalah.
"Apakah dia akan kembali (menjabat Ketua DPW), kalau tidak kan tergantung dari hasil proses hukum tersebut. Jika tidak bersalah, maka Partai Perindo akan memulihkan jabatannya," terang Rofiq.
Meski demikian, Rofiq menegaskan Perindo tak akan memberikan bantuan kepada Dirwan dalam menyelesaikan kasus hukumnya. Pasalnya, Perindo menentang keras tindakan korupsi yang dilakukan oleh pimpinan, pengurus, maupun kader Perindo.
ADVERTISEMENT
"Komitmen Partai Perindo terhadap korupsi sangat tinggi. Kita menyatakan perang bagi siapa saja yang bersentuhan dengan korupsi. Maka dia yang pertama kali mendapatkan sanksi yang sangat tegas dari partai," pungkasnya.
Dirwan diduga menerima fee dari 5 proyek penunjukan langsung pekerjaan infrastruktur jalan di Pemkab Bengkulu Selatan, yakni sebesar Rp 112,5 juta. Namun, Dirwan diduga baru menerima suap Rp 98 juta.
Dirwan bersama istri dan dua orang lainnya resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (16/5).
ADVERTISEMENT
Sebagai pihak penerima, Dirwan, Hendarti, dan Nursilawati, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara pihak yang diduga sebagai pemberi suap, Juhari, dijerat Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.