news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Perjuangan Bayi Waqi Hadapi Penyakit Kulit Ekstrem

24 Januari 2018 20:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bayi Waqi (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bayi Waqi (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sore ini langit Bogor begitu kelabu. Warna itu seakan mewakili rasa yang sedang didera bayi mungil bernama Waqi. Usianya belum genap 2 tahun, tapi sakit yang dideranya sangatlah luar biasa.
ADVERTISEMENT
Dengan digendong ibunya, bayi Waqi keluar dari sebuah ambulans menuju rumahnya di kelurahan Harjasari, Bogor Selatan. Ia tampak tenang meneguk sebotol susu.
Namun, saat diperhatikan lebih dekat, bayi mungil ini memiliki masalah di kulitnya. Kulit Waqi tidaklah mulus seperti kebanyakan bayi lainnya. Ruam-ruam merah dan bentol kecil menghiasi sekujur tubuhnya.
Saat memasuki rumah sang bayi, ibunya yang berjilbab panjang menggeletakkan bayi Waqi sembari bercerita kepada kumparan (kumparan.com) tentang perjuangan anaknya untuk sembuh.
Bayi Waqi dan ibunya (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bayi Waqi dan ibunya (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
Pejuang cilik itu bernama lengkap Muhammad Waqi Al Razabi. Ia lahir di Bogor, 1 Mei 2016. Ia adalah anak ketiga dari 3 bersaudara. Waqi lahir di saat ibunya sudah berusia 38 tahun.
Selang 7 bulan kehadiran Waqi di dunia, kaki anak itu melepuh. Dengan jarinya yang mungil ia menggaruk-garukkan rasa gatal hingga tubuhnya memerah dan berdarah. Mungkin ia sudah tak sanggup lagi menahannya.
ADVERTISEMENT
"Kalau lahir sih enggak apa-apa cuma kakinya cokelat. Pas tujuh bulan tahu-tahu kakinya melepuh. Pertama kali tahu langsung periksa ke apotek di sini, yang di Bogor itu. Ke spesialis kulit di situ. Belum tahu, dari apoteknya juga bingung. Saya juga belum tahu kata dokter di situ," ungkap Eti, ibu Waqi, Rabu (24/01).
Setelah diperiksa dokter di apotek, kondisi Waqi belum membaik. Ia terus menangis dan gatal-gatal.
"Terus pas saya bawa pulang bukannya lebih baik malah lebih parah. Rewel, nangis terus. Gatal-gatal. Terus akhirnya pada luka semua. Semua badan parah," tambah Eti.
Melihat kondisi Waqi yang jauh dari harapannya, membuat Eti tak serta merta mengibarkan bendera putih. Ia terus berjuang demi kesembuhan anak bungsunya itu.
ADVERTISEMENT
Puskesmas kemudian menjadi pilihan Eti untuk menyembuhkan Waqi. Biaya menjadi penghadang Eti untuk membawa Waqi ke fasilitas pengobatan yang lebih memadai. Eti sendiri adalah seorang ibu rumah tangga. Sementara, suaminya bekerja di rumah sebagai tukang servis alat elektronik. Kadang permintaan jasa servis suami Eti ramai, tapi kadang sepi dan bahkan tidak ada sama sekali.
Jika memiliki rupiah lebih, Eti membawa Waqi ke dokter terdekat. Lagi-lagi kondisi Waqi justru lebih parah.
"Terus pas itu ngedrop-ngedrop terus akhirnya HBnya turun. Harus transfusi darah, dirawat di Rumah Sakit Ciawi hampir 10 hari. Katanya penyakit kulit epidermolysis bulosa," terang Eti.
Diagnosis dari rumah sakit itu kemudian mengharuskan bayi kecil itu melakukan transfusi darah dan dan perawatan kulit dengan membersihkannya dengan air infus.
ADVERTISEMENT
Dengan kondisinya yang demikian, Waqi tak lantas menyerah. Pertolongan Tuhan kemudian hadir untuk menolong bayi malang ini.
"Alhamdulillah ada yang datang yang nolong waktu itu dari S3 Bogor (Sedekah Sehari Seribu). Mereka datang tapi saya enggak kenal "Bu ini dengan ibunya Waqi?" Terus nanya-nanya ibu kapan mau pulang? Besok sebenarnya mau pulang, Waqi sudah boleh pulang, tapi ibu enggak punya uang. Yasudah Bu ibu saya bantu. Saya kasih uangnya, besoknya mereka datang lagi. Mereka biayain biaya pulangnya," cerita Eti.
Wali kota Bogor, Bima Arya, kemudian turut tergerak membantu penyembuhan Waqi. Bima datang ke rumah Waqi dan menengok kondisi bayi tersebut.
Berkat bantuan tersebut, setiap Minggu Waqi kini bisa berobat ke rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo. Di rumah sakit yang lebih besar itu, ternyata Waqi didiagnosis terkena pemfigoid bulosa.
ADVERTISEMENT
Penyakit itu hampir mirip dengan epidermolysis bulosa. Namun, bedanya tak lebih parah. Epidermolysis bulosa masih belum ditemukan obatnya, sementara pemfigoid bulosa masih ada obatnya.
Pemfigoid bulosa sendiri merupakan penyakit autoimun langka yang menyebabkan munculnya gangguan pada kulit berupa lepuhan (bulosa/bula) kulit berisi air. Penyakit ini umumnya menyerang mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Namun, pemfigoid bulosa juga bisa dialami oleh anak-anak, seperti Waqi dan juga ibu hamil.
Kini, Waqi perlahan bisa tersenyum. Ia juga sudah bisa menyebut kata "mama", "papa", dan "aa". Waqi sendiri tak jarang bermain bersama kakak-kakanya. Sebelumnya, Waqi hanya bisa diam seperti sedang menahan rasa sakit.